Perekonomian Bali Belum Sepenuhnya Pulih dari Pandemi
Pandemi Covid-19 masih menyisakan dampak ekonomi bagi pelaku usaha di Bali. Kedatangan wisatawan mancanegara diharapkan mampu mempercepat pemulihan ekonomi di Bali.
Oleh
FAJAR RAMADHAN, JOHANES GALUH BIMANTARA, DHANANG DAVID ARITONANG, HARRY SUSILO
·5 menit baca
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Suasana di area Pasar Rakyat Tematik Wisata Ubud, Ubud, Gianyar, Senin (24/4/2023). Wisatawan berfoto di pelataran Pasar Rakyat Tematik Wisata Ubud, yang sebelumnya dikenal sebagai Pasar Seni Ubud.
Para pelaku usaha pariwisata kini tengah berjuang bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19. Kedatangan "turis berkualitas" berkocek tebal ke Bali diharapkan meningkatkan kembali pendapatan mereka.
Minggu (9/4/2023) sore, puluhan turis asing terlihat menyusuri sebuah lorong selebar tiga meter di Pasar Seni Ubud, Gianyar, Bali. Beberapa pedagang yang menempati kios di sisi kanan dan kiri lorong tak kenal lelah menawarkan barang dagangan ke setiap pelintas.
Fabrizio (29) yang tengah berjalan dengan ibunya, beberapa kali berhenti dan membeli cinderamata di kios-kios itu. Pria asal Argentina itu membeli kerajinan kayu berbentuk monyet dan celana pantai.
Ini adalah kali kedua bagi Fabrizio berlibur ke Bali setelah kunjungan pertamanya pada September 2022 lalu.
"Pertama kali datang ke Bali saya langsung terkesan. Sekarang saya datang lagi dan mengajak ibu saya untuk menikmati ketenangan di Ubud," ujarnya.
Selama bertahun-tahun, kedatangan turis asing ke Pasar Seni Ubud telah menjadi napas hidup perekonomian masyarakat setempat. Kini, mereka menyambut kembali kedatangan para turis asing meski kondisinya belum seramai sebelum pandemi Covid-19.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN
Cok Dewi Jayanti (kiri), salah satu pedagang di kawasan Pasar Seni Ubud, Ubud, Gianyar, Bali saat ditemui pada Minggu (9/4/2023).
Belum sama
Cok Dewi Jayanti (31), pedagang baju yang juga tinggal di kawasan Pasar Seni Ubud mengungkapkan, Ubud kini memang sudah mulai dipadati kembali turis asing. Hanya saja, minat turis asing membeli cinderamata tidak seantusias seperti sebelum pandemi.
Sebelum pandemi, Dewi mengaku bisa mendapat omzet rata-rata sekitar Rp 3 juta perhari. Dia mengaku pendapatannya masih belum kembali seperti sebelum pandemi Covid-19 melanda. "Dulu kalau peak season bisa lebih dari Rp 5 juta perhari. Sampai-sampai bisa membeli sepeda motor habis itu. Sekarang (pendapatannya) masih jauh," ungkapnya.
"Dulu kalau peak season bisa lebih dari Rp 5 juta perhari. Sampai-sampai bisa membeli sepeda motor habis itu. Sekarang (pendapatannya) masih jauh," - Cok Dewi Jayanti
Pandemi Covid-19 benar-benar menjadi momok bagi perempuan yang mengandalkan hidupnya dari sektor pariwisata tersebut. Kala itu, Dewi terpaksa harus menutup kiosnya karena nyaris tak ada turis yang datang saat itu. Dia dan keluarga mengandalkan uang tabungan untuk bertahan hidup.
Komang Artha (36) pedagang cinderamata di kawasan Pasar Seni Ubud, mengakui, dalam setahun terakhir setelah Bali kembali dipadati wisatawan bisa memperoleh omzet rata-rata Rp 2 juta per hari. Penghasilannya masih belum pulih seperti saat sebelum pandemi.
"Kalau sebelum Covid, omzet bisa Rp 5 juta per hari," kata lelaki yang sudah 10 tahun berjualan cinderamata ukiran kayu di Ubud tersebut.
