Merawat Sapi yang Terserang PMK Seperti Anak Sendiri
Para peternak merawat sapi yang tengah sakit karena penyakit kuku dan mulut seperti anak sendiri. Mereka menemani tidur saat sapinya rewel, mengelus, hingga menyuapi makan.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM, ANDY RIZA HIDAYAT, INSAN ALFAJRI, DHANANG DAVID
·5 menit baca
Para peternak merawat sapi yang tengah sakit karena penyakit kuku dan mulut seperti anak sendiri. Mereka menemani tidur saat sapinya rewel, mengelus, hingga menyuapi makan. Dengan obat dan vaksin terbatas,segala cara pun mereka tempuh demi mengupayakan kesehatan ternaknya, termasuk menggunakan cairan infus dan cairan pengawet mayat atau formalin.
Ditemui Kamis (16/6/2022) petang. Pendi ada di sekitar kandangnya di Desa Kesamben Kulon, Kecamatan Wringin Anom, Gresik, Jawa Timur. Sore itu, Pendi ditemani istrinya mengecek kondisi sapi dan kambingnya yang lemas beberapa hari terakhir. Karena khawatir kondisinya memburuk, dia memanggil mantri kesehatan hewan datang ke rumah. Mantri datang memeriksa kondisi sapi dan memberinya sejumlah suntikan. Kedatangan mantri sudah kesekian kali.
Sebagian hewan ternaknya semakin baik, namun dua dari empat ternaknya masih lemas. Kandang Pendi ada di belakang rumah. Kandang itu beratap genteng dan dibatasi dinding kayu. Di sisi kandang terdapat dua ambin bambu, tempat itu kini sering dipakai Pendi untuk menemani ternaknya saat malam hari. Bagaikan menunggu orang sakit, Pendi selalu siap bergerak ketika sapinya butuh pertolongan. “Kalau gelisah, saya puk-puk badannya, saya juju (suapi) makan,” katanya.
Pendi memiliki empat hewan ternak. Tiga di antaranya sapi limusin semental dan satu kambing blasteran. Setelah berkali-kali diobati mantri, ternaknya sudah bisa berdiri, meski nafsu makan belum normal. Sementara luka di kaki masih terlihat tinggal pemulihan. Keresahan Pendi sudah berlangsung satu bulan lebih. Waktunya merawat ternaknya berkurang dari waktu kondisinya parah.
Di puncak keparahan, Pendi tidak bisa tidur nyenyak. Sebentar-sebentar dia tengok ternaknya, sesekali menyuapi makan. Dia menjaga agar perut ternaknya tidak sampai kosong. Satu hal lagi yang selalu dia jaga adalah kebersihan kandang. Ini dia jaga agar sapi-sapinya tetap sehat. Terdapat sekitar 100 peternak di desa Pendi. Hampir semua ternak di sana sudah tertular PMK. Idul Adha yang biasanya merupakan masa panen buat peternak sapi dan kambing, justru harus dilalui merawat ternaknya.
Di Kecamatan Ampel, Boyolali, Jawa Tengah, Pujo Santosa (44) sudah mulai bisa sedikit bernafas lega. Tiga dari empat sapinya sudah mulai berdiri sendiri saat melihatnya masuk kandang. Hanya satu, Si Merah, sapi jantan berbulu panjang, yang masih lemas bersimpuh di pojok kandang. “Sekarang sudah lumayan. Tinggal Si Merah ini masih lesu, padahal biasanya paling lincah,” katanya saat ditemui di kandangnya.
Pertengahan Juni lalu, wabah PMK menyerang ternak di desa Pujo. Ratusan sapi sakit dengan gejala sama. Ketakutan terbesar para peternak adalah saat kuku sapinya lepas. Tanpa kukunya, sapi tak akan mampu berdiri dan mudah terserang penyakit lain. Kondisi ini yang biasa membuat sapi mati.
Siang itu, Pujo memanfaatkan jam makan siang kantornya untuk pulang ke rumah, merawat sapi-sapinya. Jarak kantornya ke rumah sekitar 10 kilometer. Masih berseragam kantor, ia masuk kandang, memeriksa kuku mereka satu persatu. Kuku-kuku sapi yang biasanya keras terlihat selunak daging saat ia tekan. Kaki dua sapinya pun masih terus mengeluarkan darah dari luka mereka.
