Di sistem mami, bosnya adalah mami atau germo. Adapun di sistem joki bosnya adalah si pekerja seks.
Oleh
JOG/FRD/DIV/ILO
·6 menit baca
ARSIP KOMPAS
RA (16) korban anak yang diperdagangkan lewat media sosial di Jakarta.
Istilah mucikari yang kita kenal biasanya merujuk pada bos dari sejumlah pekerja seks komersial, populer disebut mami atau germo. Mereka punya teknik memaksa “anak-anak didiknya” agar tetap patuh bekerja. Namun, kini ada pula sistem joki atau calo, yang cenderung tanpa jeratan apa pun untuk membuat pekerja seks termasuk yang masih di bawah umur untuk mau dijual mereka.
Bulan Januari lalu, tim Investigasi Harian Kompas berbincang dengan anak perempuan asal Depok, Jawa Barat, berinisial TA di sebuah rumah aman di Jakarta. Ia kerap memelas pada pendampingnya agar dibolehkan memegang telepon seluler karena selama berhari-hari tidak bisa berselancar di dunia maya.
Suaranya manja seperti sedang merengek pada orangtuanya. Mungkin, membangun kedekatan dengan pendamping jadi pelipur atas kurangnya perhatian ayah dan ibu TA sewaktu ia masih di rumah. Kondisi tersebut turut memicu anak perempuan berusia 16 tahun ini terjerumus ke lubang perdagangan anak.
TA masuk rumah aman setelah ketahuan menjadi penyedia jasa seksual bagi pria-pria hidung belang dengan memanfaatkan aplikasi Michat. Tidak diawali dengan penipuan dan tanpa ada paksaan ia masuki dunia penuh eksploitasi itu.
ARSIP KOMPAS
Korban perdagangan anak, TA (16), sedang mengikuti pelatihan salon di salah satu rumah aman di Jakarta pada Kamis (12/1/2023).
Ia memang sempat ragu sebelum pertama kali bertransaksi seks. Pertahanannya runtuh setelah tamu perdananya menuruti berapa pun bayaran yang diminta. TA menyebut angka Rp 3,5 juta. “Cash (tunai) uangnya, langsung di kasur dipanjangin gitu duitnya,” ujar TA.
Mulai bekerja pada September 2022, TA berhenti tanggal 30 November 2022 akibat penggerebekan oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya di Cilodong, Depok, di kamar indekos yang jadi tempat tinggal sekaligus tempatnya melayani tamu.
TA mengaku dijual mucikari. Ia tidak mencari konsumen langsung. Namun, ia masih merasa beruntung karena para mucikarinya terlibat dengan sistem joki, bukan sistem mami.
“Kalau sistem mami itu sistem gaji, seminggu sekali digaji, sebulan sekali digaji. Enggak megang uang sendiri,” tutur TA. Sementara dengan sistem joki, TA memegang sendiri uang hasil transaksi dengan tamu, lalu memberikan sebagian kecilnya ke joki yang mencarikan konsumen.
Di sistem mami, bosnya adalah mami atau germo. Adapun di sistem joki bosnya adalah si pekerja seks.
Joki-joki TA mencarikan tamu berbekal aplikasi Michat di telepon seluler. Profil akun diberi foto asli TA tetapi namanya diganti.
Joki membuka harga di angka Rp 800.000 untuk sekali berhubungan selama 20-an menit. Setelah ada tamu yang nyantol di Michat, tamu dan joki (kadang tamu mengira sedang berkomunikasi dengan pekerja seks sendiri) bakal negosiasi harga.
TA masih bersedia jika harga yang disepakati minimal Rp 350.000. Di angka itu, ia memberi upah joki Rp 50.000.
Salah satu penjual TA adalah AL (17), laki-laki yang juga masih di bawah umur. Mereka mulai bekerja sama sejak sama-sama menghuni sebuah apartemen di Cimanggis, Depok.
ARSIP KOMPAS
AL (17), joki prostitusi daring asal Kota Bogor, Jawa Barat tengah mengikuti pelatihan mekanik di salah satu rumah aman di Jakarta, Kamis (12/1/2023).
Soal komisi mencarikan tamu, AL menambahkan, jika konsumen sepakat di angka Rp 400.000, ia bisa mendapatkan Rp 100.000, dan bisa meraup 150.000 jika harganya Rp 500.000. Besaran komisi merupakan hasil kesepakatan AL dan TA.
TA mengaku dijual mucikari. Ia tidak mencari konsumen langsung. Namun, ia masih merasa beruntung karena para mucikarinya terlibat dengan sistem joki, bukan sistem mami
Namun, AL harus siap siaga selama majikannya melayani tamu. Jika ada masalah antara pekerja seks dan konsumen, ia langsung masuk kamar yang pintunya memang tidak boleh dikunci. Jadi, pekerjaannya tidak sekadar merayu calon tamu.
Sejak pertama kali berkecimpung di pertengahan 2022, AL sudah berkenalan dengan sekitar 30 joki. “Ada (yang seumuran), bahkan di bawah (lebih muda lagi) ada,” katanya.
Sosok pelindung
TA menyatakan, para joki tidak pernah kasar padanya. Malah, ia menemukan sosok pelindung pada diri mereka. Suatu waktu, ia ribut dengan pacarnya lalu curhat ke sejumlah joki. Hasilnya, pacarnya babak belur.
ZOOM/ARSIP KOMPAS
Sosiolog Universitas Airlangga Surabaya, Prof Bagong Suyanto, dalam wawancara jarak jauh melalui Zoom pada Kamis (1/2/2023).
