Hasil analisis ”Kompas” menunjukkan lulusan prodi ilmu keguruan yang sudah bekerja menjadi yang tercepat mengembalikan biaya kuliah. Adapun yang terlama, prodi kedokteran.
Oleh
MARGARETHA PUTERI ROSALINA, ALBERTUS KRISNA, SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·6 menit baca
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Para wisudawan mengikuti upacara wisuda mahasiswa Politeknik Keuangan Negara Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (PKN STAN) 2017 di gedung Student Center PKN STAN, Bintaro, Tangerang Selatan, Rabu (4/10). Tahun itu, 4.502 mahasiswa program diploma I, III, dan IV PKN STAN menjalani prosesi wisuda.
JAKARTA, KOMPAS — Program studi ilmu keguruan (pendidikan) memiliki waktu pengembalian biaya kuliah paling cepat setelah lulusannya bekerja. Sementara program studi kedokteran memiliki waktu pengembalian paling lama setelah lulusannya bekerja.
Kesimpulan tersebut didapat setelah Kompas menganalisis biaya kuliah mahasiswa di 12 program studi dari 30 perguruan tinggi di Indonesia, baik negeri maupun swasta, dan membandingkannya dengan rerata penghasilan para lulusannya setelah bekerja. Untuk perguruan tinggi negeri (PTN), angka yang digunakan adalah rata-rata uang kuliah tunggal mahasiswa yang masuk jalur tes reguler. Sedangkan untuk perguruan tinggi swasta (PTS) menggunakan biaya kuliah jalur umum, bukan jalur prestasi.
Sementara itu, data penghasilan didapatkan dari kombinasi empat sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2019 tentang Aturan Gaji PNS, survei yang dilakukan firma sumber daya manusia Kelly Services Indonesia 2020, laman pencarian kerja Glassdoor, dan survei daring ”2020 Salary Survey” oleh tim @HRDBacot.
Dari analisis ini ditemukan bahwa lulusan tiga besar program studi dengan waktu pengembalian biaya pendidikan paling cepat masing-masing adalah pendidikan atau keguruan, teknik informatika, lalu statistika dan sains data.
Prodi pendidikan membutuhkan waktu 12 bulan atau hampir setahun untuk menutup biaya kuliah dari penghasilan yang didapatkan; lalu teknik informatika pada angka 1,02 tahun (12 bulan satu minggu); kemudian statistika dan sains data di posisi ketiga dengan 1,07 tahun (13 bulan).
Dari analisis ini ditemukan bahwa lulusan tiga besar program studi dengan waktu pengembalian biaya pendidikan paling cepat masing-masing adalah pendidikan atau keguruan, teknik informatika, lalu statistika dan sains data.
Biaya kuliah program studi ilmu pendidikan paling rendah dibandingkan dengan 11 prodi lainnya. Dari perhitungan Kompas, rata-rata total biaya kuliahnya sampai lulus Rp 57,61 juta.
Sebenarnya dari sisi penghasilan per bulan, rata-rata gaji guru paling rendah Rp 4,9 juta. Namun, karena biaya pendidikanya paling rendah, durasi pengembaliannya tercatat paling cepat dibandingkan dengan prodi lainnya.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Guru Kriswantinah (55) mengajar murid kelas I di SD Negeri 1 Kepoh, Desa Kepoh, Sambi, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (22/7/2019).
Kepala UPT Humas Universitas Negeri Semarang Muhamad Burhanudin mengatakan, berdasarkan survei ditemukan bahwa sebagian besar mahasiswa yang mengambil prodi keguruan berasal dari masyarakat kelas menengah bawah. Oleh karena itu, biayanya dibuat untuk tidak terlalu tinggi.
Adanya peningkatan kesejahteraan guru dan terbukanya lulusan keguruan di sektor lainnya juga meningkatkan potensi upah. ”Dengan perhitungan ini, maka jelas biaya yang dikeluarkan untuk kuliah pendidikan lebih cepat mencapai break even point,” katanya.
Sebaliknya, biaya kuliah prodi teknik informatika serta statistika dan data sains dua kali lipat lebih tinggi daripada uang kuliah prodi pendidikan. Namun, dengan melihat data gaji, ditemukan bahwa biaya kuliah selama 8 semester di 2 prodi tersebut akan tertutupi oleh gaji selama 1 tahun.
Hal ini karena penghasilan setahun pertama untuk profesi berbasis dua prodi tersebut tergolong tinggi, lebih tinggi 22 persen ketimbang rata-rata penghasilan lulusan 12 prodi yang dianalisis Kompas, yakni sebesar Rp 6,2 juta.
Gaji profesi dari lulusan teknik informatika pada tahun 2026 diperkirakan Rp 8 juta per bulan. Adapun untuk profesi lulusan statistika dan sains data, seperti data scientist dan data analyst, Rp 8,5 juta.
Kehadiran prodi teknik informatika dan sains data sebagai prodi dengan imbal balik terbesar muncul bersamaan dengan berkembang pesatnya perekonomian digital di Indonesia. Kedua prodi ini memiliki peluang untuk mendapatkan penghasilan yang besar dan juga dapat menutup biaya pendidikannya yang tergolong tinggi.
DENTY PIAWAI NASTITIE
Harry Leonardo (23), mahasiswa jurusan Teknik Informatika Universitas Mercubuana, fokus mempelajari materi kuliah yang dibagikan secara virtual. Sebagian besar mahasiswa kini menjalani kuliah online karena pandemi Covid-19.
