Hari-hari yang Menentukan agar Ibu Berhasil Menyusui Bayi dan Bebas dari Susu Formula
Para keluarga muda diharapkan tidak langsung menyerah ketika ASI mampet. Ada sejumlah langkah yang bisa ditempuh agar proses menyusui berjalan lancar dan ibu serta bayinya bebas dari susu formula.
Oleh
INSAN ALFAJRI, IRENE SARWINDANINGRUM, ANDY RIZA HIDAYAT, DHANANG DAVID
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Masa persalinan sangat menentukan bayi mendapat air susu ibu (ASI) atau tidak. Keinginan agar bayi mendapat ASI bisa buyar bila tidak didukung lingkungan yang paham tentang laktasi. Peran tenaga kesehatan sangat penting membantu orangtua bayi memberikan ASI kepada anaknya.
Sebagai lulusan kebidanan, LP (30) sudah merencanakan ASI eksklusif untuk anaknya. Namun saat melahirkan dia tidak mendapat dukungan orang-orang terdekatnya.
Situasi ini bertambah pelik karena klinik tempatnya melahirkan tak mendukung rencana ASI eksklusif. Ia menyesal memilih tempat bersalin yang tidak ramah ASI. Di klinik dekat rumahnya itu, dia tidak mendapatkan inisiasi menyusu dini (IMD). "Saya bilang kalau saya ingin ASI, tapi dibuatkan susu. Saya kalut. Yang penting anak saya sehat," kata warga Deli Serdang, Sumatera Utara, Agustus lalu.
Di klinik tempat LP melahirkan, terpampang susu formula untuk bayi 0-6 bulan. Susu itu berada di sisi kiri ruang praktik. "Iya, saya menyediakan (susu formula), biasanya untuk anak pertama," kata bidan berinisial LS yang mengelola klinik.
Setelah bertanya-tanya ke keluarga dan mengonsumsi obat, LP dapat menyusui anaknya hingga satu tahun enam bulan. Hal yang paling disesali adalah melahirkan tanpa IMD. Sementara IMD wajib dilakukan terhadap bayi baru lahir setidaknya selama satu jam seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif.
Kisah LP mengajarkan tentang perlunya memilih tempat persalinan yang ramah ASI. Di sisi lain, dukungan orang terdekat sangat dibutuhkan ibu yang melahirkan.
Kisah serupa dialami warga Sukoharjo, Jawa Timur, Kiki Septiani yang tak mendapat IMD saat persalinan. Tenaga kesehatan juga tak membantu Kiki mengatasi kelancaran ASI. Kekhawatirannya tak bisa menyusui karena ukuran putingnya kecil tak mendapat solusi dari tenaga kesehatan.
Kecemasan
Ada juga cerita Siti (29) warga Bogor yang sempat memberikan ASI eksklusif untuk bayinya. Namun, ASI hanya bertahan dua hari. Setelah balik dari rumah sakit, Siti cemas karena bayinya tak kunjung pipis. Bidan dekat rumahnya memberi saran agar ia memberi susu formula pada bayinya. Dia pun menuruti saran itu. Padahal, ASI-nya lancar.
Dari pengalaman Siti, penting sekali bagi orangtua menyiapkan pengetahuan tentang laktasi sebelum persalinan. Orangtua juga mesti kritis terhadap saran tenaga kesehatan yang buru-buru menyarankan susu formula untuk bayi. Sebab, susu formula tidak bisa diberikan tanpa ada indikasi medis.
Saat konsultasi lewat aplikasi telemedicine pun, saran dari tenaga kesehatan jangan diterima begitu saja. Pertengahan Agustus lalu, saat Kompas mengaku sebagai suami yang istrinya mengalami kesulitan ASI, seorang dokter spesialis anak berinisial EN yang praktik di Bogor, langsung menyarankan menggunakan susu formula.
Bahkan dia merekomendasikan salah satu merek susu formula dan menyebutnya paling bagus. "Wajib dibantu dengan susu formula. Sekarang berikan susu formula ya. Kalau tidak bayinya bisa kekurangan gula darah akibat tidak ada asupan. Nanti bayinya bisa hipoglikemia (rendah kadar gula dalam darah) yang efeknya bisa tidak sadarkan diri. Bantu dengan sufor (susu formula), saja ya."
Pelajaran dari kisah ini, orangtua tidak perlu panik ketika hari-hari pertama, air susu ibunya belum keluar, atau keluar sedikit. Sebab pengalaman banyak ibu, air susunya tidak langsung lancar setelah persalinan.
Seperti yang diamati konselor ASI, bidan Sri Budiati. Dia menyebut kesulitan menyusui jamak terjadi di bulan pertama. Untuk itulah si ibu harus mendapat pendampingan maksimal. “Kalau tidak ada pendamping, tidak ada konselor yang kompeten, mudah sekali patah. Mudah sekali gagal. Kalau tidak ada penolong, apa lagi yang mau dicari. Pasti susu formula,” kata Sri yang juga Koordinator Diklat Ikatan Konselor Laktasi di Klaten.