Pemberian susu formula atau dikenal dengan sufor berpotensi mengabaikan aturan. Pemberian susu pabrik tanpa indikasi medis menyulitkan ibu untuk menyusui anaknya. Kompas mengungkap praktik ini di sejumlah tempat.
Oleh
DHANANG DAVID, ANDY RIZA HIDAYAT, INSAN ALFAJRI, IRENE SARWINDANINGRUM, AUFRIDA WISMI WARASTRI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-Pengelola fasilitas kesehatan diduga kuat mengabaikan indikasi medis pasien sebelum menyarankan memberi susu formula pada bayi usia 0-6 bulan. Orangtua yang minim pengetahuan tentang laktasi menuruti saran tersebut.
Pemberian susu formula semakin mudah dilakukan lantaran penjualan produk pengganti air susu ibu (ASI) itu bebas dilakukan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Seorang ibu berinisial RK (39) menerima rekomendasi tenaga kesehatan di Rumah Sakit (RS) Umum Sundari, Kota Medan, Sumatera Utara untuk menggunakan susu formula merek SGM.
Pertimbangan tenaga kesehatan setempat, air susu RK tidak lancar keluar, sehingga perlu dibantu dengan susu formula. Sementara, tidak ada indikasi medis yang membuat RK harus memberikan susu formula pada anaknya.
"Saya melahirkan anak dengan normal dan bayi saya pun beratnya normal ketika lahir. Makanya saya heran mengapa harus diberikan susu formula di rumah sakit ketika itu," katanya, Sabtu (3/9/2022).
Di rumah sakit itu, setiap orang bebas membeli susu formula tanpa syarat apa pun. Apotek rumah sakit menjual susu formula merek SGM. "Kalau nanti ibunya melahirkan, beli susunya bisa di sini," ucap petugas apotek AN.
Hal senada disampaikan staf rumah sakit berinisial RI ke tim yang menyamar sebagai keluarga calon pasien awal September lalu.
"Untuk ruangan kelas tiga biayanya sekitar Rp 3,5 juta, sedangkan kalau kelas VIP Rp 10 juta. Nanti itu sudah dapat susu untuk bayinya (susu formula)," kata RI.
Saya melahirkan anak dengan normal dan bayi saya pun beratnya normal ketika lahir. Makanya saya heran mengapa harus diberikan susu formula di rumah sakit ketika itu
Pemberian susu formula tanpa ada pertimbangan medis terindikasi melanggar Pasal 9 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 39 Tahun 2013 tentang Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya. Ketentuan itu mengatur, susu formula hanya boleh diberikan untuk bayi dengan kondisi prematur kurang dari 32 minggu, beratnya kurang dari 1.500 gram, serta berisiko terkena hipoglikemia atau peningkatan kebutuhan glukosa.
Saat Kompas mengonfirmasi langsung, Rabu (28/9/2022), Kepala Bagian Administrasi RSU Sundari Rini Kurniawati menyatakan, pemberian susu formula pada bayi yang baru lahir semata-mata karena air susu ibunya belum keluar.
“Kalau tidak diberi cairan, bayinya bisa kena sakit kuning,” kata Rini.
Menanggapi adanya penjualan susu SGM di apotek rumah sakit, Corporate Communications Director Danone Indonesia Arif Mujahidin dalam jawaban tertulis memastikan perusahaannya mengikuti Permenkes Nomor 39 Tahun 2013. Ia merasa tidak ada pelanggaran yang dilakukan agen pemasaran susu formula.
"Berdasarkan pemeriksaan yang kami lakukan di lapangan, tim sales kami telah mematuhi aturan yang berlaku. Hal ini didukung dengan seluruh karyawan yang menandatangani pernyataan komitmen untuk menghormati kebijakan pemasaran susu formula yang bertanggungjawab," ucapnya.
Pengabaian indikasi medis diduga kuat terjadi juga pada SP (38) yang dirawat di RS Imelda, Medan saat persalinan. Suami SP, AJ (50) ditawari sufor oleh pihak rumah sakit saat ASI isterinya keluar sedikit.
AJ dan SP yang minim pengetahuan tentang ASI mengiyakan tawaran tenaga kesehatan rumah sakit itu.
"Anak saya tidak prematur karena lahir di usia kandungan lebih dari delapan bulan, berat badannya juga normal 2.600 gram, dan saat lahir dia sehat," kata AJ.
