JAKARTA, KOMPAS – Pendidikan kesetaraan menjadi kesempatan bagi warga yang belum pernah mengenyam atau menuntaskan pendidikan dasar maupun menengah untuk mendapatkan layanan pendidikan yang diakui negara. Pendidikan kesetaraan melalui jalur nonfomal/informal terbuka bagi semua umur yang ingin pendidikannya diakui setara dengan pendidikan formal.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Harris Iskandar, yang dihubungi dari Jakarta, Rabu (20/6/2018), mengatakan, pendidikan kesetaraan mempunyai peluang besar berkembang karena karakteristiknya yang fleksibel, sesuai dengan tuntutan jaman. Apalagi setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimum, pemerintah kabupaten/kota bukan hanya wajib memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan dasar, tetapi juga pendidikan anak usia dini dan pendidikan kesetaraan.
Pendidikan kesetaraan melalui jalur nonfomal/informal terbuka bagi semua umur yang ingin pendidikannya diakui setara dengan pendidikan formal.
"Bagi mereka yang sudah \'tertinggal\' dalam pendidikan formal karena berbagai faktor, masih ada kesempatan kedua, atau ketiga lewat pendidikan kesetaraan. Jadi, tidak pernah ada kata terlambat dalam menuntut ilmu. Pendidikan kesetaraan membantu dalam mewujudkan belajar sepanjang hayat," ujar Harris.
Peserta yang mengikuti pendidikan kesetaraan akan mengikuti ujian nasional pendidikan kesetaraan (UNPK) Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket C (setara SMA/SMK) yang mulai juga dilakukan secara daring. Proses belajar dilakukan fleksibel, baik secara mandiri maupun bergabung dengan pendidikan nonformal/informal.
Harris mencontohkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang hanya memiliki ijazah SMP, pada tahun 2018 ini ikut UNPK Paket C di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Padahal, Susi sudah mendapatkan gelar doktor honoris causa dari perguruan tinggi. Hasil UN Susi terbaik.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang hanya memiliki ijazah SMP, pada tahun 2018 ini ikut UNPK Paket C di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Padahal, Susi sudah mendapatkan gelar doktor honoris causa dari perguruan tinggi.
"Hal ini bisa sebagai inpirasi bahwa pendidikan kesetaraan memberikan kesempatan bagi mereka yang ingin terus belajar," kata Harris.
Guna meningkatkan mutu pendidikan kesetaraan, lanjut Harris, saat ini Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) mulai direvitalisasi. Prioritas revitalisasi difokuskan pada SKB (PKBM milik pemerintah).
"Kami inginnya institusi pendidikan nonformal bisa seperti Kominkan di Jepang atau semacan Community Learning Center di Amerika," kata Harris.
Jumlah SKB hampir sama dengan jumlah kabupaten/kota. Ada pun SKB yang sudah beralih fungsi menjadi satuan pendidikan nonformal sampai saat ini sekitar 364 SKB. Jumlah itu terus meningkat, sampai suatu saat semua SKB jadi satuan pendidikan (sekolah) nonformal. "Sebagian masih unit kantor yang banci, birokrasi tapi memberi layanan pendidikan kepada masyarakat," ujar Harris.
Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) M Sairi Hasbullah dalam paparannya di Komisi X DPR beberapa waktu lalu, mengatakan, dilihat dari akses anak bersekolah misalnya, data susenas BPS tahun 2017 menunjukkan, di jenjang SMP dan SMA sederajat masih perlu perhatian. Tingkat anak usia sekolah yang tidak ada di sekolah sesuai jenjangnya, yakni SMP dan SMP sederajat, berkisar 20 persen hingga lebih dari 30 persen. Jumlah penduduk usia produktif 15 tahun ke atas sebagian besar masih berpendidikan SMP ke bawah.