Kursi Menteri yang Paling Sering Kena ”Reshuffle”
Nyaris tidak ada kursi aman di kementerian. Salah satunya menjadi kursi yang paling sering terkena ”reshuffle”.
Selama 10 tahun menjabat presiden, Joko Widodo telah beberapa kali melakukan perombakan kabinet (reshuffle). Terakhir, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Hadi Tjahjanto digantikan oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Hadi Tjahjanto mendapat tugas baru sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) menggantikan Mahfud MD yang mencalonkan diri sebagai wakil presiden. Baik Hadi maupun AHY dilantik oleh Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (21/2/2024).
Dengan demikian, sejak periode pertama kepemimpinannya, Presiden Jokowi sudah mengganti 35 menterinya. Hadi dan AHY menjadi menteri ke-34 dan ke-35 hasil perombakan kabinet.
Perombakan kabinet juga dilakukan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Jika pada masa Presiden Jokowi hingga kini ada 35 menteri yang diganti dalam 15 kali seremoni pelantikan, pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono jumlah pergantian menteri tidak jauh berbeda.
Hasil olah data Tim Jurnalisme Data Kompas, sejak 2004-2014, Presiden Yudhoyono mengganti menterinya sebanyak 31 kali melalui 12 kali seremoni pelantikan. Sebanyak 18 pergantian dilakukan pada periode kedua, dengan 11 posisi menteri diganti sekaligus pada 19 Oktober 2011.
Paling sering diganti
Dari catatan 20 tahun terakhir, pos Menteri Perdagangan menjadi kursi menteri yang paling banyak mengalami perombakan. Total, terjadi enam kali pergantian dengan delapan nama yang pernah menduduki kursi menteri tersebut, yaitu Mari Elka Pangestu (2004-2011), Gita Wirjawan (2009-2014), Muhammad Lutfi (2014, 2020-2022), Rachmad Gobel (2014-2015), Thomas Lembong (2015-2016), Enggartiasto Lukita (2016-2019), Agus Suparmanto (2019-2020), dan Zulkifli Hasan (2022-sekarang).
”Kursi panas” lainnya adalah Menteri Keuangan, yang mengalami empat kali perombakan dan melibatkan lima nama, yakni Jusuf Anwar (2004-2005), Sri Mulyani (2005-2010, 2016-2019, dan 2019-sekarang), Agus Martowardojo (2010-2013), M Chatib Basri (2013-2014), dan Bambang Brodjonegoro (2014-2016).
Paling lama dan paling singkat
Dari analisis terhadap 159 nama yang pernah ataupun sedang menjadi menteri selama masa pemerintahan Yudhoyono dan Jokowi, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi menteri dengan masa jabatan terpanjang.
Hingga Jumat (23/2/2024), Sri Mulyani telah menjabat sebagai menteri selama 4.799 hari atau sekitar 13 tahun. Ia pertama kali masuk kabinet ketika diangkat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2004.
Jabatan ini ia pegang selama 412 hari sebelum kemudian ia dipasang sebagai Menteri Keuangan pada 7 Desember 2005, menggantikan Jusuf Anwar. Sri Mulyani menduduki kursi tersebut sampai kemudian digantikan oleh Agus Martowardojo tahun 2010, pada periode kedua pemerintahan Presiden Yudhoyono.
Sri Mulyani kembali menjadi Menteri Keuangan pada periode pertama Presiden Jokowi. Ia masuk menggantikan Bambang Brodjonegoro pada 2016. Posisi ini masih dipercayakan kepada Sri Mulyani hingga saat ini.
Figur dengan jabatan menteri paling panjang setelah Sri Mulyani adalah Sofyan Djalil. Total, ia menjabat menteri di berbagai bidang selama 4.610 hari atau sekitar 12 tahun 7 bulan.
Sofyan pernah menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika (2004-2007) dan Menteri BUMN (2007-2009) pada masa pemerintahan Yudhoyono serta Menko Perekonomian (2014-2015), Menteri PPN/Bappenas (2015-2016), dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN (2016-2022) pada masa pemerintahan Jokowi.
