Gaji Rp 1,5 Juta Per Bulan dengan Risiko Dipenjara
Setahun pertama memproduksi oli palsu, GT digaji Rp 1,5 juta per bulan, lalu naik jadi Rp 1,8 juta per bulan hingga bosnya ditangkap. Padahal, pegawai oli palsu seperti GT punya risiko dipenjara seperti pemilik bisnis.
Oleh
FAJAR RAMADHAN, JOHANES GALUH BIMANTARA, ADITYA DIVERANTA, HARRY SUSILO
·5 menit baca
JOHANES GALUH BIMANTARA
Polisi bersiap masuk ke rumah produksi oli palsu di Jalan Batik Gayam Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang, Selasa (18/10/2022). Rumah produksi itu merupakan satu dari tiga tempat pembuatan oli palsu di Semarang yang dimiliki DKA alias Agung dan sudah digerebek personel Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Tengah.
Pebisnis oli palsu tidak hanya mengabaikan perlindungan konsumen tetapi juga juga tidak peduli dengan nasib para pegawainya. Karyawan pabrik oli palsu diberikan gaji rendah, disediakan tempat tinggal tak layak, juga berisiko turut dipenjara jika bisnis haram ini terbongkar.
Telepon dari seorang kawan di pertengahan 2020 bak melepas dahaga GT (28) akan pekerjaan. Tawaran proyek dari mandor tak kunjung datang gara-gara Covid-19 masih terlampau ganas.
Kawannya menawarkan kerja di tempat usaha sablon di Kota Semarang, Jawa Tengah. Tiada pengalaman menyablon tak jadi soal. “Yo wes, tak coba dulu, terus berangkat,” ucap GT saat coba mengingat lagi awal mula dia bekerja sembari menghisap rokok, Rabu (9/11/2022) malam, di Semarang.
Pria asal Grobogan, Jateng, ini kaget begitu tiba di tempat kerjanya yang beralamat di Jalan Kayumas Timur Nomor 10 Perumahan Tanah Mas, Kota Semarang. Bisnis calon bosnya bukan sablon, melainkan produksi oli palsu dengan meniru pelumas merek resmi.
FAJAR RAMADHAN
GT (28), mantan karyawan pabrik oli palsu di Kota Semarang, Jawa Tengah, pada Rabu (9/11/2022) bercerita tentang pengalamannya sewaktu masih bekerja di rumah produksi oli palsu.
Kawan GT mengaku diminta DKA (41) alias Agung, nama si bos, untuk membohongi agar GT terpancing datang. Sejak awal, GT sadar itu pekerjaan terlarang. “Niru merek, kan ndak boleh lah,” ujar ayah satu anak itu.
Di tengah intaian persoalan hukum, GT bekerja dengan upah tak layak. Setahun pertama memproduksi oli palsu, ia digaji Rp 1,5 juta per bulan.
Seandainya sejak awal tahu bisnis sebenarnya dari Agung, GT enggan bergabung. Namun, karena sudah terlanjur datang dan kepepet kebutuhan ekonomi karena masih menganggur, ia akhirnya menerima pekerjaan sebagai karyawan rumah pabrik oli abal-abal. Apalagi, Agung menjamin siap bertanggung jawab jika terjadi apa-apa.
Personel Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jateng,a Oktober lalu menggerebek rumah produksi oli palsu itu. Polisi menetapkan Agung sebagai pemilik bisnis dan AM (40), pengelola tempat produksi oli palsu, sebagai tersangka.
Di tengah intaian persoalan hukum, GT bekerja dengan upah tak layak. Setahun pertama memproduksi oli palsu, ia digaji Rp 1,5 juta per bulan. Setelah itu gaji naik menjadi Rp 1,8 juta per bulan dan tak berubah hingga bosnya dibekuk polisi. Jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan upah minimum Kota Semarang tahun 2022 sekitar Rp 2,8 juta per bulan.
JOHANES GALUH BIMANTARA
Kondisi kamar mess karyawan rumah produksi oli palsu di Jalan Kayumas Timur, Tanah Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Selasa (18/10/2022). Rumah produksi itu merupakan satu dari tiga tempat pembuatan oli palsu di Semarang yang dimiliki DKA alias Agung dan sudah digerebek personel Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Tengah.
Menurut GT, ada seniornya yang menerima upah lebih tinggi karena sudah lebih lama mengabdi pada Agung. Namun, besarannya tetap tidak menyentuh UMK karena hanya Rp 2 juta per bulan.
GT terkejut begitu tahu berapa uang hasil penjualan oli palsu Agung. Dari beberapa rumah produksi, Agung bisa menghasilkan total 3.000-an botol oli palsu per hari dan mendatangkan pemasukan Rp 960-an juta per bulan. Artinya, gaji GT hanya 0,18 persen dari total omzet bulanan Agung. “Kecewa. Upahnya enggak layak,” ujarnya.
Namun, GT masih lebih beruntung dibanding tiga rekan kerjanya di rumah produksi itu. Karena tinggal bersama istri di Semarang, ia dipinjami rumah dengan satu kamar dan satu kamar mandi di sisi pabrik tanpa membayar serupiah pun. Ia juga tidak perlu membayar listrik.
Niru merek, kan ndak boleh lah. (GT, karyawan produsen oli palsu)
Berteman botol oli
Adapun tiga rekannya tinggal di mess pabrik. Kompas sempat masuk ke rumah produksi tersebut. Mess yang dimaksud GT hanyalah kasur tanpa dipan di lantai dua dengan ditemani satu lemari kayu di sisinya, dan dilengkapi tumpukan kardus oli di sekelilingnya sebagai “dinding mess”. Ada satu mangkok bergambar ayam jago di atas salah satu tumpukan kardus.