Kepala Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Bali Trisno Nugroho mengatakan, pandemi Covid-19 memang masih menyisakan scarring effect bagi para pelaku usaha pariwisata di Bali. Meskipun Bali mencatat pertumbuhan ekonomi positif 4,84 persen di tahun 2022, namun Produk Domestik Bruto Regional (PDRB) Bali masih minus 3,24 persen dibandingkan sebelum pandemi Covid-19.
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Bali Trisno Nugroho dalam acara pencanangan digitalisasi kawasan pasar tradisional Klungkung di Pasar Semarapura, Klungkung, Bali pada Senin (8/11/2021).
Sementara, pertumbuhan ekonomi di Bali pada triwulan I-2023 mencapai 6,04 persen. Namun, level PDRB masih di bawah kondisi sebelum Covid-19.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) triwulan I-2023 tercatat sebesar Rp 63,62 triliun, sedangkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tercatat Rp 37,46 triliun.
"Masih ada yang sakit. (Beberapa) hotel dan restoran di Bali masih belum kembali normal, walaupun sudah mulai membaik," katanya.
Trisno berharap, kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) dapat membantu mempercepat pemulihan ekonomi di Bali pasca Covid-19. Selama ini, perekonomian Bali memang sensitif dengan gejolak kedatangan wisman.
"Tentunya ada batasnya. Tidak harus kita dorong sebanyak-banyaknya wisman datang ke Bali. Tentunya wisman yang berkualitas," ujarnya.
Pertama kali datang ke Bali saya langsung terkesan. Sekarang saya datang lagi dan mengajak ibu saya untuk menikmati ketenangan di Ubud
Dia menambahkan, jumlah wisman yang datang ke Bali pada 2022 sebanyak 2,2 juta orang. Angka ini masih jauh jika dibandingkan dengan jumlah wisman pada 2019 yakni 6,2 juta orang. Sementara pada periode 1 Januari-1 Mei 2023, jumlah wisman yang masuk ke Bali sebanyak 1,6 juta orang.
"Jika kedatangan wisman ke Bali konsisten sebanyak 1,6 juta orang per empat bulan, maka di akhir tahun ini jumlahnya 4,8 juta orang. Artinya, jumlahnya masih di bawah sebelum pandemi," ungkapnya.
Pengeluaran besar
Trisno menyebut, rata-rata pengeluaran wisman di Bali mencapai sekitar 1.200 dolar AS (Rp 17,6 juta) hingga 1.500 dolar AS (Rp 22 juta) per kunjungan. Angka ini didapatkan dari survei yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali pada tahun 2019.
Artinya, jika pada tahun 2019 terdapat 6,2 juta wisman di Bali, maka pengeluaran rata-ratanya mencapai Rp 109,1 triliun hingga Rp 136,4 triliun.
"Memang harus kami akui mereka (wisman) pengeluarannya lebih besar ketimbang wisatawan domestik," katanya.
RIAN SEPTIANDI
Peselancar sedang beraksi di Pantai Dreamland, Pecatu, Bali, Jumat (21/04/2023).
Rata-rata pengeluaran tersebut bukan hanya pengeluaran saat wisman berada di Bali, namun termasuk pengeluaran untuk pesawat dan lainnya. Sementara, pengeluaran wisman selama berada di Bali paling besar adalah untuk food and beverage atau makanan dan minuman.
"Mungkin 25 persen (pengeluaran) untuk kamar. Ada yang untuk transportasi, ada yang untuk food and beverage. Mungkin 50 persen untuk food and baverage. Kalau wisawatan domestik kebalik. Kamarnya tinggi, food and baverage kecil," katanya.
RIAN SEPTIANDI
Silmy Karim Dirjen Imigrasi saat diwawancarai Kompas di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin (3/4/2023).
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Silmy Karim menekankan, wisman yang datang ke Bali harus dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi Indonesia. Untuk itu, kedatangan turis asing yang berkualitas ke Bali harus terus didorong.
Pemerintah mempersilakan orang asing di Bali untuk berinvestasi dan membuka lapangan pekerjaan, bukan malah mencari pekerjaan di Bali. "Kalau dia kerja otomatis, dia bayar pajak. Boleh berinvestasi, membuka lapangan pekerjaan. Bukan malah kesini mencari pekerjaan. (Itu namanya) tidak berkualitas," tegas Silmy.