Di puncak keparahan, Pendi tidak bisa tidur nyenyak. Sebentar-sebentar dia tengok ternaknya, sesekali menyuapi makan. Dia menjaga agar perut ternaknya tidak sampai kosong. Satu hal lagi yang selalu dia jaga adalah kebersihan kandang. Ini dia jaga agar sapi-sapinya tetap sehat
Pujo lalu membersihkan kandang, menyiramnya dengan banyak air. Setelah bersih, ia meraih kantong infus yang tersedia di dipan di dalam kandang. Pujo mencuci kaki-kaki sapinya dengan cairan infus natrium chloride (NaCl). Ia pernah membaca bahwa cairan infus NaCl itu baik untuk membersihkan luka sehingga dapat mencegah infeksi.
Selain kantong infus berisi NaCl, Pujo juga menyediakan cairan formalin atau pengawet. Bahan kimia itu ia beli dari pedagang di desanya. Cairan formalin ia dengar bisa mempercepat luka kering dan kuku lunak mengeras kembali. “Ini saya beli kok malah ketipu, ternyata yang ini sudah diencerkan jadi warnanya biru muda. Saya kan tidak tahu aslinya seperti apa. Ternyata diberitahu sama mantri, seharusnya biru tua pekat,” katanya kecewa.
Pujo juga menyediakan betadine dan kaporit. Tanpa kepastian, ia hanya berusaha menyembuhkan dengan berbagai cara yang ia dengar bisa mencegah kuku sapinya lepas. Selama sebulan sapinya sakit, Pujo sudah menghabiskan sekitar Rp 1 juta untuk membeli obat-obat pembersih luka dan suntikan vitamin.
Di Mojosongo, Kabupaten Boyolali, Haryono (45), mencekoki sapinya yang sakit PMK dengan madu asli dan telur bebek secara teratur selama sapi-sapinya sakit. Ia juga menyuapi makan saat sapinya tak mau makan. “Madunya harus madu yang benar-benar asli, terus ya harus didulang (disuapi), soalnya makan saja tidak mau,” katanya.
Haryono merupakan kasus PMK pertama yang dilaporkan di Kabupaten Boyolali. Seluruh sapi di kandangnya yang berjumlah 13 ekor, sapi yang ia beli dari Pracimantoro, Wonogori, Jawa tengah. Saat ini, 15 sapi Haryono sudah terlihat sehat. Termasuk sapi perah betina yang sedang mengandung, terlihat sudah berdiri dan makan dengan lahap.
Tak sanggup
Telaten dan sabar membuat sejumlah peternak bisa menyembuhkan sapi-sapinya yang sakit. Namun, telaten dan sabar adalah sebuah kemewahan bagi peternak dengan jumlah sapi lebih dari 20 ekor. Sebab, saat seluruh kandang sakit, tenaga mereka tak memadai untuk merawat seluruh sapi.
Peternak di Susukan, Boyolali, Juki (68) terpaksa menjual murah sapi yang sudah lepas kukunya. Harganya turun drastis, dari harga pasaran Rp 25 juta menjadi Rp 3 juta. Juki mempunyai 25 ekor sapi yang ia kelola bersama anaknya. “Ya bagaimana, saya tidak sanggup merawat sapi sakit semua sebanyak itu,” katanya.
Di Sleman, Yogyakarta, sapi milik Tugiman (64) pun terpaksa dijual murah, dari harga pasaran Rp 21 juta menjadi Rp 8 juta. Ia merasa tak punya pilihan lain selain menjual murah sapi yang kukunya sudah lepas. Kepala Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan Kabupaten Wonosobo Dwiyama Satyani Budyayu mengatakan, kerugian peternak sapi karena PMK yang melanda menjelang Idul Adha besar.
Meskipun tingkat kematiannya rendah, yaitu hanya dua persen tapi kerugian secara ekonomi tinggi karena sapi yang terkena PMK akan mengalami penyusutan berat badan. Karena bobotnya susut, peternak harus menunda jual dan mengeluarkan lebih banyak biaya untuk memelihara hingga mencapai berat yang ideal lagi.
Padahal, menjelang Idul Adha adalah waktu yang telah dinanti-nanti peternak karena harga ternak paling bagus dalam setahun. Sebagai gambaran, seekor sapi di Wonosobo seberat 1,2 ton awalnya dihargai Rp 90 juta. Namun karena terserang PMK, akhirnya disembelih. Ternyata, karkas dagingnya hanya laku Rp 40 juta. “Berarti ada rugi sekitar 50 juta. Itu baru satu sapi saja,” katanya.
Bagi peternak, Idul Adha yang sudah mereka harapkan menjadi masa panen, justru menjadi masa paceklik. Mereka hanya bisa legawa menerima nasib tak jadi menjual sapi di Hari raya Idul Adha tahun ini.