NAMLEA, KOMPAS – Kematian bayi dan ibu melahirkan masih menjadi masalah kesehatan di Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. Bidan desa yang tidak tinggal di desa dan kebiasaan sebagian masyarakat yang tidak mau bersalin di fasilitas kesehatan ditengarai berkontribusi terhadap kematian ibu dan anak ini.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buru, Anwar Prawira, Sabtu (12/5/2018), mengatakan, 11 puskesmas yang ada di Kabupaten Buru sudah memiliki dokter. Bahkan, ada yang satu puskesmas memiliki tiga dokter, yakni Puskesmas Namlea. Puskesmas pembantu dan pos kesehatan desa lengkap dengan perawat atau bidan pun tersebar hingga tingkat desa.
Selain itu, dari sisi biaya persalinan di fasilitas kesehatan sudah dicakup dalam manfaat Jaminan Kesehatan Nasional juga jaminan persalinan sehingga tidak memberatkan masyarakat.
Namun, kematian ibu dan bayi di Kabupaten Buru masih terbilang tinggi. Tahun 2017, terdapat 8 kasus kematian ibu melahirkan dan ada sekitar 30 kematian bayi di Kabupaten Buru.
Sebagai gambaran, di tahun 2014, terdapat 10 kasus kematian ibu dan tahun 2015 menjadi 8 kasus. Untuk kematian bayi di tahun 2014 ada 42 kasus dan tahun 2015 terdapat 52 kasus. “Kematian bayi belum diperhitungkan dalam Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 kelahiran hidup karena jumlah kelahiran di Kabupaten Buru belum sampai segitu. Begitu juga Angka Kematian Ibu (AKI) belum dihitung per 100.000 kelahiran hidup,” tutur Anwar.
Anwar menengarai, banyaknya bidan desa yang tidak tinggal di desa ikut berperan terhadap tingginya kasus kematian ibu dan bayi. Hal ini menyebabkan kasus-kasus kehamilan dan persalinan yang berisiko tidak terlaporkan kepada puskesmas. Akibatnya, pasien terlambat ditangani. Kompetensi bidan pun perlu ditingkatkan.
Faktor lain yang diduga menjadi penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah kesadaran masyarakat yang rendah. Ada sebagian masyarakat yang memilih untuk bersalin sendiri atau meminta pertolongan dukun bayi.
Dinas Kesehatan Kabupaten Buru telah membangun dua puskesmas, yaitu Puskesmas Waegrahe dan Bara, untuk mendekatkan akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan. Dukun bayi pun dijadikan mitra bidan dalam menolong persalinan. Harapannya, persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan bisa meningkat. “Puskesmas Waegrahe dibangun dekat Danau Rana untuk menjangkau masyarakat di sana dan Puskesmas Bara berada di pesisir Barat,” kata Anwar.
Anwar juga mendorong makin banyak bidan praktik perorangan muncul sehingga bisa menjadi alternatif pilihan ibu hamil bersalin.
Dalam Rapat Kerja Kesehatan Daerah tingkat Provinsi Maluku, Pelaksana tugas Gubernur Maluku Zeth Sahuburua, menyatakan, penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) telah menjadi salah satu fokus kerja pemerintah daerah selain pengendalian penyakit tidak menular.
Namun, kondisi geografis Provinsi Maluku yang terdiri lebih dari 1.400 pulau tidak memudahkan pemerintah dalam menyelesaikan masalah kesehatan di daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu melakukan pendekatan berbeda dan inovasi yang kreatif untuk mengatasi kondisi yang ada. Salah satunya dengan pendekatan gugus pulau.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Nila Moeloek menekankan pentingnya tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan luar gedung dengan pendekatan keluarga. Melalui cara ini diharapkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan meningkat. Selain itu, indikator keluarga sehat dan Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan bagi kepala daerah pun bisa tercapai.
Untuk melakukan itu, puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di masyarakat bisa memanfaatkan dana operasional kesehatan (BOK) atau dana kapitasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk membiayai operasional ke lapangan.