Kesenjangan sisa gaji warga kelas menengah dengan kelas atas usia produktif membuat kelas menengah sulit kaya.
Oleh
MARGARETHA PUTERI ROSALINA, MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI, MELATI MEWANGI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kelas menengah di Indonesia sulit menjadi orang kaya. Ada kesenjangan sisa gaji per bulan antara kelas menengah dan kelas kaya usia produktif (15-64 tahun) di tahun 2021. Sisa gaji warga kelas atas Rp 1,59 juta per orang per bulan, yang nilainya setara dengan 3,64 kali lebih besar dari warga kelas menengah.
Dengan rata-rata sisa gaji kelas menengah dalam satu tahun 2021 senilai Rp 435.888 per bulan, tidak banyak uang yang bisa ditabung dan diinvestasikan. Kondisi ini menyulitkan kelas menengah yang jumlahnya 38,5 juta jiwa (20,7 persen dari penduduk Indonesia) sulit naik kelas menjadi orang kaya.
Sebagai gambaran, untuk membeli 1 gram emas senilai Rp 1,1 juta (Antam per 9 Februari 2024), dua kelompok warga ini membutuhkan waktu yang berbeda. Warga kelas menengah perlu waktu dua bulan untuk bisa membeli 1 gram emas. Adapun warga kaya hanya membutuhkan waktu kurang dari satu bulan atau 21 hari.
Tim Jurnalisme Data Harian Kompas menemukan fakta itu dari hasil olahan data mikro Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012-2021. Sisa gaji merupakan selisih dari pendapatan dengan pengeluaran rata-rata per orang per bulan dari warga usia produktif 15-64 tahun. Pendapatan yang dimaksud berasal dari pekerjaan utama warga.
Kelas menengah yang dimaksud merujuk pada dokumen Bank Dunia berjudul ”Aspiring Indonesia-Expanding The Middle Class (2019)” dengan menggunakan perhitungan pertumbuhan domestik bruto Indonesia hingga 2016. Bank Dunia membagi kelas menengah menjadi dua kelompok, yakni calon kelas menengah (aspiring middle class) dan kelas menengah (middle class).
Adapun rentang pengeluaran kelas menengah 3,5 hingga 17 kali lipat garis kemiskinan per kapita per bulan. Merujuk garis kemiskinan BPS (2021), rentang pengeluaran kelas menengah dari Rp 1,7 juta hingga Rp 8,2 juta per orang per bulan.
Rachmat Fadillah (43), pengojek daring di Tangerang Selatan, Banten, menjadi bagian dari kelas menengah usia produktif. Rachmat harus bekerja lembur dari pukul 06.00 hingga tengah malam untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. ”Akun saya lagi ’anyep’ nih, sulit dapat orderan,” kata bapak dua anak ini.
Meski sudah bekerja seharian, Rachmat baru mendapat uang Rp 150.000 tiap harinya. Jika bekerja enam hari per minggu, ia bisa mendapatkan uang Rp 3,9 juta sebulan. Pendapatan itu tidak bisa menutupi pengeluaran keluarganya sebesar Rp 6 juta per bulan untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan membiayai kuliah anak pertamanya di Kota Bandung, Jawa Barat.
Rentan miskin
Jika kelas menengah saja, kesulitan menjadi kaya, kelompok warga di lapis bawahnya, yakni calon kelas menengah, semakin sulit naik kelas. Bank Dunia berdasarkan garis kemiskinan 2021, mengategorikan warga calon kelas menengah adalah mereka yang pengeluarannya Rp 729.252 – Rp 1,7 juta per bulan.
Selama 2012-2021, sisa gaji calon kelas menengah usia produktif tak sampai Rp 100.000 per orang per bulan. Dengan sisa gaji ini, mereka butuh waktu 14 bulan untuk bisa membeli 1 gram emas. Pada 2021, warga calon kelas menengah berjumlah 88,4 juta orang atau setara dengan 47 persen total penduduk Indonesia usia produktif.
