Setiap malam, anak-anak yang tinggal di sekitar kawasan Gang Royal dipertontonkan dengan praktik prostitusi yang juga kerap melibatkan anak. Mereka kini rentan terseret dalam praktik serupa.
Oleh
FRD/JOG/DIV/ILO
·5 menit baca
ARSIP KOMPAS
Sebuah plang deklarasi Kampung Terpadu Ramah Anak terpasang di depan sebuah gang di RW 13 Kampung Rawa Bebek, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara pada Minggu (29/1/2023). Di dalam gang tersebut terdapat kawasan prostitusi Gang Royal yang diketahui pernah mempekerjakan anak.
Jam tangan menunjukkan pukul 23.30, Minggu (15/1/2023) lalu. Entakan musik disko yang awalnya samar terdengar semakin kencang di mulut gang di dekat Pos RW 13 Penjaringan, kawasan Rawa Bebek, Jakarta Utara. Gemerlap cahaya warna-warni menyorot terang. Kami terdiam sejenak.
Kami lantas berjalan mendekat untuk menyusuri gang selebar 1,5 meter yang tersohor dengan sebutan Gang Royal tersebut. Lorong sempit sepanjang sekitar 100 meter itu dipenuhi gadis-gadis yang duduk berjajar di atas bangku kayu. Sebagian besar berbaju ketat dan berdandan semenarik mungkin.
Mereka duduk di depan kafe-kafe dengan kelap-kelip lampu disko. Masing-masing kafe menyetel musik kencang sehingga bunyinya bertabrakan. Kebanyakan kafe di Gang Royal itu lebih menyerupai warung kopi, berisi bangku kayu dengan dinding triplek dan atap seng. Bedanya, kafe itu menyajikan bir dan beberapa minuman kemasan botol.
STEFANUS ATO
Lokasi tempat prostitusi ilegal yang berdiri di tepi rel kereta api, di Rawa Bebek, Jakarta Utara, pada Rabu (22/1/2020).
Di tengah-tengah gang, berdiri beberapa lelaki muda yang dengan sigap merangkul para pengunjung yang melintas. "Ayo dipilih bos, 170 (ribu) saja sekali main. Dijamin puas," bisik salah satu pria sembari menunjuk ke arah para perempuan yang duduk di hadapannya.
Saat kembali melangkah untuk melintasi kafe lainnya, ada seorang lelaki yang kembali mendekat dan menyuarakan tawaran serupa. “Ayoo bos, 170 (ribu) saja langsung naik,” kata salah satu lelaki berambut gondrong.
Setiap kafe, atau lebih tepat disebut rumah bordil itu, terdapat seorang lelaki yang bertugas menawarkan jasa para pekerja seks komersial (PSK) yang duduk berjajar tersebut. Beberapa pengunjung yang tertarik kemudian langsung masuk ke salah satu kafe sembari menggamit tangan perempuan yang dia tunjuk.
ARSIP KOMPAS
Suasana malam di sebuah kafe di Gang Royal, Rawa Bebek, Jakarta Utara, Senin (16/1/2023) dini hari. Di sepanjang gang ini berjejer kafe-kafe yang menjadi lokasi prostitusi saat malam hari.
Wajah belia
Beberapa perempuan terlihat masih belia meskipun wajahnya tersamar dengan kosmetik tebal. Walakin, tidak mudah untuk memastikan usia mereka yang sebenarnya.
“Di sini tidak ada yang usianya di bawah 18 tahun. Kan enggak boleh ada di sini,” kata salah satu lelaki di salah satu kafe yang menawarkan jasa seks para perempuan tersebut.
Salah satu perempuan yang sempat berbincang dengan kami, DI, mengaku usianya sudah 20 tahun meski wajahnya tampak belia. Setiap ditatap, dia kerap memalingkan wajah. Gestur tubuhnya terlihat malu-malu. Gaya bicaranya juga terdengar kekanak-kanakan.
Kata mami kalau ada yang nanyain umurnya jangan jawab umur asli. 20 tahun ke atas gitu. Akunya iya iya aja. Takut. (NT)
Lokalisasi di Gang Royal ini memang sudah beberapa kali digerebek aparat kepolisian karena kedapatan menawarkan jasa prostitusi anak di bawah umur. Pengalaman ini tentu membuat para "mami", sebutan mucikari di lokasi itu ekstra hati-hati.
STEFANUS ATO
Kafe yang digrebek Polda Metro Jaya masih dipasangi garis polisi, pada Rabu (22/1/2020), di Rawa Bebek, Penjaringan, Jakarta Utara.
Pada awal 2020 misalnya, Polda Metro Jaya menggerebek Kafe Khayangan, salah satu kafe di Gang Royal yang menawarkan jasa prostitusi anak. Enam pelaku ditangkap, termasuk dua mami. Sedikitnya, 10 anak menjadi korbannya.
