Semakin Awal Mempersiapkan Biaya Kuliah, Semakin Ringan Bebannya
Di masa depan kenaikan biaya pendidikan tinggi tidak bisa dimbangi dengan pertumbuhan gaji orangtua. Semakin awal tabungan pendidikan disiapkan, kelak beban biaya kuliah dapat menjadi lebih ringan.
Oleh
MARGARETHA PUTERI ROSALINA, ALBERTUS KRISNA, SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Β·5 menit baca
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Peserta seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) menyelesaikan soal ujian di Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah. Biaya pendidikan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun membuat orangtua harus menyiapkan dana pendidikan jauh-jauh hari.
Banyak yang menilai pengalaman dan gelar yang didapat dari perguruan tinggi sebagai sebuah cara membuka peluang hidup yang lebih baik. Namun, biaya kuliah menjadi tantangan tersendiri. Dari analisis sejumlah data biaya perguruan tinggi negeri dan swasta serta upah pekerja, di masa depan kenaikan biaya pendidikan tinggi tidak bisa dimbangi dengan pertumbuhan gaji orangtua.
Hal ini pun membuat tekanan tersendiri bagi orangtua untuk dapat memberikan anaknya kesempatan belajar di universitas yang sebaik mungkin.
"Khawatir banget, maunya kami sebagai orang tua kan bisa memberikan pendidikan yang terbaik sesuai kemampuan finansial kami," kata Sasti (35) ibu satu anak yang tinggal di Bekasi beberapa pekan lalu.
Terlebih lagi, dari analisis Kompas, diprediksi bahwa pertumbuhan biaya studi akan naik begitu pesat untuk 18 tahun mendatang sebesar 6,03 persen setiap tahunnya. Kondisi ini tidak mampu diimbangi oleh kenaikan upah orangtua di Indonesia yang hanya berpendidikan SMA maupun universitas yang masing-masing hanya sebesar 3,8 persen dan 2,7 persen.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Para lulusan SLTA yang tidak lolos Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2010 kembali mendaftarkan diri untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur mandiri di Universitas Negeri Yogyakarta, Senin (19/7). Hingga kini, sebagian besar lulusan SLTA masih menaruh harapan untuk bisa melanjutkan kuliah di PTN yang berkualitas dengan biaya pendidikan yang terjangkau.
Meskipun demikian, hasil jajak pendapat Kompas awal Juli lalu menunjukkan, hampir seperlima responden mengaku tidak menyiapkan dana khusus untuk dana pendidikan tinggi.
Di sisi lain, hampir dua pertiga responden berencana menabung untuk menghimpun dana kuliah.
"Biaya yang tidak pernah turun adalah biaya pendidikan dan kesehatan. Jadi pasti akan naik di tahun-tahun ke depan," kata Eko Endarto, pendiri Finansia Consulting, Selasa (19/7/2022).
Lalu apakah menaruh dana di tabungan konvensional sudah cukup? Sesungguhnya bagaimana cara ideal persiapan dana kuliah?
Pertama, hal yang perlu dilakukan mempersiapkan dana kuliah adalah menentukan asumsi kenaikan biaya pendidikan. Asumsi ini sebagai dasar penentuan target penghimpunan dana biaya kuliah anak. Hal ini tetap bisa dilakukan meski anak masih berusia dini.
Hal yang perlu dilakukan mempersiapkan dana kuliah adalah menentukan asumsi kenaikan biaya pendidikan. Asumsi ini sebagai dasar penentuan target penghimpunan dana biaya kuliah anak
Berdasarkan tren biaya pendidikan selama 10 tahun terakhir, pendiri firma perencana keuangan OneShildt Financial Planning Mohamad Andoko menilai ada baiknya untuk mengasumsikan kenaikan pada rentang 10β15 persen per tahun. "Lebih baik juga kalau ternyata uang yang terkumpul lebih besar dari target," ujarnya.
Cari informasi
Lalu, bagaimana menentukan target? Hal ini bisa dilakukan dengan cara mencari informasi biaya pendidikan saat ini. Misalnya mencari data biaya studi yang diumumkan oleh perguruan tinggi tiap tahunnya. Dengan dasar informasi tersebut, lalu diperkirakan kenaikannya dengan angka 10β15 persen per tahun tersebut.
Ambil contoh bahwa saat ini, usia anak adalah tiga tahun dan total biaya kuliah di suatu program studi perguruan tinggi hingga lulus membutuhkan uang Rp 100 juta.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Malang usai mengikuti kuliah umum, Selasa (2/9/2019)
Anggap saja asumsi kenaikan 12,5 persen per tahun, maka pada tahun kedua, angkanya menjadi Rp 112,5 juta. Untuk tahun ketiga, pertumbuhan 12,5 persen ini lalu diaplikasikan ke besaran biaya tahun sebelumnya. Demikian seterusnya.
