Cegah Api Muncul di Tahun-tahun El Nino
Polusi udara tahun 2023 tidak hanya terjadi di kota-kota besar di Indonesia, tetapi juga terjadi di wilayah langganan kebakaran hutan. Kebakaran hutan dan lahan akan diikuti dengan meningkatnya polusi udara.
Mulai 2023 ini, polusi udara tidak hanya terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Polusi juga terjadi di wilayah langganan kebakaran hutan.
Kemarau yang kering dan berkepanjangan ini hampir pasti, menurut analisis tim jurnalisme data Harian Kompas, akan meningkatkan potensi terjadinya kebakaran hutan di berbagai kawasan di Indonesia.
Basis perkiraan ini menggunakan data satelit konsentrasi polutan PM 2.5 dari Socioeconomic Data and Applications Center dan citra titik panas (hotspot) kebakaran hutan sejak tahun 2000 dari lembaga antariksa Amerika Serikat (National Aeronautics and Space Agency/NASA).
Hasil analisis menunjukkan bahwa ada korelasi positif sangat kuat, dengan nilai r=0.71, antara jumlah titik api dan tingkat polusi PM 2.5 di Indonesia. Artinya, hampir pasti setiap kenaikan jumlah titik api, polusi udara juga meningkat drastis.
Baca juga: Warga Kota Indonesia Hidup dengan Polusi Udara
Padahal, diketahui bahwa setiap tahun terjadinya fenomena iklim El Nino, jumlah titik api di Indonesia mencapai antara 34 persen hingga 225 persen lebih tinggi dari rata-rata.
El Nino adalah nama untuk fenomena yang menggambarkan suhu permukaan air di Samudra Pasifik bagian tengah-timur menjadi lebih panas ketimbang kondisi normal. Akibatnya, ada perubahan karakteristik iklim secara global. Di Indonesia, efek El Nino adalah musim kemarau yang kering.
Kebalikannya adalah La Nina, di mana suhu permukaan laut menjadi lebih dingin. Di Indonesia, efeknya adalah musim kemarau yang cenderung lebih basah.
Misal, kemarau 2015, yang dikategorikan El Nino Very Strong berdasarkan Oceanic Nino Index (ONI), memiliki 57.682 titik api, atau 225 persen lebih tinggi ketimbang rata-rata sebesar 17.751 titik api.
Sementara pada 2000, yang tergolong memiliki fenomena La Nina Strong, hanya memiliki 100 titik api, atau 99,4 persen lebih sedikit titik api ketimbang rata-rata.
Langganan kebakaran hutan
Hasil hitungan Kompas menunjukkan kabupaten kota langganan kebakaran hutan yang ditandai dengan total titik api lebih dari 2.000 selama tahun 2000 hingga 2020 sebenarnya memiliki kualitas udara cukup baik ketika tidak banyak terjadi kebakaran hutan.
Rata-rata PM 2.5 tahunan kabupaten kota ini di tahun La Nina sebesar 17,7 mg/m3. Angka ini naik hampir dua kali lipat menjadi 34,2 mg/m3 ketika memasuki tahun El Nino. Angka ini bahkan jauh lebih besar dibandingkan dengan angka PM 2.5 di kota-kota besar yang hanya 23.1 mg/m3. Kota-kota besar ini ditandai dengan jumlah titik api kurang dari 50 dalam periode waktu yang sama.
Oleh karena itu, fakta bahwa El Nino mulai melanda Indonesia pada 2023 perlu diantisipasi efeknya terhadap polusi udara.
Bahaya memang tahun ini (kebakaran hutannya) karena kekeringan. Tahun ini pertama kali kita mengalami musim kemarau kering semenjak 2019.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan, tahun 2023 adalah tahun pertama Indonesia akan mengalami musim kemarau kering sejak 2019.
”Bahaya memang tahun ini (kebakaran hutannya) karena kekeringan. Tahun ini pertama kali kita mengalami musim kemarau kering semenjak 2019,” kata Ardhasena saat ditemui di kantor BMKG, Jakarta pada Rabu (2/8/2023).
Ardhasena mengatakan, ia khawatir bahwa siklus El Nino bisa berlanjut hingga 2024. Jika ini terjadi, ini akan mengulang fenomena El Nino pada 2014-2015.
Saat itu, El Nino sudah tiba di Indonesia sejak 2014. Namun, ternyata fasenya belum selesai ketika masuk ke 2015.
Kehadiran El Nino pada 2014 yang memanjang hingga tahun berikutnya menyebabkan terjadinya musim kemarau yang kering ekstrem pada 2015, yang pada akhirnya memunculkan kebakaran hutan paling besar selama 20 tahun terakhir.
Pada 2014, jumlah titik api naik 128 persen, dengan jumlah sebesar 36.136 titik. Pada 2015, angka fantastis ini pun justru makin meningkat menjadi 57.682 titik api.
Oleh karena itu, perlu antisipasi sehingga pencegahan kemunculan titik api bisa dilakukan sebelum kebakaran hutan dan lahan menjadi masif pada 2023-2024.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro mengatakan, pemerintah sudah memahami risiko terjadinya kebakaran hutan yang hebat di dalam fase El Nino.
Menurut dia, saat ini respons tim di lapangan untuk memadamkan titik api serta mencegah pembakaran lahan telah lebih baik ketimbang tahun-tahun El Nino sebelumnya.
Menurut dia, kolaborasi antara pasukan pemadam kebakaran hutan KLHK, yakni Manggala Agni, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah masing-masing wilayah, TNI, dan Polri lebih baik.
”Di lapangan, koordinasi semakin baik. Dan, misalnya, saat ini sudah mulai kering, tetapi masih bisa terkendalikan. Harapannya, penanganannya akan lebih baik dari 2019, preventifnya lebih bagus,” kata Sigit.
Sigit juga mencontohkan, di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Utara, pemerintah sudah melakukan inspeksi di setiap desa untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan.
Kabupaten Ogan Komering Ilir memang pantas menjadi contoh hubungan antara musim kemarau dan peningkatan jumlah titik api.
Baca juga: Polusi Udara Perpendek Usia Warga Kota hingga 4,3 Tahun
Ogan Komering Ilir adalah wilayah di Indonesia yang selama dua dekade terakhir memiliki titik api terbanyak, dengan total 25.353 titik api selama 2000-2022.
Saat El Nino terakhir terjadi pada 2019, jumlah titik api yang terekam satelit mencapai 1.970 titik. Saat El Nino sangat kuat, pada 2015, jumlah titik api bahkan mencapai 9.765 titik.
Namun, pada 2020 ataupun 2021 ketika musim penghujan La Nina yang melanda, jumlah titik api yang terekam hanya 1 dan 12 titik api.
Kebakaran hutan bisa dicegah dengan sejumlah strategi secara simultan antara pemerintah dan masyarakat. Hal itu dapat dicontoh dari Provinsi Sumatera Selatan yang cukup sering terjadi kebakaran hutan.
Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan dan Pemeliharaan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Sumatera Selatan Wilman mengatakan, pencegahan kebakaran hutan di Sumatera Selatan pada musim kemarau dilakukan melalui empat upaya.
Dimulai dari evaluasi kesiapsiagaan pencegahan kebakaran di areal konsesi perkebunan dan kehutanan. Kemudian kampanye karhutla berupa pemasangan spanduk dari Gubernur Sumsel, operasi pembasahan di lahan gambut, dan terakhir teknologi modifikasi cuaca kerja sama dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove RI.