Upaya Pencegahan Perdagangan Anak Berawal dari Desa
Korban perdagangan anak kerap kali berasal dari wilayah pelosok desa. Karena itu, upaya untuk memutus rantai praktik terlarang ini pun semestinya dilakukan sejak dari desa.
Oleh
DIV/JOG/FRD/ILO
·4 menit baca
ARSIP KOMPAS
SK (17) saat ditemui di Blitar, Jawa Timur, Kamis (12/1/2023). Perempuan ini adalah penyintas perdagangan anak yang sempat dibawa hingga ke Malaysia.
Korban tindak pidana perdagangan orang dengan korban anak kerap kali berasal dari pelosok desa yang jauh dari hingar-bingar kota. Untuk itu, upaya pencegahan seharusnya dilakukan mulai dari desa untuk memutus rantai perdagangan anak tersebut.
Sejumlah desa memulai upaya pencegahan seiring ditemukannya kasus perdagangan anak. Desa Kemloko di Nglegok, Blitar, Jawa Timur, misalnya, mendapati kasus perdagangan anak dengan SK (17) sebagai korban.
Desa yang menjadi rumah bagi SK ini didominasi penduduk bekerja di bidang pertanian dan perdagangan. Sementara, dari data di situs resmi Desa Kemloko per Rabu (1/3/2023), angka penduduk yang tidak bekerja juga tinggi, yakni 1.142 dari total 4.886 penduduk.
Di sisi lain, ada lebih dari separuh total penduduk yang tidak menempuh pendidikan SMP. SK pun termasuk dalam salah satu yang tidak tamat pendidikan SMP.
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA
Salah satu sisi rumah SK (17) saat dikunjungi di Blitar, Jawa Timur, pada Kamis (12/1/2023).
SK kala itu dipekerjakan ke Malaysia saat masih berusia masih 14 tahun. Dia menyebut dibantu sejumlah pihak dari luar desa yang semula menawarkan pekerjaan itu. Ternyata, SK sama sekali tak dapat upah serta jam kerja layak. Bahkan ia kerap dipukul oleh agennya di Malaysia.
Sekretaris Desa Kemloko Khotib Azhari menuturkan, kasus SK baru diketahui saat ada gelombang deportasi pekerja migran dari Malaysia April 2020. Kasus itu juga mengejutkan lantaran SK baru berusia 14 tahun sudah bisa bekerja ke luar negeri.
"Pemerintah desa baru tahu ketika SK dipulangkan. Waktu itu Covid-19 sedang merebak dan dia mesti menjalani karantina. Cerita SK ikut menyebar dan akhirnya terkuak bahwa dia berangkat secara ilegal, tidak melibatkan desa,” ujar Khotib.
Kisah kegagalan pekerja migran lewat jalur ilegal juga perlu diceritakan. Supaya tidak hanya cerita sukses yang tersebar dan anak muda juga (bisa) berhati-hati (Khotib Azhari)
ARSIP KOMPAS
Sekretaris Desa Kemloko Khotib Azhari
Khotib menjelaskan, kasus SK turut memantik kesadaran bahwa kasus perdagangan anak masih ada di sekitar masyarakat. Apalagi, Desa Kemloko tergolong sebagai wilayah dengan minat tinggi sebagai pekerja migran. Anak muda di desa bisa saja terjerat bujuk rayu menjadi pekerja migran dengan jalur ilegal.
Sosialisasi
Pemberian literasi terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO) pun dilakukan. Khotib bercerita, sosialisasi tentang pekerja migran disampaikan lewat keluarga dan forum warga. Hal yang ditanamkan kepada anak muda adalah pekerja migran tidak hanya tentang kisah sukses. Ada banyak cerita gagal yang kerap menimpa para pekerja, salah satunya saat terjerat lingkaran perdagangan orang.
KOMPAS
EH (22) dan SK (17) pernah menjadi korban perdagangan anak yang dijual ke luar negeri sebagai pekerja migran Indonesia (PMI). Sejak usia belia, mereka terpaksa jauh dari rumah demi membantu perekonomian keluarga. Akan tetapi, mereka malah jatuh dalam cengkraman perdagangan anak.
Bersama perkumpulan mantan pekerja migran, Khotib dan perangkat desa lainnya menyampaikan kisah kegagalan pekerja migran di masa lalu. Tujuannya agar peminat usia muda pun belajar dari cerita kegagalan, mulai dari risiko upah tidak dibayarkan, jam kerja berlebihan, hingga mengalami penyiksaan.
“Kami bersama perkumpulan mantan pekerja migran, turut menceritakan kisah kegagalan pekerja migran yang lewat jalur ilegal. Supaya tidak hanya cerita sukses yang tersebar dan anak muda juga berhati-hati. Pelajari dulu, pintar dulu, cermati informasi (tawaran pekerjaan) apakah itu jalur legal atau bukan,” jelasnya.
ARSIP KOMPAS
SK (17) saat ditemui di Blitar, Jawa Timur, Kamis (12/1/2023). Perempuan ini adalah penyintas perdagangan anak yang sempat dibawa hingga ke Malaysia.
Diarahkan legal
Khotib mengatakan, warga yang membutuhkan surat rekomendasi menjadi pekerja migran akan selalu diarahkan untuk menempuh jalur legal. Jalur ini antara lain melalui Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dari instansi resmi.
“Kami juga berusaha memantau pendatang di desa yang sekiranya memberi tawaran kerja di luar negeri dari jalur ilegal. Upaya yang dilakukan adalah mengingatkan warga untuk berhati-hati. Namun, pilihan tetap kembali ke mereka,” ucap Khotib.
Sosiolog Universitas Airlangga Bagong Suyanto mengatakan, sudah semestinya ada mekanisme pengawasan perdagangan anak sejak dari desa. Sebab, sang makelar kerap bergerilya mencari anak dengan datang ke desa-desa. Maka itu, pengawasan juga harus dilakukan secara gerilya dari desa-desa.
ARSIP KOMPAS
Sejumlah anak berhadapan dengan hukum (ABH) sedang menjalankan shalat berjamaah di Yayasan Bina Sejahtera Indonesia (Bahtera) Bandung, Jawa Barat pada Rabu (18/1/2023).
Bagong juga menekankan pentingnya kehadiran kelompok-kelompok sekunder yang punya kepekaan akan perdagangan orang. Peran kelompok ini urgen untuk memberikan literasi, mengingatkan risiko terburuk apabila terjerat bujuk rayu praktik terlarang itu.
“Aparatur desa semestinya memiliki kepekaan. Kalau ada orang asing masuk (desa), misal menawarkan pekerjaan ke luar negeri, ya, harus hati-hati. Jadi ada yang mengingatkan, ada pula yang cek, anak ini siapa yang membawa, siapa perantaranya,” tutur Bagong.
Jika semua pihak mau berperan aktif, desa sebagai tingkat pemerintahan terkecil dapat berperan besar dalam perlindungan anak.