Sosiolog Universitas Airlangga Surabaya, Prof Bagong Suyanto, sudah menangkap fenomena pendekatan halus mucikari guna membuat pekerja seks terus terjebak di dunia itu. Ia melaporkannya dalam studi disertasi yang lalu dibukukan dengan judul Anak Perempuan yang Dilacurkan: Korban Eksploitasi di Industri Seksual Komersial (2012).
“Sebagai anak di bawah umur, anak perempuan yang dilacurkan bagaimana pun tetap tidak bisa menghilangkan sifat-sifat kekanakannya,” tulis Bagong di bukunya. Kondisi tersebut membuat anak cenderung bergantung pada germo yang dianggap sebagai patron atau pengganti sosok orang tua.
KOMPAS
Tim Investigasi Harian Kompas sejak awal Januari hingga Februari menelisik keberadaan anak-anak perempuan belasan tahun yang diperdagangkan dan dipaksa menjadi pekerja seks komersial di Jakarta dan berbagai daerah. Anak-anak tersebut terperangkap jaringan perdagangan manusia dengan berbagai tipu daya dari pelaku. Ada yang menjadi korban karena dijual lewat skema prostitusi daring, ada juga yang dijajakan di tempat layanan spa plus serta rumah bordil berkedok kafe.
Menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah, perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat sejumlah anak terjerumus ke prostitusi seakan tanpa paksaan dari mucikari. Mucikari membangun kedekatan dengan korban, bahkan beberapa di antaranya merupakan kawan atau pacar.
“Mucikari itu tidak menjadi monster, tetapi menjadi orang yang begitu memberikan pertolongan kepada anak ini, dan itu sangat ampuh,” kata Ai. Dengan pendekatan kekeluargaan, mucikari leluasa menjual anak ke tamu.
ADITYA DIVERANTA
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah
Sistem mami
Namun, bukan berarti sistem mami lantas mati. Bukan berarti penggunaan tipuan, ancaman, kekerasan, dan penyekapan tidak ada lagi. Ai mencontohkan, pihaknya turut menangani tiga anak korban eksploitasi seksual yang pada awal Januari lalu diungkap polisi.
Anak-anak tersebut merupakan bagian dari enam korban eksploitasi seksual hasil pengungkapan personel Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat. Pelaku menggaet korban dengan tawaran kerja di hotel lewat media sosial. Lalu, korban disekap dan dipaksa melayani tamu di apartemen.
Bagi Ai, itu praktik perbudakan. “Dia menstruasi, dikasih obat untuk menghentikan dan harus tetap melayani,” ucap dia.
Mucikari itu tidak menjadi monster, tetapi menjadi orang yang begitu memberikan pertolongan kepada anak ini, dan itu sangat ampuh (Ai Maryati Sholihah)
Anak lain yang pernah dijual ke pria hidung belang dengan sistem mami adalah WI (15). Dari Indramayu Jawa Barat, ia dibawa mucikari ke pelosok Paniai di Provinsi Papua (saat ini Papua Tengah) pada pertengahan 2021 silam.
ARSIP KOMPAS
WI (15), korban perdagangan anak asal Indramayu, Jawa Barat saat ditemui dirumahnya, Rabu (1/2/2023). WI pernah dipaksa menjadi pekerja di salah satu kafe di pedalaman Paniai, Papua.
WI termakan tipuan bakal diajak kerja di kedai di Surabaya, Jawa Timur. Nyatanya, ia dipaksa jadi teman minum (dikenal sebagai lady companion atau LC) bagi tamu-tamu kafe di Paniai. Besar upah bergantung jumlah minuman keras yang dipesan tamu WI. Ia menerima 100.000 per botol kecil.
Mami membayarkan upah LC setelah seminggu. Namun, hingga sekitar dua minggu, WI masih ogah mencari tamu sampai si mami meradang.
“Di sini, masih ada bekasnya,” ucap WI menunjuk kakinya yang disundut rokok oleh mami akibat pernah menolak melayani tamu. Mucikari juga sempat menyeret WI yang tengah memegang gelas teh hingga airnya tumpah. Kepala WI dipukul pula dengan ponsel.
Hendak kabur dari sana tak mungkin. Kafe berada di tengah hutan yang dikepung hewan buas, sulit diakses tanpa helikopter, serta dibayangi konflik bersenjata. Jika ingin keluar “secara baik-baik", mami meminta ibunda WI menebus sebesar Rp 25 juta.
ARSIP KOMPAS
WI (15), korban perdagangan anak asal Indramayu, Jawa Barat saat ditemui dirumahnya, Rabu (1/2/2023). WI pernah dipaksa menjadi pekerja di salah satu kafe di kawasan tambang emas, 99 Ndeotadi, Distrik Bogobaida, Paniai, Papua.
Akhirnya, lewat koordinasi diam-diam antara WI dan ibunya di Indramayu, polisi menyelamatkan dia dan sejumlah anak lainnya pada Agustus 2021 dari kafe tersebut.
Namun, pulang ke keluarganya tak menuntaskan masalah. WI terus dihantui trauma. Teman-teman sekolahnya mengejek seakan ia senang dieksploitasi di Papua sehingga ia memilih tak melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas.
Meski demikian, bukan berarti anak yang dilacurkan dengan sistem joki kurang menderita dibanding yang dengan sistem mami. Baik korban sistem mami maupun joki menghadapi risiko-risiko yang sama, termasuk terserang penyakit menular seksual (PMS).
“Anak di bawah umur itu ketika masuk ke prostitusi, pasti mereka menjadi kelompok yang paling rawan tertular PMS dan HIV/AIDS, karena alat genital anak perempuan belum tumbuh sempurna,” kata Prof Bagong.