Kepala Program Studi Computer Science Universitas Binus Derwin Suhartono mengatakan, peluang kerja lulusan prodinya dalam beberapa tahun terakhir kini telah terbuka sangat luas. Jika dulu cenderung hanya ke perusahaan teknologi informasi, kini hampir seluruh industri membutuhkan lulusannya, terutama perusahaan rintisan berbasis teknologi (start-up).
Selain itu, prospek upah bagi lulusan teknik informatika cenderung tinggi. ”Secara garis besar seperti itu. Mungkin sekarang, imbal balik investasi biaya pendidikannya bisa relatif cepat,” kata Derwin, Sabtu (23/7/2022).
Hal serupa disampaikan oleh pengajar program studi Statistika Universitas Indonesia, Sarini Abdullah. Sarini mengatakan, jika dulu mahasiswa statistika senior banyak bekerja sampingan sebagai guru les atau bimbingan belajar, kini sebelum lulus banyak yang telah bekerja penuh sebagai data scientist dan data analyst di berbagai perusahaan.
Menurut data studi pelacakan atau tracer study yang digelar prodinya, rentang gaji pertama yang diterima oleh lulusan statistika berada pada angka Rp 4,5-Rp 9 juta per bulan dengan rata-rata sebesar Rp 6,3 juta.
Di sisi lain, biaya pendidikan serta biaya personal di prodi statistika cenderung lebih ringan karena hanya membutuhkan komputer laptop, tanpa biaya laboratorium, seperti yang dibutuhkan prodi lain. ”Biasanya sebelum satu tahun sudah bisa dua digit (gajinya),” kata Sarini.
Meylani (18), mahasiwa baru prodi Sains Data di Institut Teknologi Sumatera (Itera), memilih prodi tersebut karena prospek kerja lulusannya cukup luas dan menjanjikan. ”Saya sempat searching di Google, lulusan sains data akan jadi apa. Ternyata banyak,” sebutnya.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Suasana ruang kerja dari "Arisan Mapan", sebuah usaha rintisan berbasis teknologi layanan keuangan, di Yogyakarta, Kamis (28/2/2019).
Menurut laporan ekonomi digital Asia Tenggara berjudul ”e-Conomy” yang disusun oleh Google, firma investasi Singapura Temasek, dan konsultan Bain & Company, tahun 2021, talenta di Asia Tenggara masih belum mampu memenuhi kebutuhan industri digital.
Bahkan, keterbatasan talenta ini menjadi satu-satunya ganjalan dibandingkan dengan faktor lain, seperti akses internet, logistik, hingga kepercayaan pelanggan. ”Talenta, khususnya talenta teknis, masih menjadi tantangan. Ini memperkuat keyakinan bahwa perlu investasi yang stabil terhadap pendidikan talenta,” tulis laporan tersebut.
Mahal dan lama
Ilmu kedokteran menjadi prodi dengan waktu pengembalian biaya pendidikan paling lama karena rata-rata biaya kuliah kedokteran di PTN dan PTS adalah Rp 388,8 juta untuk delapan semester.
Dengan gaji awal dokter rata-rata mencapai Rp 9,1 juta, durasi yang dibutuhkan untuk mencapai titik impas adalah 3,5 tahun. Ini dua kali lebih lama ketimbang prodi di posisi kedua paling lama imbal baliknya, yakni arsitektur (1 tahun 9 bulan).
Namun, jika diterima di PTN melalui jalur reguler (SNMPTN dan SBMTN), durasi imbal balik lulusan kedokteran sekitar 0,81 tahun (sekitar 10 bulan). Sementara waktu pengembalian biaya kuliah kedokteran PTS dapat mencapai 6,3 tahun. Hal ini karena rata-rata biaya kuliah kedokteran dari 10 PTS yang dianalisis mencapai Rp 688,6 juta hingga lulus kuliah atau sekitar Rp 88 juta per semester.
Aspek nonmoneter
Meski demikian, pemilihan program studi tidak bisa dilihat dari sisi imbal balik moneternya saja. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Prof Nizam mengatakan, pendidikan tinggi tidak hanya menghasilkan nilai tambah ekonomi, tapi juga peningkatan intelektualitas, wawasan, kreativitas, soft skills, kepemimpinan, yang akan berguna bagi mahasiswa untuk bekal masa depannya.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Sejumlah mahasiswa berdiskusi di lobi kampus Universitas Bina Nusantara, Jakarta, Senin (19/3). Suasana kampus modern yang nyaman mendukung kegiatan perkuliahan mahasiswa yang membutuhkan suasana kondusif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas dan kegiatan lainnya.
Pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Gumilang Aryo Sahadewo, pun sepakat. Menurut dia, banyak imbal balik nonmoneter yang didapatkan dari upaya melanjutkan studi ke universitas ketimbang hanya berijazah SMA atau SMK saja.
Talenta, khususnya talenta teknis, masih menjadi tantangan. Ini memperkuat keyakinan bahwa perlu investasi yang stabil terhadap pendidikan talenta.
Contohnya, dengan pendidikan yang lebih tinggi, pekerjaan yang diperoleh berpeluang lebih stabil. Dengan stabilitas ini pun akan berdampak pada kesehatan mental yang lebih baik. Selain itu, pekerjaan yang didapatkan biasanya cenderung lebih komprehensif dan memiliki lingkungan kerja yang juga lebih baik.
Oleh karena itu, bagi Gumilang, pemilihan prodi yang tepat dengan minat pasar kerja menjadi penting untuk dapat meraih kesejahteraan yang lebih baik di masa depan. Ini menjadi tugas besar orangtua dan guru di SMA dan SMK untuk dapat mengarahkan anak didiknya memilih prodi yang sesuai dengan tren industri dan kemampuan individu si calon mahasiswa.