Pihak rumah sakit mengklarifikasi, bahwa pemberian susu formula di tempat itu atas persetujuan orangtua bayi. "Sebelum dikasih susu formula, kami menanyakan ke ibunya dulu," kata Dina, bagian informasi RS Imelda.
Saat didatangi, koperasi RS Imelda menjual susu formula merek Lactogen.
"Biasanya perawat merekomendasikan susu formula ini kalau ada ibu yang ASI pasien tidak keluar. Susunya bisa dibeli di koperasi tanpa resep dokter," kata petugas koperasi AF.
Menanggapi temuan ini, Nestle Indonesia selaku produsen Lactogen melalui Corporate Affairs Director Sufintri Rahayu menjelaskan produk pengganti ASI seperti susu formula di rumah sakit harus sesuai rekomendasi dari tenaga kesehatan. Ia menegaskan, Nestle tidak melakukan promosi susu formula di rumah sakit.
"Jadi produk pengganti ASI, baru bisa diberikan jika bayi tidak dapat diberikan ASI berdasarkan indikasi medis tenaga kesehatan," ucapnya.
Pemisahan ruang bayi tidak hanya terpapar susu formula, ibu yang melahirkan di sejumlah rumah sakit dirawat di ruang terpisah dengan anaknya. Kondisi ini membuat proses menyusui pada anak menjadi terhambat, seperti di RS Sundari, Kota Medan.
"Ibu dan bayinya memang tidak boleh bertemu. Jadi kalau mau menyusui silakan dipompa ASI-nya. Namun, biasanya ibu setelah melahirkan akan capek kalau harus memompa ASI, oleh sebab itu bayinya kami kasih susu formula merek SGM di sini," kata perawat berinisial NA.
RK terpisah dari bayinya setelah melahirkan di rumah sakit ini. Ia jadi sulit mengeluarkan ASI setelah dipisah dengan bayinya.
"Saya sempat menyusui anak pertama, ketika itu tidak dipisah dengan ibunya. Namun, ketika saya melahirkan anak kedua dan ketiga di rumah sakit ini bayinya dipisah di ruang berbeda setelah melahirkan," katanya.
Ibu dan bayinya memang tidak boleh bertemu. Jadi kalau mau menyusui silakan dipompa ASI-nya. Namun, biasanya ibu setelah melahirkan akan capek kalau harus memompa ASI, oleh sebab itu bayinya kami kasih susu formula merk SGM di sini
Sejak itu, RK tidak bisa lagi memproduksi ASI dan menggunakan susu formula merek SGM untuk anak kedua dan ketiganya. Merespons ini, Kepala Bagian Administrasi RSU Sundari Rini Kurniawati menyatakan, pemisahan bayi yang baru lahir dari ibunya dilakukan untuk menjauhkan risiko terpapar penyakit. Biasanya setelah persalinan, banyak tamu yang menjenguk si ibu.
“Dan karena ASI belum keluar, bayi ditangani perawat,” kata Rini.
Pengalaman serupa dialami QR (21) ibu di Deli Serdang, Sumatera Utara yang dirawat di ruang terpisah dari anaknya setelah persalinan di RS Bandung, Medan. Padahal air susunya mau keluar. Namun posisi anaknya tidak dalam satu ruangan dengannya.
"Saya sempat dirawat empat hari di rumah sakit ini ketika itu ASI saya sempat keluar. Namun, saya hanya boleh menyusui bayi saya sekali dalam sehari. Ketika pulang ke rumah, ASI saya sudah tidak keluar lagi," ucapnya.
Hasil penelusuran ke rumah sakit itu, tim menemukan fakta bahwa ruangan bayi berada di lantai satu, sedangkan ruangan ibu melahirkan ada di lantai tiga.
"Kalau di sini memang prosedurnya bayi dipisah dengan ibu setelah melahirkan. Kalau ibunya mau menyusui, ibu ia harus menghampiri ruang bayi dan hanya boleh sekali dalam sehari," ujar perawat berinisial SR.
Mengenai temuan ini, dr Tutut Sitepu, anak dari pemilik RS Bandung akan mencari tahu siapa tenaga kesehatan yang menganjurkan susu formula. Sebab, rumah sakit milik keluarganya menganjurkan ASI. Terkait pemisahan ruangan, hal ini diakuinya dan akan segera diubah.