NT (19), salah satu korban perdagangan orang di Rawa Bebek mengakui para mami memang memintanya merahasiakan usia kepada para pengunjung. Saat berada di sana, NT kala itu masih berusia 16 tahun. Namun dia dipaksa menyebutkan usianya di atas 20 tahun.
"Kata mami kalau ada yang nanyain umurnya jangan jawab umur asli. 20 tahun ke atas gitu. Akunya iya iya aja. Takut," ungkap NT saat ditemui di Subang, Jawa Barat, Jumat (27/1/2023).
ARSIP KOMPAS
NT (19), korban perdagangan anak saat ditemui di rumahnya di Subang, Jawa Barat pada Kamis (2/2/2023). NT pernah dipaksa menjadi pekerja di salah satu kafe di Gang Royal, Kampung Rawa Bebek, Penjaringan, Jakarta Utara.
Anak-anak yang dipekerjakan di sana terpaksa mematuhi apa pun perkataan sang mami jika tidak ingin keselamatannya terusik.
NT misalnya, hanya diizinkan keluar dari kafe sekaligus tempat tinggalnya untuk makan dan membeli perlengkapan harian. Itupun dia harus diikuti oleh tiga orang penjaga.
Menurut NT, anak-anak yang sudah lama berada di sana dipaksa melayani minimal 12 pria hidung belang dalam semalam. Jika tidak, mereka akan menjadi sasaran amukan dan bayarannya dipangkas. NT beruntung hanya empat hari berada di sana sebelum akhirnya digerebek polisi.
AGUS SUSANTO
Foto udara tanah lapang yang dicat warna-warni diantara hunian padat penduduki di RW 10 Kampung Rawa Bebek, Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi, Minggu (25/8/2020). Warga bergotong royong mengecat kampung tersebut dalam rangka perlombaan antar RT untuk memeriahkan Hari Ulang Tahun Ke-75 Kemerdekaan RI. Selain mempercantik kampung, aneka lukisan tersebut juga menjadi wahana edukasi untuk anak-anak.
Tak terdeteksi
Keberadaan lokalisasi anak di Gang Royal memang nyaris tak terendus oleh orang awam. Lokasinya yang berada di tengah-tengah gang sempit sulit untuk dideteksi.
Sementara pada siang hari, Gang Royal juga terlihat gelap. Saking berhimpitnya bangunan kafe membuat cahaya matahari sulit masuk.
Hal ini sekaligus membuat gang tersebut kedap suara. Musik dari dalam kafe hanya terdengar dari radius sekitar 10 meter. Begitu keluar ke Jalan Rawa Bebek Selatan, suara mendadak hening. Padahal jaraknya dengan Gang Royal hanya sekitar 20 meter.
Kafe-kafe di Gang Royal didominasi oleh bangunan semipermanen dengan luas sekitar 3×7 meter. Sementara pada lantai atas disediakan bilik-bilik kamar untuk prostitusi.
NELI TRIANA
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus (tengah) memimpin konferensi pers di markas polda, Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2020), tentang pengungkapan sindikat perdagangan anak untuk prostitusi di salah satu kafe di Kampung Rawabebek, Penjaringan, Jakarta Utara.
Pintu dan jendela kafe yang dibiarkan terbuka sepanjang malam juga memungkinkan siapapun untuk masuk. Malam itu, sejumlah penjual asongan terlihat keluar-masuk kafe. Beberapa pria berpeci dan sarung juga mondar-mandir membawa kotak amal.
Kami bahkan beberapa kali dihampiri oleh anak-anak berusia yang diperkirakan belum sampai 10 tahun untuk mengemis. Mereka juga tak sungkan meminta kepada para pria yang tengah berjoget dengan wanita penghibur pilihan masing-masing. Saat itu memasuki waktu dini hari.
Padahal, di pintu masuk gang terdapat sebuah plang berukuran 2,5 x 1,5 meter bertuliskan "Deklarasi Kampung Terpadu Ramah Anak menuju Kota Jakarta Ramah Anak RW 13 Penjaringan". Di situ juga tertera tanggal deklarasi yakni 13 Agustus 2017. Artinya sudah lebih dari lima tahun deklarasi ini terwujud.
Alih-alih menemukan tempat bermain di balik plang deklarasi tersebut, kami justru melihat anak-anak bebas berkeliaran di dalam kawasan prostitusi. Gemerlap lampu warna-warni dan musik disko ibarat menjadi keseharian bagi mereka.
Camat Penjaringan Depika Romadi mengatakan, dibentuknya kampung ramah anak di RW 13 bertujuan untuk mengarahkan anak-anak pada kegiatan yang positif. Sebab, anak-anak di sana memiliki kerentanan karena tinggal di sekitar lingkungan prostitusi Gang Royal Rawa Bebek.
"Intinya, walaupun di situ ada prostitusi tapi anak-anak punya kegiatan lain yang bisa menjadi fokus sesuai kebutuhan mereka," kata Depika.