Beberapa peternak memilih menutup kandang sejak penyakit mulut dan kuku mulai menyebar. Pilihan ini berat karena membuat penjualan mereka sangat terbatas. Pilihan sulit ini terpaksa dijalani demi mencegah kerugian lebih besar.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM, ANDY RIZA HIDAYAT, INSAN ALFAJRI, DHANANG DAVID
·4 menit baca
Selembar kertas berisi pengumuman tertempel di gerbang Kandang Kelompok Tani Taruna Mandiri di Pedukuhan Ngalian, Kapanewon, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (22/6/2022) yang tergembok rapat. Isinya larangan siapa pun masuk kandang selain anggota kelompok.
Pengumuman itu disertai pemberitahuan bahwa stok sapi korban sudah habis. Padahal, di dalamnya masih ada 65 sapi yang sehat dan layak untuk hewan korban. “Biasanya yang datang ke sini itu blantik atau orang cari hewan korban. Ya saya bilang saja, stok sapi korban sudah habis supaya mereka tidak datang lagi,” kata Ketua Kandang Kelompok Peternak Taruna Mandiri Minto Hartono (52).
Untuk masalah yang luar biasa memang diperlukan langkah yang juga luar biasa. Menutup kandang menjelang Idul Adha memang membuat jual beli terbatas. Berkebalikan dengan tahun-tahun sebelumnya ketika kandang justru dibuka lebar-lebar menjelang Idul Adha untuk menarik pembeli.
Kandang itu sudah ditutup rapat sejak laporan kasus pertama PMK di Kapanewon, sekitar Mei. Pengunjung hanya bisa masuk kandang dengan perjanjian sebelumnya. Waktunya pun dibatasi, yaitu hanya di pagi hari. Harapannya, orang yang datang ke kandang itu belum ke tempat lain sehingga berpotensi terpapar virus PMK.
“Kita kan tidak pernah tahu, dari mana saja orang yang datang itu. Siapa tahu sudah ke kandang sini dan ke kandang sana yang ternyata ada yang sakit di sana,” kata Minto.
Selain menutup kandang, para peternak di kandang itu juga hanya menggunakan sumber air yang terjamin dari cemaran virus, yaitu hanya dari sumur di kandang. Sebab, virus PMK dikabarkan dapat menyebar lewat aliran air.
Kita kan tidak pernah tahu, dari mana saja orang yang datang itu. Siapa tahu sudah ke kandang sini dan ke kandang sana yang ternyata ada yang sakit di sana
Sejauh ini, penutupan kandang itu efektif. Ketika wabah PMK melanda dukuh-dukuh di sekitarnya, tak satu pun dari 120 ekor sapi Kelompok Kandang Taruna Mandiri yang terkena. Aset yang bisa diselamatkan ditaksir Rp 1,6 miliar dari sapi-sapi milik 34 peternak.
“Ini satu sapi sekitar Rp 35 juta. Semua tabungan warga ini. Ada yang mau buat beli sepeda motor, ada yang mau buat biaya sekolah anak,” kata Minto.
Berawal dari pelacakan
Langkah penutupan kandang ini berawal dari pelacakan sumber penularan yang dilakukan Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Ngemplak. Awalnya, mereka sempat merasa kecolongan. Sebab, meskipun peternak sapi sudah tidak membeli ternak baru selama PMK berlangsung, nyatanya dua kandang di sana tetap terpapar.
Dokter Hewan Puskeswan Ngemplak Yeni Kurniawati mengisahkan, kasus pertama di Kapanewon, terjadi pada 31 Mei 2022 pada 4 sapi di satu kandang. Dua hari kemudian, terdapat laporan lagi pada kandang kelompok dengan populasi 50 ekor sapi. Padahal, kandang kedua sudah cukup ketat untuk mengantisipasi PMK, yaitu tidak membeli sapi baru dan penyemprotan disinfektan pun rutin.
“Kasus kedua ini yang membuat kami kaget dan semakin was-was, sebab kandang kedua ini cukup baik pengelolaannya,” kata Yeni.
Mereka pun melacak sumber penularan. Ternyata, dalam sepekan hingga muncul gejala, ada kunjungan dari pedagang sapi (blantik). “Titik lengahnya di situ. Bukan dari hewan ternak ke ternak tapi manusia ke ternak. Terus kami mengimbau ya bahasanya untuk lockdown kandang,” ujar Yeni.
itik lengahnya di situ. Bukan dari hewan ternak ke ternak tapi manusia ke ternak. Terus kami mengimbau ya bahasanya untuk lockdown kandang
Namun, hanya beberapa kandang berhasil. Kandang lain sudah terlambat untuk melakukan penutupan total sebab penularan sudah terjadi.
Penghasilan turun
Keputusan menutup kandang tentu berdampak turunnya penghasilan peternak. Peternak di Wonosobo, Jawa Tengah, Agus Wibowo (49), menghentikan sementara usaha penggemukan kambing. Ia telah menutup kandangnya sejak Wonosobo dinyatakan sebagai daerah tertular PMK pada 10 Mei 2022 lalu.
Dua pekan menjelang Idul Adha, kandang penggemukan kambing dan domba berkapasitas sekitar 300 kambing itu terlihat kosong. “Biasanya saya stok tiga bulan sebelum Idul Adha, tapi sekarang kosongin dulu saja biar aman dulu,” katanya di kandangnya.
Masa Idul Adha sebelumnya, ia bisa meraup puluhan juta rupiah dari usaha penggemukan. Namun, ia tak menganggapnya sebagai kerugian karena kerugiannya bisa lebih besar jika tetap melakukan penggemukan.
Saat ini, ia fokus menjaga puluhan kambing dan domba yang memang ia kembangbiakkan sendiri tetap bebas PMK. Agus tak ingin menjadi agen penyebaran penyakit dengan tingkat penularan 100 persen itu.
Di Kabupaten Sleman, Kandang Taruna Mandiri yang biasanya bisa menjual sapi hingga 40 ekor untuk Idul Adha, hanya bisa menjual sekitar 18 ekor tahun ini. Meskipun berat, para peternak yang menutup kandang telah menghindari bencana yang lebih besar, yaitu kehilangan ternaknya karena PMK.
Hari raya korban tahun ini pun terpaksa mereka jalani dengan muram. Mereka hanya bisa berharap, pemerintah bisa segera mengatasi bencana PMK ini dan mencegahnya terulang lagi di masa depan, sehingga peternak bisa tersenyum lagi.