Warga calon kelas menengah menjadi kelompok yang sangat rentan dan bisa menjadi masalah karena jumlahnya banyak. ”Mereka ini sebenarnya belum kelas menengah. Konsekuensinya, kalau ada pelambatan ekonomi sedikit saja, mereka akan terpengaruh. Seperti saat harga-harga naik, tetapi gaji tidak naik, mereka akan terpukul,” ujar dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, Agustinus Prasetyantoko.
Mereka ini sebenarnya belum kelas menengah. Konsekuensinya, kalau ada pelambatan ekonomi sedikit saja, mereka akan terpengaruh. Seperti saat harga-harga naik, tetapi gaji tidak naik, mereka akan terpukul
Ia menambahkan, calon kelas menengah ini tidak masuk data peserta program bantuan sosial pemerintah. ”Mereka harus menyelesaikan masalahnya sendiri. Itulah kenapa mereka pergi ke pinjaman online (daring) atau judi online,” katanya.
Akibat pandemi Covid-19 tahun 2021, terjadi pergeseran ke bawah kelas sosial ekonomi. Hitungan Kompas, jumlah warga kelas atas turun 9 persen dan kelas menengah turun 4 persen, dibandingkan pada tahun 2017. Sebaliknya jumlah warga calon kelas menengah naik 10 persen, rentan miskin naik 9 persen, dan miskin naik 2,5 persen.
Tidak bisa menabung
Kesenjangan sisa gaji juga terjadi pada laju pendapatan dan pengeluaran antara kelas menengah dan kelas atas. Analisis Kompas, laju pendapatan warga calon kelas menengah dan kelas menengah lebih rendah dibandingkan dengan kelas atas. Periode 2012-2021, laju pendapatan calon kelas menengah 7 persen per tahun dan kelas menengah 6,9 persen per tahun. Sementara laju pendapatan warga kelas atas 7,4 persen.
Di sisi lain, laju pengeluaran kelas menengah juga tercatat lebih tinggi. Pengeluaran calon kelas menengah rata-rata per tahun 7,4 persen dan kelas menengah 6,8 persen dari tahun sebelumnya. Adapun kelas atas, angka pengeluaran per tahun hanya sekitar 5,6 persen.
Hal ini diperkuat dengan Survei Konsumen Bank Indonesia per 2017-2023 pada responden dengan pengeluaran Rp 1 juta-lebih dari Rp 5 juta yang mewakili calon kelas menengah dan kelas menengah. Proporsi pengeluaran untuk tabungan menurun, dari 20,3 persen tahun 2017 menjadi 15,7 persen di 2023. Sebaliknya, proporsi pengeluaran untuk konsumsi cenderung naik. Tahun 2017, proporsinya 65 persen dan menjadi 75,4 persen pada 2023, berdasarkan perhitungan hingga November.
Menurut Guru Besar Tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Omas Bulan Samosir, laju pendapatan yang rendah dan cenderung stagnan karena situasi ekonomi makro. ”Mencari pekerjaan dengan penghasilan tinggi itu sulit. Apalagi mencari pekerjaan tambahan. Oleh karena itu, berapa pun penghasilan, diterima saja,” ujar Omas.
Mencari pekerjaan dengan penghasilan tinggi itu sulit. Apalagi mencari pekerjaan tambahan. Oleh karena itu, berapa pun penghasilan, diterima saja
Dengan gaji stagnan, menurut Omas, calon kelas menengah dan kelas menengah terbelenggu naiknya pengeluaran kebutuhan hidup. Akibatnya, mereka tidak bisa menabung karena penghasilan habis untuk kebutuhan harian yang terus naik.
Untuk menciptakan kelas menengah yang lebih baik, pemerintah mendorong warga bekerja di sektor formal. Dengan bekerja formal, mereka mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi dan terlindungi jaminan sosial. Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Edy Priyono menyarankan warga agar mengambil kesempatan mengikuti program beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Kartu Pra Kerja, Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).