Menteri dengan durasi paling singkat adalah Arcandra Tahar, yang menjabat sebagai Menteri ESDM selama 19 hari, antara 27 Juli 2016 hingga 15 Agustus 2016. Arcandra dilepas dari jabatannya terkait polemik dwikewarganegaraan yang ia miliki, Indonesia dan Amerika Serikat. Namun, sekitar dua bulan kemudian, ia diangkat menjadi wakil menteri ESDM mendampingi Ignasius Jonan.
Baca juga: Presiden Jokowi Tidak Menutup Kemungkinan ”Reshuffle” Lagi
Soal reshuffle, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, perombakan kabinet biasanya dilatarbelakangi dua alasan, yaitu untuk menata ulang koalisi dalam pemerintahan atau menata ulang kinerja pemerintahan (Kompas, 16/6/2022).
Terkait perombakan lima menteri dan wakil menteri yang dilakukan Presiden Jokowi pada 15 Juni 2022, Yunarto melihatnya lebih pada menata ulang koalisi. Pelantikan menteri dan wakil menteri saat itu tidak tampak seperti agenda utama di Istana Negara.
Ini ciri khas Jokowi, ketika bicara tentang kerja, harus didahului stabilitas politik.
Titik beratnya justru ada pada pertemuan presiden dengan tujuh ketua umum parpol. Presiden terlihat ingin merespons situasi politik yang saat itu sedang panas oleh isu merenggangnya hubungan Jokowi dan Megawati Soekarnoputri. ”Ini ciri khas Jokowi, ketika bicara tentang kerja, harus didahului stabilitas politik,” kata Yunarto.
Baca juga: Filosofi Rabu Pon dalam ”Reshuffle” Kabinet Presiden Jokowi
Satu hari setelah dilantik, para menteri di Kabinet Indonesia Maju langsung mengikuti Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Masuknya Sri Mulyani di Kabinet Kerja Presiden Jokowi pada 27 Juli 2016 merupakan contoh upaya menata ulang kinerja pemerintahan. Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyebut, presiden sejak awal menginginkan Sri Mulyani membantu pemulihan keuangan negara serta ikut menyukseskan program pengampunan pajak yang dikampanyekan sebagai primadona penerimaan pendapatan dalam negeri, (Kompas, 28/6/2016).
Dari sekian banyak pergantian menteri selama 20 tahun terakhir, figur dari nonpartai rupanya lebih banyak dipilih untuk masuk ke dalam kabinet di tengah-tengah masa pemerintahan.
Misalnya, dari 66 kali penggantian menteri yang dilakukan oleh Presiden Yudhoyono dan Presiden Jokowi, sebanyak 35 menteri pengganti (53 persen) berasal dari figur nonpartai. Sisanya, 31 menteri (43 persen) berasal dari kalangan politisi partai.
Ada apa dengan hari Rabu?
Selama dua dasawarsa terakhir, pelantikan menteri baru hasil reshuffle ternyata paling banyak dilaksanakan pada hari Rabu, seperti terlihat antara lain pada periode pertama Presiden Jokowi (2014-2019). Sebanyak 19 dari 21 menteri hasil reshuffle (90,5 persen) dilantik pada hari Rabu. Demikian pula di periode kedua (2019-2024), ada 12 dari 14 menteri (85,7 persen) yang juga dilantik pada hari Rabu.
Tren pelantikan pada hari Rabu rupanya sudah berlangsung sejak masa kepemimpinan Presiden Yudhoyono. Bahkan, pada periode pertamanya (2004-2009), semua menteri hasil perombakan yang berjumlah 13 orang dilantik pada hari Rabu.
Pada periode kedua (2009-2014), sebanyak 11 dari 18 menteri atau 61,1 persen juga dilantik pada hari Rabu. Total, dari 66 menteri hasil reshuffle sepanjang dua dekade terakhir, sebanyak 55 menteri di antaranya (83,3 persen) dilantik pada hari Rabu.