JAKARTA, KOMPAS-Penelusuran di sejumlah kawasan konservasi menunjukkan, batas hutan hanya jelas dan tegas di dokumen peta. Di lapangan, ada kawasan yang tanpa tanda batas sama sekali, atau tanda batas tersedia tetapi meleset dari garis di peta.
Kerancuan batas antara lain terlihat di kawasan konservasi Kawah Kamojang di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Di kawasan sekitar Gunung Rakutak, Desa Sukarame, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung, hamparan kebun sayuran merambah puncak-puncak perbukitan. Dicocokkan dengan peta kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kawasan itu adalah perbatasan hutan lindung dan Cagar Alam Kawah Kamojang. Namun, batas fisik tidak ditemukan.
Tak jauh dari aliran Sungai Ciharus ada sebuah batu setinggi dua meter dengan tulisan huruf "CA" menggunakan cat merah. Di belakang batu, terdapat bukit yang menjadi perkebunan bawang.
Salah seorang warga yang berkebun di sana, HN, membenarkan bahwa batu tersebut batas antara hutan lindung dan cagar alam. Dia juga mengakui lahan seluas 150 tumbak (2.100 meter persegi) yang digarapnya masuk cagar alam.
Batas meleset
Di dekat Danau Ciharus, Desa Barusari, Kecamatan Pasirwangi Garut juga ada papan informasi dengan tulisan berhuruf kapital : Kawasan Cagar Alam Kamojang. Tulisan disertai simbol larangan naik sepeda motor trail, menyalahgunakan lahan, berburu, rekreasi mendaki, dan pembalakan.
Yang membingungkan, papan tadi masih di tengah area perkebunan. Salah satu kebun seluas satu hektar yang bersisian dengan hutan yang masih lebat digarap oleh IR (38). Ia menanam kol, bibit cabai, kacang, dan kopi.
IR mengaku diberi tahu seorang petugas bahwa berkebun sebenarnya dilarang di sana. Namun, petugas tidak lantas memintanya berhenti total. “Bilangnya, asal jangan nambahin (perluasan pembukaan lahan untuk kebun) lagi, cari aman,” ucap IR.
Lebih membingungkan lagi, berdasarkan peta kawasan hutan, kebun IR tidak berlokasi di wilayah konservasi, tetapi di hutan lindung.
Di bagian hutan yang lebih rendah, ada kebun yang digarap seorang warga asal Desa Barusari, AR (43). Berdasarkan peta kawasan hutan, kebunnya berada dalam Taman Wisata Alam Kawah Kamojang. Artinya, masuk kawasan konservasi.
Namun, tidak ada tanda batas di sana. AR mengaku bertanam cabai memang dilarang di sana, tetapi setahu dia tempatnya berkebun bukan kawasan konservasi, melainkan lahan hutan yang dikelola Perum Perhutani.
Grafis
Saat dikonfirmasi soal kerancuan batas di daerah Pasirwangi, Garut, Pelaksana Harian Kepala BBKSDA Jabar Himawan Sasongko, menyatakan perlu mengecek dan mencocokkan terlebih dahulu. Namun, terkait perambahan di Cagar Alam Kawah Kamojang di Rakutak, Bandung, Himawan membenarkan memang belum ada tanda batas. "Petani tidak membawa GPS (alat dengan sistem pemosisi global) ya. Tidak juga membawa peralatan navigasi lain. Mereka itu akhirnya masuk ke dalam kawasan,” ucap dia.
Pohon
Ketidakjelasan batas kawasan konservasi juga tampak di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di Sumatera. Di bagian hutan dekat Nagari Gambir Sungai Sako Tapan, Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, belasan hektar hutan TNKS dirambah untuk perkebunan.
Salah satu petani di sana, Budi (30), menyatakan tidak tahu lahan yang digarapnya masuk dalam kawasan TNKS. Menurut dia, di sana tidak ada patok penanda batas maupun papan peringatan yang menyebut wilayah itu bagian dari taman nasional tersebut.
Pelaksana Harian Kepala Balai Besar TNKS Teguh Ismail, menyampaikan, terus berkoordinasi dengan Balai Pemantapan Kawasan Hutan untuk mengecek ulang sejumlah batas-batas lokasi penting di kawasan TNKS. Untuk kawasan TNKS yang rawan dirambah, petugas juga telah memasang sejumlah patok penanda dan papan peringatan.
"Di Kabupaten Merangin dan Kerinci, kami menanam pohon jenis tertentu sesuai kesepakatan dengan masyarakat untuk menandai batas kawasan TNKS. Itu supaya batas hutan terlihat jelas dari udara dan bila dicek dengan citra satelit," ujarnya.