Pandemi mereda, kuliah tatap muka secara fisik bersemi lagi. Para mahasiswa yang belum pernah merasakan hadir kuliah secara fisik selama dua tahun terakhir senangnya bukan main.
Oleh
WISNU DEWABRATA, DWI AS SETIANINGSIH
·4 menit baca
Pandemi mereda, kuliah tatap muka secara fisik bersemi lagi. Para mahasiswa yang belum pernah merasakan hadir kuliah secara fisik selama dua tahun terakhir senangnya bukan main.
Akhirnya Syifa Ananda Pratiwi (20), mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, menjejakkan kaki di kampus tercintanya. Sejak awal diterima menjadi mahasiswa setahun lalu, Syifa belum pernah merasakan berkuliah secara fisik. Orientasi kampus sampai perkuliahan selama dua semester dijalaninya secara daring dari rumah orangtuanya di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.
Kalaupun ada kegiatan yang mengharuskannya datang ke kampus secara fisik selama dua semester terakhir, ia hanya ke Jatinangor selama beberapa hari dan menumpang di rumah teman atau penginapan.
Awalnya Syifa mengaku enjoy-enjoy saja. Namun, lama-lama ia jenuh lantaran tak pernah sekali pun bertemu dosen dan teman-teman secara fisik. ”Saya seneng banget (akhirnya bisa kuliah di kampus). Tapi, saat datang ke kampus rasanya macam masih jadi mahasiswa baru yang bahkan masih belum tahu letak gedung atau ruangan di kampus sendiri,” ujarnya, Rabu (30/3/2022).
Lucunya, saat baru tiba di kampus, dia bertemu dan ditanya letak perpustakaan kampus oleh adik kelas angkatannya,yang baru masuk tahun ini. Gelagapan karena tidak paham, Syifa akhirnya malah mengajak si adik angkatan itu mencari ruangan itu bersama-sama.
Saat bertemu teman-teman kampusnya, Syifa mengaku kerap terkejut lantaran penampilan beberapa dari mereka tidak seperti yang tampak di layar komputer saat perkuliahan daring. ”Jadinya kaget juga. Banyak yang tadinya kalau di Zoom kelihatan cupu banget. Tapi, pas ketemu ternyata aslinya gagah dan tinggi. Hi-hi-hi,” ujar mahasiswa program studi TV dan Film ini.
Pengalaman serupa dirasakan senior Syifa di kampus, Alwin Jalliyani (22), mahasiswa jurusan Jurnalistik. Alwin sempat merasakan perkuliahan luring saat masuk kuliah selama satu semester tiga tahun lalu. Setelah itu perkuliahan tatap muka dihentikan lantaran pandemi.
Baru sejak Januari 2022, Alwin kembali ke Jatinangor. Dia mengaku sangat senang bisa bertemu lagi dengan teman-teman dan dosennya walau canggung. Ia merasa sedang ikut acara reuni dengan teman lama. Ia harus pintar-pintar mencari bahan obrolan yang sesuai. Beberapa kali ia juga salah menyapa orang karena teman-temannya bermasker.
”Sempat juga ngalamin terpaksa kehilangan gebetan. Soalnya susah banget kalau mau LDR (hubungan jarak jauh), tapi masih berstatus PDKT (pendekatan). Kayaknya kalau disurvei kejadian kayak saya begitu lumayan banyak deh. Ha-ha-ha,” ujar Alwin.
Bertemu dosen
Sejak Februari 2022, kampus Aradea Abimanyu (20) di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jakarta, mulai berkuliah secara luring. Mereka dibagi sesuai dengan patokan ganjil dan genap mengacu pada nomor induk mahasiswa dan tanggal perkuliahan.
”Senang banget, terutama karena bisa bertemu dan berdiskusi langsung dengan dosen-dosennya. Kalau di kampus saya banyak dosen masih muda, jadi enak diajak ngobrol. Kalau via daring, interaksinya terbatas,” ujar mahasiswa semester empat ini.
Sementara itu, adik angkatan Abimanyu, Muhammad Saddam Rizky Rizaldi (18), mengaku sangat menikmati proses kuliah tatap muka. Mulai dari persiapan saat akan berangkat kuliah sampai saat bertatap muka dengan para teman dan dosennya di kelas.
”Menjalani prosesnya seneng juga, dari mulai pagi sudah mandi dan siap-siap berangkat. Kalau kuliah online, kan, enggak perlu mandi pagi-pagi, ha-ha-ha,” ujar Saddam.
Perbedaan lain yang juga membuat Saddam semangat adalah interaksi dan diskusi bisa terjadi langsung dan saat itu juga dengan para dosen saat perkuliahan. Terkadang dosen cenderung lebih antusias berinteraksi dengan para mahasiswa yang hadir di kelas ketimbang yang ikut secara daring.
Selama ini, baik Syifa, Alwin, Abimanyu, maupun Saddam, mereka juga berinteraksi secara offline dengan beberapa teman mereka dalam konteks berkuliah. Biasanya masing-masing dari mereka membuat janji semacam playdate dengan teman-teman seangkatan.
Sementara itu, walau mengaku sangat senang dengan kuliah luring, Putri Natasya Monalisa Anjelina (20) tetap berupaya selalu berhati-hati. Awalnya mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas PGRI Silampari, Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, ini terbilang khawatir saat sebagian perkuliahan mulai digelar hibrida.
”Tahun kemarin, awal-awal masuk masih takut. Tapi, kalau sekarang, ya, kayak sudah aja gitu. Soalnya tahun kemarin kami ada ujian full, dua minggu di kampus terus dan baik-baik saja. Kalau sekarang sudah merasa lebih aman beraktivitas di ruang publik dan bertemu orang lain,” ujar Tasya yang tetap disiplin mengenakan masker. Jika ada orang tak mengenakan masker, akan ditegur langsung.
Protokol kesehatan bagaimanapun memberi rasa aman. Nyoman Bagus Adhi Baskara Santika, mahasiswa semester dua Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, mengatakan, untuk bisa mengikuti perkuliahan luring, setiap mahasiswa harus sudah divaksin setidaknya dua kali. Selain itu, selama berada di lingkungan kampus, setiap mahasiswa harus mengenakan masker dan menggunakan aplikasi Entry Pass. Aplikasi itu mirip Peduli Lindungi, tetapi khusus untuk komunitas Universitas Atma Jaya.
”Kalau daring sebetulnya lebih males. Kayak enggak ada tantangan. Sementara kalau di kelas, kan, dosennya interaktif. Selalu ditanya, kita tertantang buat nyari tau. Selama pandemi, kuliah daring,” ujar Bagus yang mengaku kemampuan akademik menurun akibat kuliah daring.