Polda Jatim Bantah Kandungan Gas Air Mata Mematikan
Kepolisian Daerah Jawa Timur membantah gas air mata yang dipakai personel Polri di Stadion Kanjuruhan, Malang, mematikan. Polda Jatim menyebut tidak ada kandungan yang menyebabkan kematian manusia.
Oleh
INSAN ALFAJRI, DHANANG DAVID ARITONANG, IRENE SARWINDANINGRUM, DEFRI WERDIONO, DAHLIA IRAWATI, ANDY RIZA HIDAYAT
·3 menit baca
DHANANG DAVID ARITONANG
Seorang warga menunjukkan foto penembakan gas air mata yang mengarah ke tribune penonton di sisi selatan Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Rabu (9/11/2022). Penembakan ini memicu kepanikan hingga sebagian penonton berdesak-desakan keluar. Sebagian yang lain lemas karena paparan gas air mata.
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Jawa Timur membantah kandungan gas air mata milik mereka bisa mematikan. Gas air mata yang mereka gunakan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, seusai laga Arema FC melawan Persebaya di ajang BRI Liga 1 Indonesia, Sabtu (1/10/2022), hanya menyebabkan iritasi pada kulit dan mata.
Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Totok Suharyanto menjelaskan, sampel gas air mata yang digunakan di Kanjuruhan itu telah diuji kandungannya oleh Laboratorium Forensik Polda Jatim. Selain itu, sudah dilakukan pula pemeriksaan saksi dari PT Pindad selaku produsen dan pemeriksaan ahli toksikologi.
Hasilnya, gas air mata tersebut mengandung 2-klorobenzalmalononitril (CS). Kandungan gas air mata itu dinilai tidak mengakibatkan kematian secara langsung karena mekanisme kerja farmakologi gas air mata tidak dikelompokkan sebagai gas yang bekerja afiksi, seperti gas CO atau CN.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Dukungan untuk penuntasan kasus Tragedi Kanjuruhan melalui media mural tergambar di bawah jembatan layang Bintaro, Jakarta, Minggu (6/11/2022). Tragedi Kanjuruhan menewaskan 135 suporter Arema FC seusai tim ini melawan Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022.
”Dari barang bukti yang ditemukan di tempat kejadian perkara sebagian besar ditemukan sebagai 2-Chlorobenzaldehyde, sebagian ditemukan sebagian 2Chlorobenzalmalononitrile (CS). Gas air mata itu dikelompokkan sebagai senyawa non-lethal (tidak mematikan), tapi menyebabkan iritasi pada kulit dan mata,” jelas Totok, Selasa (8/11/2022).
Gas air mata itu dikelompokkan sebagai senyawa non-lethal (tidak mematikan), tapi menyebabkan iritasi pada kulit dan mata.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Dirmanto tidak bersedia menjawab apakah gas air mata yang sudah diuji itu memiliki senyawa lain selain CS. Menurut dia, pertanyaan itu sudah masuk ranah teknis penyidikan dan hanya dibuka di pengadilan.
”Hal-hal teknis terkait penyidikan dan temuan-temuan lain silakan diliput saat sidang. Tolong ini dipahamkan,” tambahnya.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Bukan hati nurani yang tertutup, menjadi salah satu harapan yang dikemukakan Aremania melalui spanduk, saat menggelar aksi damai di depan Balai Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (27/10/2022). Mereka menyampaikan sejumlah tuntutan, salah satunya meminta kepolisian menyelidiki, mengadili, dan merilis siapa saja eksekutor penembakan gas air mata di Stadion Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang dan melukai ratusan orang lainnya.
Penjelasan pihak kepolisian berbeda dengan hasil pengujian di dua laboratorium yang diperoleh harian Kompas. Dokumen pengujian menyebutkan adanya komponen lain selain komponen utama gas air mata, yakni O-chlorobenzylidene malononitrile sebanyak 49,6 persen atau dikenal dengan sebutan serbuk CS.
Adapun komponen lain yang dimaksud adalah 2-chlorobenzaldehyde (36,5 persen), 0-chloropropylbenzene (11,6 persen), benzene (1,2 persen), dan benzyl dichloride atau p-Chlorobenzyl chloride (1,1 persen). Peneliti laboratorium berinisial AKS menyebutkan, empat komponen ikutan itu beracun, mudah terbakar, menimbulkan kerusakan organ tubuh, dan pada kondisi tertentu bisa memicu kematian. ”Semua senyawa bisa memicu kanker. Ketika kena paparan gas, maka akan menjadi senyawa berbahaya,” kata AKS.
Menurut AKS, CS gas terurai menjadi empat senyawa berbahaya karena penyimpanan yang tidak layak, telah kedaluwarsa, dan akibat kelembaban udara. Senyawa ikutan ini teridentifikasi setelah peneliti melarutkan serbuk gas air mata dan memasukkannya ke mesin bernama Gas Chromatography Mass Spectrometer. ”Pada menit ke-29, kami mendapatkan spektra (seperti sidik jari) senyawa ini,” kata AKS.
Faktor lain yang memperparah dampak gas air mata adalah waktu penembakan malam hari. Penguraian zat gas air mata pada malam hari, kata AKS, lebih lambat dibandingkan dengan di siang hari karena pengaruh suhu udara.
Penelusuran di tiga rumah sakit di Malang juga menemukan kondisi korban meninggal pada umumnya mengalami hipoksia (kekurangan oksigen). Sebagian korban yang masih hidup mengalami iritasi di mata, sesak napas, kerongkongan gatal, mata merah, serta mengalami luka di dada, tangan, dan kaki.
Dokter M Harun Al Rasyid dari Rumah Sakit Umum Wava Husada Kepanjen, Malang, meyakini korban-korban yang meninggal di Kanjuruhan karena paparan gas air mata. RS Wava Husada merupakan rumah sakit yang paling banyak menerima korban meninggal. Dari pengamatan tim medis, korban meninggal kulitnya membiru kehitaman dengan iritasi di mata.
”Tentu saja, berdasarkan diagnosis dokter dan hasil pengamatan korban yang masuk rumah sakit, penyebab kematian akibat gas air mata,” kata Harun.