Korban Meminta Mahkamah Konstitusi Melanjutkan Sidang
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
Jakarta, Kompas – Dua dari tiga pemohon uji materi yang juga korban perkawinan anak bersama kuasa hukum dari Tim Koalisi 18+ mendatangi Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Senin (18/12). Mereka mempertanyakan kelanjutan persidangan untuk permohonan uji materi atas Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Sudah lebih dari enam bulan berlalu semenjak sidang kedua pada 7 Juni lalu, hingga kini belum ada kepastian kapan sidang berikutnya akan digelar.
“Ketidakpastian sidang uji materi UU Perkawinan akan berdampak pada ketidakpastian perlindungan kebijakan hukum bagi anak perempuan dari praktek perkawinan anak. Hingga kini anak-anak perempuan yang menjadi korban perkawinan anak terus meningkat,” ujar Indry Oktaviani Koordinator Koalisi 18+ di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Senin.
Indry yang juga Koordinator Kelompok Kerja Reformasi Kebijakan Publik Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) bersama sejumlah aktivis KPI, mendampingi dua pemohon uji materi, Rasminah dan Maryanti, menyerahkan surat untuk majelis hakim MK. Dalam surat itu, Rasminah dan Maryanti mempertanyakan kelanjutan sidang uji materi UU Perkawinan.
Permohonan uji materi Pasal 7 Ayat (1) UU Perkawinan terhadap UUD 1945 didaftarkan Tim Kuasa Hukum dari Koalisi 18+ ke MK pada April 2017. Sidang pertama perkara dengan nomor 22/PUU-XV/2017 berlangsung pada 24 Mei 2017 dengan agenda pemeriksaan kelengkapan permohonan dan pemberian masukan majelis hakim atas isi permohonan.
Sidang kedua digelar MK pada tanggal 7 Juni 2017 dengan agenda pembacaan perbaikan permohonan sesuai dengan masukan majelis Hakim. Di akhir sidang kedua, majelis hakim menyatakan menerima revisi permohonan dan akan membawa perkara tersebut dalam pleno permusyawaratan hakim.
“Namun anehnya hingga saat ini, para pemohon belum mendapatkan kepastian kelanjutan proses persidangan,” kata Indry.
Setelah tiga bulan berlalu, karena tidak ada kejelasan jadwal sidang selanjutnya, pada 23 Agustus 2017, Koalisi 18+ mengirim surat pada Ketua MK untuk meminta informasi perkara tersebut. Jawaban yang diperoleh dari MK, kelanjutan persidangan masih menunggu hasil sidang musyawarah majelis hakim konstitusi.
“Tapi tiga bulan lebih berlalu belum juga ada informasi, karena itu hari ini para pemohon secara langsung datang menyerahkan surat protes kepada MK untuk meminta informasi kepastian persidangan selanjutnya,” tambah Indry.
Rasminah dan Maryanti mengungkapkan, memang hadir di MK untuk mempertanyakan kelanjutan sidang uji materi yang mereka ajukan awal tahun 2017. “Kami hanya ingin perkawinan anak dihentikan. Karena masih banyak anak-anak yang belum tahu apa-apa, pacaran saja belum tahu sudah dinikahkan oleh orang tua,” kata Maryanti seusai menyerahkan surat di bagian panitera MK.
Penderitaan panjang
Kepada media, kedua perempuan korban perkawinan anak menuturkan penderitaan panjang yang mereka lewati ketika dipaksa menikah pada usia anak-anak. Maryanti bahkan mengaku dipaksa menikah dengan laki-laki yang lebih tua umurnya dari orangtuanya, karena orangtuanya memiliki utang.
“Sejak 11 tahun saya sudah dijodohkan, tetapi saya tidak mau dan tinggal di rumah nenek. Tapi saat umur 14 tahun, saya dipaksa menikah karena kalau tidak mau ayah saya mengancam akan melaporkan ibu yang berutang kepada calon suami saya. Saya akhirnya mau menikah, karena kasihan adik-adik saya masih kecil, kalau ibu masuk penjara, siapa yang akan merawat,” katanya sambil menangis.
Nasib serupa juga dialami Rasminah yang menikah di usia 13 tahun karena orangtuanya berharap dengan dirinya menikah bisa mengurangi beban ekonomi keluarga. Kenyataannya, tidak demikian, keluarga Rasminah tetap miskin, kendati Rasminah telah menikah.
Rasminah bahkan menikah sampai empat kali dan memiliki lima anak dari suami yang berbeda karena setiap kali memiliki anak suaminya meninggalkannya. Rasminah akhirnya pulang ke rumah orangtua membawa anak-anaknya. Saat ini Rasminah tinggal dengan suami keempat.
“Kami tidak ingin nasib kami dialami anak-anak perempuan yang lain,” ujarnya.