Pada tahun ke-15 atau saat anak lulus SMA di usia 18 tahun, angka biaya kuliah dapat mencapai Rp 520 juta. Angka ini lalu dapat dijadikan dasar penentuan target.
Andoko mengatakan, misalnya dengan target dana Rp 500 juta, artinya orang tersebut harus menyisihkan uang Rp 1 juta setiap bulannya ke instrumen investasi yang dipilih. Misal suatu instrumen dengan rate 12 persen per tahun, maka dalam waktu 15 tahun, akan tercapai angka target tersebut.
Lalu bagaimana strategi penghimpunan dananya? Andoko menilai, bahwa tidak ada solusi yang one size fits all, alias bisa berbeda pada setiap individu dan kondisi perekonomian rumah tangga.
Jika memiliki uang dalam besar dan berniat menginvestasikannya secara langsung (lump sum), maka ada pilihan seperti investasi properti, misalnya. Lalu ada opsi investasi lain, misalnya, seperti dana dimasukkan ke reksadana maupun obligasi.
Andoko juga menyoroti bahwa masyarakat banyak yang melirik asuransi sebagai strategi pembiayaan. Menurutnya, asuransi memiliki kelebihan dan kekurangan.
Jika pada suatu saat orang tua meninggal, asuransi akan tetap menanggung biaya. Namun di sisi sebaliknya, premi asuransi memiliki cost of insurance atau biaya asuransi.
KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA
Mahasiswa baru Universitas Sebelas Maret (UNS) membuat catatan saat mengikuti kuliah umum Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di halaman Rektorat UNS di Solo, Jawa Tengah, Selasa (13/8/2019).
Di sisi lain, Eko menilai, untuk biaya pendidikan, sebaiknya memilih produk investasi, terutama yang return-nya lebih besar ketimbang kenaikan biaya pendidikan.
"Sederhananya, produk yang kita pilih harus lebih tinggi hasilnya daripada kenaikan biaya pendidikan," kata Eko.
Artinya, jika asumsi kenaikan biaya pendidikan yang Anda pilih adalah 10 persen per tahun, maka produk investasi yang dipilih sebaiknya yang lebih dari angka tersebut.
Indeks Harga Saham Gabungan selama setahun terakhir, misalnya, telah mencatatkan pertumbuhan nilai sebesar 12,78 persen.
Sedini mungkin
Arie (46) warga Tangerang Selatan, Banten, misalnya, memilih untuk menggunakan investasi reksadana untuk biaya pendidikan anaknya yang kini berusia 15 tahun dan baru saja masuk SMA.
Arie menanamkan uang ke reksadana Rp 8 juta per tahun selama 5 tahun. Jika ditabung biasa, maka hanya menghasilkan Rp 40 juta. "Tetapi ternyata jadi Rp 50 juta karena dibelikan reksadana," kata Arie.
Artinya, jika asumsi kenaikan biaya pendidikan yang Anda pilih adalah 10 persen per tahun, maka produk investasi yang dipilih sebaiknya yang lebih dari angka tersebut
Kedua, Eko mengatakan bahwa tidak ada istilah 'terlalu awal' untuk memulai menghimpun dana kuliah anak. Menurutnya, orang tua perlu memprioritaskan kebutuhan dana pendidikan.
"Sejak anaknya lahir. Daripada mikirin baju bermerek untuk anak yang mungkin hanya terpakai enam bulan, lebih baik alokasikan ke persiapan biaya pendidikan," ujar Eko.
Menurut Eko, ini dapat dilakukan dengan cara mulai menyisihkan dana persiapan tiap bulan dan dimulai sejak sedini mungkin. Dana untuk kuliah yang harus dihimpun setiap orang tua memiliki target yang mirip, yakni dana sudah memadai ketika anak lulus SMA pada usia 17-18 tahun.
Artinya, semakin panjang durasi yang dimiliki untuk menabung, maka akan semakin ringan nilai investasi yang dikeluarkan. "Semakin awal dilakukan, semakin sedikit (uang) yang dikeluarkan, tetapi semakin banyak yang didapatkan," kata Andoko.
Lalu, Andoko mengingatkan, jika nyatanya jumlah akumulatif yang didapatkan telah melampaui target sebelum anak berusia 18 tahun, misalnya, maka sebaiknya dana langsung dicairkan.
Mengapa? Ini untuk mengurangi risiko return investasi yang bisa jadi terganggu oleh kondisi ekonomi, seperti dampak pandemi Covid-19 terhadap pasar saham beberapa saat lalu, misalnya, atau konflik geopolitik yang terjadi.
"Amankan investasi secepat mungkin. Kalau investasi jangka pendek taruh di instrumen yang mudah dicairkan," kata Andoko.