Keluarga berpenghasilan rendah paling terbebani dengan pembelian susu formula per bulan. Makin rendah upah bulanan mereka, semakin besar persentase porsi belanja susu formula.
Oleh
INSAN ALFAJRI, DHANANG DAVID, ANDY RIZA HIDAYAT, IRENE SARWINDANINGRUM
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS Masyarakat berpenghasilan rendah paling terbebani harga susu formula. Tiga tahun terakhir, keluarga-keluarga tanpa air susu ibu (ASI) di daerah dengan upah rata-rata bulanan di bawah Rp 2 juta, harus menyisihkan lebih dari 10 persen per bayi per bulan dari upahnya untuk membeli susu formula.
Persentase proporsi belanja susu bulanan masyarakat miskin ini diperoleh melalui pengolahan data Badan Pusat Statistik (BPS) serta hasil observasi lapangan harian Kompas. Dari data BPS diperoleh harga rata-rata susu untuk bayi di ibu kota-ibu kota provinsi serta data upah rata-rata bulanan per provinsi selama tahun 2019, 2020 dan 2021.
Data-data tersebut dipadukan dengan pengeluaran untuk susu formula warga per bulan. Hasil wawancara warga yang membeli susu formula per Agustus-September 2022, rata-rata menghabiskan empat kotak susu per 250 gram dalam sebulan. Angka rata-rata empat kotak susu per bulan ini menjadi variabel pengali harga rata-rata susu di masing-masing daerah untuk mencari kebutuhan susu per bulan di setiap provinsi.
Jumlah ini kemudian dibandingkan dengan upah rata-rata bulanan. Dari hitungan tersebut diperoleh angka nasional, yaitu harga rata-rata susu untuk bayi Rp 50.409 per kotak atau Rp 201.637 sebulan untuk kebutuhan satu bayi. Biaya ini mencapai 8 persen dari upah rata-rata nasional per bulan sebesar Rp 2,68 juta.
Dari hasil pengolahan data terlihat Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur (NTT) selalu berada dalam lima besar daerah dengan bobot beban tertinggi untuk biaya pembelian susu formula.
Pada 2021, Jawa Barat menempati posisi kedua dengan angka 12,98 persen, Jawa Timur di posisi ketiga sebanyak 12,28 persen dan NTT 11,69 persen. Sementara posisi pertama pada 2021 adalah Sulawesi Barat, 17,1 persen. Tingginya angka Sulawesi Barat karena lonjakan harga susu dari Rp 49.453 pada 2020 menjadi Rp 113.907 pada 2021. Sementara tahun 2019 dan 2020, persentase harga susu bayi di Sulawesi Barat tak lebih dari 7 persen dari upah rata-rata bulanan daerah itu.
Infografik Lima Provinsi dengan Belanja Susu Formula Terbesar
Beban berat
Tahun 2019 dan 2020, lima besar persentase tertinggi ditempati bergantian antara Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan NTT. Upah rata-rata bulanan kelima daerah ini di bawah Rp 2 juta selama tiga tahun terakhir.
Pada 2021, menurut data BPS, harga rata-rata susu untuk bayi di Bandung, Jawa Barat Rp 58.751 per kotak. Sehingga dalam sebulan diperkirakan biaya rata-rata pembelian susu formula Rp 216.736. Adapun upah rata-rata Jawa Barat pada 2021 sebesar Rp 1,8 juta.
Bahkan kadang untuk beli sabun, sampo kebutuhan sendiri saja bingung tidak ada uang
Di Surabaya Jawa Timur pada tahun yang sama, harga rata-rata susu bayi Rp 54.184 per kotak sehingga total keperluan bayi sebulan Rp 216.736. Adapun upah rata-rata per bulan Rp 1,7 juta. Di Kupang, NTT, harga rata-rata susu bayi di tahun 2021 Rp 57.008 per kotak dengan total pemakaian sebulan Rp 228.032 untuk empat kotak susu. Upah rata-rata bulanan di NTT pada tahun yang sama Rp 1,9 juta.
Sebagai perbandingan, DKI Jakarta selalu berada dalam lima besar terendah dalam hal menanggung bobot biaya susu formula selama tiga tahun terakhir. Pada 2021, warga pengguna susu formula di ibu kota rata-rata terbebani antara 3,39 persen dari upah rata-rata bulanan. Persentase ini turun dari tahun 2020, sebesar 4,73 persen dan 3,83 persen di 2019.
Relatif ringannya beban harga susu formula di Jakarta disebabkan cukup tingginya rata-rata upah bulanan, yaitu Rp 4,4 juta di 2021, Rp 4,2 juta di 2020 dan Rp 3,9 juta di 2019. Sedangkan harga rata-rata susu bayi di Jakarta tahun 2021 justru relatif lebih rendah dari daerah lain, yaitu Rp 37.461 per kotak atau total biaya empat kotak Rp 149.844 per bulan.
Ditambah lagi, harga rata-rata susu formula di Jakarta justru turun, yaitu dari Rp 37.461 per kotak pada 2021, turun dari tahun 2020 Rp 50.550 per kotak dan Rp 37.747 per kotak di 2019.
Tingginya beban biaya pembelian susu formula membuat keluarga miskin kesulitan meningkatkan kesejahteraan. Sebut saja Imam Budi Nugraha (24) di Sukoharjo, Jawa Tengah. Imam kini masih menumpang di rumah orangtuanya bersama keluarganya. Ia dulu merintis usaha makanan kecil, sekarang tak mempunyai cukup modal usaha untuk meneruskan usaha tersebut. Sebagian besar penghasilannya terserap untuk biaya anak pertamanya yang berusia 6 bulan. “Bahkan kadang untuk beli sabun, sampo kebutuhan sendiri saja bingung tidak ada uang,” kata Imam.
Masayu dan suaminya di Kota Cimahi, Jawa Barat terpaksa menunda keinginan membeli rumah dan tak menabung. “Ya memang harus geser pengeluaran dulu karena harga susu dan popok ini lumayan. Saya sempat terpaksa beli susu dan popok pakai kartu kredit dulu. Karena sudah butuh, tetapi uang habis,” kata Masayu.
Sementara warga yang minim pengetahuan tentang laktasi menuruti kebiasaan perawatan di rumah sakit yang tidak pro ASI. Kenyataan ini sering ditemui Ratna Dewi Kumalasari, bidan yang juga Konsultan Laktasi di Sukoharjo. “Ada yang datang ke sini untuk konsultasi karena ingin memberikan ASI saja untuk bayinya, tetapi mereka umumnya mengalami karena bayinya sudah terbiasa dengan susu formula,” katanya.
Menurut Ratna, masih banyak pasiennya yang mempunyai pola pikir bahwa bayi membutuhkan susu formula, sekalipun sebenarnya bayi itu terlahir sehat. Hal ini karena akses informasi mengenai ASI yang masih terbatas. Karenanya sebagian warga menganggap, pemberian susu formula merupakan fasilitas tambahan yang lazim diberikan oleh tempat bersalin. “Jadi, ada yang malah tidak mau melahirkan di tempat yang tidak memberikan susu formula, karena katanya di tempat lain saja dapat,” ujar Ratna.