Jepang Berkomitmen Mengembangkan Dunia Medis Indonesia
Oleh
E05
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Jepang berkomitmen membantu pengembangan dunia medis di Indonesia mulai 2019. Komitmen ini tertuang dalam nota kesepahaman yang ditandatangani pihak Japan Medical Instruments Co LTD dan Indonesia Healthcare Corporation, Selasa (24/7/2018), di Jakarta.
Bantuan ini dapat berupa transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, misalnya dengan mengirim dokter dan perawat Indonesia ke Jepang untuk belajar. Selain itu, dapat pula berupa transfer teknologi khususnya alat-alat medis dari Jepang untuk membangun layanan unggulan sebagai pusat pengobatan, misalnya layanan terapi radiasi untuk pengidap kanker.
Penandatanganan nota kesepahaman antara Japan Medical Instruments Co LTD (JMIC) dan Indonesia Healthcare Corporation (IHC) tersebut dilakukan dalam forum Advanced Medical and Medicine Forum (AMMF) 2018 dengan tema “Perawatan Medis Tingkat Lanjut yang Komprehensif dan Ilmu Medis Tingkat Lanjut”. Nota kesepahaman ini sebagai langkah awal untuk memulai kerja sama.
Penandatanganan nota kesepahaman ini bertujuan untuk membangun hubungan kerja sama jangka panjang dan berkontribusi dalam pengembangan industri medis di kedua negara. Menurut Presiden Direktur JMIC, Hiroo Seki, implementasi dari perjanjian ini akan dilaksanakan tahun 2019.
“Kami sudah melakukan survei dan pemetaan di beberapa rumah sakit badan usaha milik negara (BUMN) di Indonesia sejak dua tahun lalu. Hasilnya, kami melihat bahwa rumah sakit BUMN Indonesia masih butuh pengembangan mulai dari dokter dan perawat hingga fasilitas kesehatannya. Oleh karena itu, diharapkan melalui kerja sama ini, akan ada kemajuan di dunia medis Indonesia,” kata Seki.
Presiden Direktur PT Pertamedika – IHC, Dany Amrul Ichdan, mengatakan bahwa setelah penandatanganan nota kesepahaman maka akan diadakan join komite. Kerja sama ini akan melibatkan Kementerian Kesehatan Indonesia, Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang, serta rumah sakit – rumah sakit yang akan bekerja sama.
“Implementasi dari kerja sama ini diharapkan dapat dilakukan tahun depan. Namun, sebelumnya akan dilakukan di lima rumah sakit baik di Jawa maupun Sumatera yang sudah siap berstandar internasional. Kami berharap dapat melaksanakan proyek percontohan ini pada Agustus 2018,” kata Dany.
Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masafumi Ishii, dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Konselor Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, Shigemi Ando, juga mendukung kerja sama ini. Menurutnya, ini adalah kesempatan baik untuk memperdalam hubungan persahabatan antar kedua negara.
“Tahun ini adalah tahun yang tak terlupakan. Kami berharap melalui kerja sama ini, Jepang dapat semakin berkontribusi dalam memberikan bantuan kepada Indonesia khususnya dalam dunia medis,” kata Ando.
Tantangan di Indonesia
Sebagai anggota dari JMIC, Briliantono M Soenarwo, mengatakan bahwa jumlah rumah sakit spesialis khususnya layanan unggulan di Indonesia masih kurang. Keadaan ini membuat para dokter spesialis berkumpul di satu rumah sakit. Akibatnya, antrean pasien pun semakin banyak sehingga mereka banyak yang melakukan perjalanan medis ke luar negeri, termasuk Jepang.
“Rumah sakit di Jepang jumlahnya mencapai 8.000 rumah sakit sementara jumlah penduduk kurang dari itu. Berbeda dengan Indonesia, meski jumlah penduduknya lebih banyak dari Jepang namun rumah sakit di Indonesia hanya mencapai 2.000 rumah sakit,” kata Briliantono.
Selain itu, menurut Dany, biaya wisata medis masyarakat Indonesia selalu meningkat sekitar Rp 2 triliun setiap tahun. Selain belum tercukupinya layanan medis di Indonesia, alasan masyarakat melakukan tes kesehatan ke luar negeri disebabkan oleh kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap kualitas layanan medis Indonesia.
"Selama ini tes kesehatan di luar negeri seperti Singapura, Thailand, Malaysia, dan Jepang dinilai lebih teliti. Hal ini membuat masyarakat Indonesia lebih yakin untuk melakukan tes kesehatan di luar negeri. Inilah tantangan bagi Indonesia untuk membangun layanan unggulan," kata Dany.
Tidak hanya itu, Pejabat Eksekutif Tertinggi Rumah Sakit Pelni, Fathema Djan Rachmat, mengatakan bahwa badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) harus lebih memperhatikan biaya iuran masyarakat agar sesuai dengan tanggungannya di rumah sakit. Fathema pun mengatakan melalui kerja sama ini diharapkan dapat mengembangkan dunia medis Indonesia.
“Saya berharap agar melalui kerja sama ini, layanan pengobatan semakin baik dan biaya pengobatan dapat ditekan. Asian product for Asian people harus diterapkan oleh Jepang agar masyarakat mampu melakukan pengobatan,” kata Fathema. (Sharon Patricia)