Antibiotik yang diresepkan dokter tak menjamin obat tersebut layak dikonsumsi sebagai pengobatan sesuai penyakit pasien.
Oleh
SARIE FEBRIANE, INSAN ALFAJRI, ADITYA DIVERANTA
·1 menit baca
Kita sering mendengar anjuran agar tak mengonsumsi obat keras tanpa resep dokter. Sebab, sebagai orang awam, kita jelas tak paham indikasi obat, takaran dosis, lama pemberian, hingga efeknya terhadap tubuh. Intinya, resep dokter menyelamatkan kita dari risiko keracunan obat.
Namun, apakah dengan mengonsumsi obat yang diresepkan dokter kita jadi 100 persen aman dan selamat? Ternyata tidak juga. Kok bisa?
Investigasi tim harian Kompas selama Januari-Februari 2024 mengungkap, dokter di sejumlah rumah sakit meresepkan obat antibiotik secara salah. Artinya, pasien yang diberi antibiotik sebenarnya tidak sakit akibat infeksi bakteri. Dengan demikian, obat antibiotik yang hanya untuk membunuh bakteri jelas tidak diperlukan.
Penggunaan antibiotik secara ugal-ugalan, serampangan, berpotensi besar memunculkan bakteri kebal yang tak lagi mempan dibunuh dengan antibiotik kategori tertinggi sekalipun.
Fenomena bakteri kebal akibat penggunaan antibiotik serampangan itu tak hanya terjadi di Indonesia, tapi sudah menjadi fenomena global. Bahkan, penemu antibiotik modern, Alexander Fleming, telah mewanti-wanti ancaman bakteri kebal atau resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) sejak 1945, tak lama setelah ia menerima penghargaan Nobel di bidang kedokteran.
Oleh karena itu, pada 2015, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan ancaman bakteri kebal atau AMR sebagai ancaman kesehatan global yang sudah di depan mata. Sudah jutaan korban jiwa per tahun yang terjadi ”diam-diam” karena tidak disadari warga dunia. Oleh karena itu, tak heran ancaman bakteri kebal disebut sebagai pandemi senyap..
Lalu, seperti apa dampak bakteri kebal ini pada manusia? Bagaimana implikasinya pada kesehatan masyarakat? Mengapa masih juga banyak dokter di Indonesia gemar meresepkan antibiotik secara serampangan? Bagaimana regulasi pemerintah yang mengatur antibiotik? Bagaimana kisah para korban akibat bakteri kebal karena penggunaan antibiotik yang ugal-ugalan?
Temukan jawabannya dalam laporan Kompas yang akan terbit secara berkala mulai Kamis (21/3/2024) hingga Selasa (26/3/2024), baik secara digital di Kompas.id dan cetak.