JOHANES GALUH BIMANTARA
Kondisi kamar mess karyawan rumah produksi oli palsu di Jalan Batik Gayam Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang, Selasa (18/10/2022). Rumah produksi itu merupakan satu dari tiga tempat pembuatan oli palsu di Semarang yang dimiliki DKA alias Agung dan sudah digerebek personel Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Tengah.
Tidak ada ruang dengan dinding tembok untuk tempat istirahat tiga pegawai tersebut. Karena itu, rumah mungil yang dipinjamkan Agung ke GT dan istri adalah kemewahan dibandingkan dengan pegawai lain.
Tim Kompas juga menilik dua rumah produksi lain milik Agung. Satu di Jalan Kayumas Timur Nomor 28, yang berjarak dua menit jalan kaki dari tempat kerja GT. Satu lagi di Jalan Batik Gayam, Semarang Timur. Informasi dari penyidik, masing-masing memiliki dua pekerja.
Agung setidaknya menyediakan kamar tidur untuk mess di dua pabrik terakhir. Namun, standar layak tetap tidak terpenuhi. Pegawai tidur di kasur belel tanpa dipan. Jendela diberi penutup sehingga menghalangi sinar matahari masuk. Udara di dalamnya pun tak bebas berganti secara alami.
Risiko ancaman pidana nyaris terjadi ketika polisi menggerebek rumah-rumah pembuatan oli palsu Agung. Untungnya, GT dan kawan-kawan sesama karyawan tidak turut dijadikan tersangka.
HENDRICUS ARGA YUDHANTARA
Tumpukan kardus yang berisi botol-botol oli palsu, ditaruh di tangga sebuah rumah yang dijadikan tempat pembuatan oli palsu di Jalan Kayumas Timur, Kota Semarang. Jawa Tengah, Selasa (18/10/2022). Kasus pemalsuan oli ini terungkap setelah personel Polda Jateng menggerebek lokasi ini.
Direktur Reskrimsus Polda Jateng Komisaris Besar Dwi Subagio memastikan, tidak ada tersangka selain Agung dan AM. "Belum ada tersangka tambahan, karena DKA (Agung) ini yang langsung punya dana dan pelaksana," kata Dwi.
Beda dengan GT dan kawan-kawannya di Semarang, pegawai bisnis oli palsu di Kota Bekasi, Jawa Barat. harus turut merasakan jeratan hukum. Ketiga pegawai itu, S (30), JS (21), dan HB (24) ikut ditetapkan sebagai tersangka meski berperan sebagai karyawan di industri rumahan oli palsu milik MS (29). Baru beroperasi selama satu bulan, keempatnya kadung diringkus oleh tim dari Polsek Metro Bekasi Timur.
(Modalnya) pinjam dari orangtua Rp 150 juta. (MS, pemalsu oli di Bekasi)
Bagi S, ini adalah pengalaman pertamanya berkecimpung di bisnis oli palsu. Alih-alih menikmati hasil yang menggiurkan, ancaman pidana lima tahun penjara kini justru menantinya. "Baru (pertama)," kata pria asal Lampung ini.
Selama sebulan menjalankan bisnis, mereka mengaku telah menjual sekitar 500 dus oli berbagai merek ke distributor. Keuntungan yang didapat baru sekitar Rp 50 juta. Padahal, modal awal yang digelontorkan oleh MS sebesar Rp 150 juta. Sulit dibayangkan MS mampu mengupah karyawannya dengan layak di saat dua pertiga modalnya belum kembali.
KOMPAS/HARRY SUSILO
Para tersangka pemalsuan oli kendaraan bermotor dibawa personel kepolisian di Markas Kepolisian Sektor Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (7/10/2022). Pelaku memalsukan oli sepeda motor dan mobil beragam merek dan menjualnya melalui media sosial dengan harga yang lebih murah dibandingkan oli resmi. KOMPAS/HARRY SUSILO
"(Modalnya) pinjam dari orangtua Rp 150 juta," kata MS saat ditanya dari mana dia mendapatkan modal usahanya.
Belum lagi, MS juga harus menanggung biaya sewa kamar kontrakan di Jalan Makrik II, Mustikasari, Mustikajaya, Bekasi Timur yang digunakan sebagai tempat usaha. Di sana, dia menyewa tiga kamar seharga Rp 600.000 per bulan untuk satu kamarnya.
Dua kamar di lantai bawah difungsikan sebagai tempat produksi dan penyimpanan oli hasil produksi. Terlihat botol-botol dan dus-dus oli masih berserakan di depan kamar lantai bawah saat Kompas mendatangi lokasi pada awal Oktober 2022.
RIAN SEPTIANDI
Personel Polsek Bekasi Timur menunjukkan botol oli di kontrakan yang menjadi tempat produksi oli palsu di Mustikajaya, Kota Bekasi, Jawa Barat, seperti terlihat, Jumat. (7/10/2022). Polsek Bekasi Timur menangkap empat tersangka pemalsuan oli yang beroperasi di kontrakan tersebut.
Sementara satu kamar lagi di lantai atas disewa MS sebagai tempat tinggal. Di kamar berukuran 2,5 meter x 5 meter tersebut, MS dan ketiga karyawannya mesti berbagai ruang untuk tidur dan beristirahat.
Menjadi pegawai dalam bisnis oli palsu ini ibarat telur di ujung tanduk yang sewaktu-waktu dapat ikut terseret urusan hukum karena ulah bos mereka. Apalagi, potensi risiko yang mereka tanggung tidak sepadan dengan upah yang mereka terima.