Menghilangkan Jejak Transaksi dengan Menukar Mobil Boks di Tengah Jalan
Sopir suruhan produsen yang mengemudikan mobil boks bermuatan oli palsu bertemu dengan sopir utusan pembeli yang membawa mobil boks kosong. Di tengah jalan, mereka bertukar mobil.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA, FAJAR RAMADHAN, HARRY SUSILO, ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
Di kalangan pengedar narkoba, “sistem putus” biasa digunakan untuk mencegah transaksi terendus penegak hukum. Taktik menghilangkan jejak transaksi semacam itu rupanya juga dipakai pengedar oli palsu, salah satunya dengan trik menukar mobil boks di lokasi yang sudah disepakati.
Penjual sebisa mungkin tidak berjumpa langsung dengan pembeli. Kedua pihak lewat strategi komunikasi tertentu menyepakati tempat pengambilan barang, lalu ditaruh di suatu titik berpenanda.
Pelaku bisnis gelap oli palsu ternyata juga mengaplikasikan sistem transaksi terputus. Contohnya, petugas Kepolisian Daerah Jawa Tengah mendapati satu jaringan pengedar pelumas abal-abal memakai trik tukar mobil untuk mengaburkan jejak transaksi dengan pemesan.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng, Oktober lalu menggerebek tiga rumah produksi oli palsu di Semarang, Jawa Tengah. Petugas menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu DKA (41) atau Agung sebagai pemilik bisnis dan AM (40) sebagai pengelola rumah pabrik oli itu.
Dua tahun beroperasi, mereka menghimpun omzet total sekitar Rp 23 miliar, mengingat dalam sehari mereka bisa memproduksi 3.000-an botol oli palsu dan menghasilkan pemasukan Rp 960-an juta per bulan.
Direktur Reskrimsus Polda Jateng Komisaris Besar Dwi Subagio menerangkan, DKA dan AM sudah menyebarkan oli buatan mereka ke seluruh Indonesia, utamanya ke Jawa Tengah dan Kalimantan. Namun, petugas belum mendapat informasi oli tepatnya tersebar ke bengkel mana saja. Sebab, pelaku mendistribusikan oli palsu dengan sistem putus, khususnya taktik tukar mobil.
“Jadi, mereka setelah memproduksi di sini, dengan menggunakan mobil boks, transaksi dengan orang yang akan mempergunakan,” jelas Dwi. Pengemudi menyetir mobil boks yang sudah berisi oli palsu, berangkat dari rumah produksi ke lokasi yang telah ditentukan, lalu berjumpa dengan sopir mobil boks yang bermuatan kosong.
Pelaku juga menerapkan strategi kamuflase dalam pengantaran oli. Sebab, terdapat label toko roti pada boks salah satu mobil.
Sopir mobil boks kosong itu merupakan utusan pemesan oli palsu. Keduanya lantas bertukar mobil. Sopir utusan produsen membawa mobil kosong kembali ke rumah produksi, sedangkan sopir pembeli membawa mobil berisi oli. “Jadi, kami tidak mengetahui ke toko-toko mana (oli) diedarkan,” ujar Dwi.
Menggunakan mobil roti
Ia menambahkan, pelaku juga menerapkan strategi kamuflase dalam pengantaran oli. Sebab, terdapat label toko roti pada boks salah satu mobil. Polisi menyita enam mobil boks.
Seandainya ada warga yang penasaran dan bertanya, bosnya meminta pegawai menjawab bahwa tempat itu untuk usaha sablon (GT, pegawai rumah produksi oli palsu)
Salah satu pegawai rumah produksi oli palsu di Jl Kayumas Timur, GT (28) menyebutkan, pegawai di rumah produksi tersebut rata-rata menghasilkan 25 kardus oli palsu per hari. Setiap kardus berisi 24 botol. Mobil boks lantas datang mengambil kardus-kardus itu. “Ambilnya tiga-empat hari sekali,” tuturnya.
Untuk mencegah bisnis haramnya terungkap, Agung memerintahkan anak buahnya untuk senantiasa segera menutup pintu garasi setelah ada yang keluar-masuk, termasuk mobil boks. Menurut GT, seandainya ada warga yang penasaran dan bertanya, bosnya meminta pegawai menjawab bahwa tempat itu untuk usaha sablon.
Kompas sempat menyambangi tiga rumah produksi oli palsu milik Agung, Ada yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari tempat kerja GT, dengan alamat Jalan Kayumanis Timur Nomor 28.
Akhir Agustus lalu, Polsek Metro Bekasi Timur juga menangkap empat pelaku pemalsuan oli di Kelurahan Mustikasari, Mustikajaya, Kota Bekasi. Polisi mengamankan oli palsu dari sejumlah merek seperti MPX2, Yamalube, Shell Helix, dan Pertamina Mesran.
Media sosial
Untuk mengaburkan jejak, para tersangka yakni MS (28), JS (21), S (30) dan HB (24) memanfaatkan tiga kamar kontrakan dalam menjalankan usahanya. Mereka mengaku baru beroperasi selama sebulan dan telah menjual sekitar 500 dus oli ke berbagai daerah.
Pengakuan MS berbeda dengan keterangan pemilik kontrakan, YG. Saat ditemui Kompas, YG mengaku MS sudah menyewa kamar kontrakannya selama lebih kurang satu tahun. Awalnya, MS menyewa satu kamar sebelum menyewa dua kamar tambahan.
Jadi, kami tidak mengetahui ke toko-toko mana (oli) diedarkan (Kombes Dwi Subagio)
Selama ini YG juga mengaku tidak mengetahui pekerjaan dan usaha yang dilakoni MS. Dia hanya mengetahui MS mulai menyimpan drum-drum oli di halaman kontrakan sejak tiga bulan sebelum ditangkap.
MS mengaku selama ini sering bergerilya di media sosial untuk menjual produk-produk oli palsunya. Dari sini dia telah mengedarkan oli palsu dari Bandung Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Nusa Tenggara Barat.
Jaringan di media sosial dimanfaatkan MS mendapatkan penjual bahan baku oli, botol dan label. "Kita tinggal minta (label) yang (bisa) di-scan atau tidak. Ingin yang bergambar atau tidak," kata MS.