Kemandirian Keluarga Tentukan Kesejahteraan Lansia
Oleh
E15
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS—Kemandirian keluarga dalam merawat lanjut usia bisa diukur dari aspek pengetahuan tentang tugas kesehatan, komunikasi efektif, dan strategi koping. Aspek tersebut menjadi instrumen pengukuran untuk mencegah terjadinya penelantaran lansia.
Yati Sri Hayati memaparkan hal itu, saat mempertahankan disertasinya yang berjudul “Pengembangan Instrumen untuk Mengukur Kemandirian Keluarga dalam Merawat Lanjut Usia” pada sidang promosi doktor di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa (10/7/2017). Yati menyandang gelar doktor ilmu keperawatan ke-65 dari FIK UI dengan indeks prestasi 3,69.
“Kemandirian keluarga dalam merawat lansia dapat diukur dari antara lain kemampuan pengenalan dan pemahaman tugas kesehatan, dan komunikasi efektif. Hasil pengukuran kemandirian keluarga tersebut dapat digunakan untuk evaluasi dan menentukan langkah tepat dalam perawatan lansia,” ujarnya.
Kemandirian keluarga dalam merawat lansia dapat diukur dari kemampuan pengenalan dan pemahaman tugas kesehatan, dan komunikasi efektif.
Yati menjelaskan, dengan ada pengukuran dan evaluasi ini, keluarga diharapkan memahami perawatan lansia dan tak terjadi penelantaran. Pengukuran kemandirian keluarga dilakukan dengan pemberian kuesioner skala sikap bernilai 1-4 pada anggota keluarga yang berperan sebagai perawat utama lansia.
Berdasarkan hasil kuesioner dapat diketahui tingkat kemandirian keluarga dalam merawat pasien, selanjutnya keluarga akan diberi sosialisasi secara berkelanjutan terkait perawatan yang tepat.
Populasi lansia
Lansia merupakan seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun. Data dari Population Reference Bureau menyatakan 53 persen jumlah populasi lansia di dunia berada di Asia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2013, jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2010-2035 diprediksi meningkat dari 7,56 persen menjadi 15,77 persen.
“Jumlah lansia yang meningkat tidak sebanding dengan jumlah perawat lansia, oleh sebab itu tanggung jawab kembali ke keluarga. Anggota keluarga dengan lansia harus siap dan tahu cara merawat lansia, sehingga kesejahteraan mereka (lansia) bisa tercapai,” kata Yati.
Hasil penelitian Yati menunjukkan aspek tugas kesehatan merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemandirian keluarga dalam merawat lansia. Tugas kesehatan meliputi pengenalan masalah kesehatan lansia, pengambilan keputusan, perawatan lansia, modifikasi lingkungan, dan pemanfaatan fasilitas kesehatan.
“Keluarga diharapkan tahu kondisi lansia, jadi bisa mengambil keputusan, misal dengan gejala kesehatan yang ada perlu atau tidak di bawa ke rumah sakit,” ujar Yati.
Etty Rekawati, salah satu penguji, memertanyakan bagaimana Yati menerapkan hasil penelitiannya agar masuk ke Program Indonesia Sehat-Pendekatan Keluarga (PISPK). Yati menjawab, penelitiannnya dapat diterapkan ke masyarakat melalui sosialisasi, tulisan di jurnal, advokasi ke instansi kesehatan, dan pengajaran kepada mahasiswa.
Penguji lain, Soewarta Kosen, mempertanyakan kekuatan instrumen pengukuran hasil penelitian Yati dibanding instrumen pengukuran sebelumnya. Menurut Yati, kekuatan instrumen pengukuran kemandirian keluarga hasil penelitiannya lebih lengkap dengan penambahan aspek komunikasi efektif, dan strategi koping, berbeda dengan sebelumnya yang hanya memakai aspek tugas kesehatan.
“Instrumen pengukuran ini bermanfaat, kekurangan kemandirian keluarga dapat diketahui, sehingga kesejahteraan lansia dapat tercapai,” kata Guritnaningsih, Ko Promotor disertasi itu. Karena itu, instrumen pengukuran kemandirian keluarga perlu terus disempurnakan dengan pembuatan buku panduan. Dengan ada buku panduan, riset itu bisa diterapkan dan dimanfaatkan petugas kesehatan.