Modus pelaku penipuan berkedok cinta efektif memperdaya korban. Lewat pendekatan agama dan permainan psikologis, mereka memikat calon korban dalam jalinan hubungan cinta palsu.
Oleh
INSAN ALFAJRI, ANDY RIZA HIDAYAT, IRENE SARWINDANINGRUM, DHANANG DAVID
·5 menit baca
INSAN ALFAJRI
Bukti Faris Ahmad Faza mengaku sering mengaji kepada korban di Tulungagung, Jawa Timur
JAKARTA, KOMPAS - Pelaku penipuan berkedok cinta menggunakan pendekatan agama dan memainkan psikologis korban. Dua modus ini efektif memperdaya 91 korban dari empat terduga pelaku yang diinvestigasi Kompas periode Maret-April 2022. Lewat pendekatan agama, seorang penipu berpura-pura alim dan memiliki wawasan agama yang mumpuni.
Hal ini ditunjukkan Faris Ahmad Faza (31) yang memikat sembilan korbannya di Jawa Timur (Jatim) dan Jawa Tengah (Jateng). Faza sering tampil mengenakan sarung dan mengaku anak kiai yang memiliki pondok pesantren. Kepada korbannya, IL (28), di Tulungagung, Jatim, Faza berkali-kali bilang ingin mengaji. ”Sayang, aku ngaji dulu. Minggu kemarin belum khatam,” katanya kepada IL, Januari 2022. ”Iya sayangku,” IL membalas.
Setelah sekian lama berhubungan, Faza mulai curhat tentang usahanya sebagai distributor gawai butuh suntikan modal. Rekeningnya yang banyak berisi saldo diblokir bank karena terindikasi pencucian uang. Ia membutuhkan pinjaman uang dari korban untuk menyuap pejabat bank agar pemblokiran rekening dibatalkan.
Awalnya, utang kepada korban itu dicicilnya. Namun, lama-kelamaan, utang terus menumpuk dan Faza tetap tak berhenti meminta kepada korban. Jika korbannya enggan memberi pinjaman, ia membombardir dengan cercaan dan pura-pura sakit dalam balutan perban. ”Saya cek, tidak ada bekas lukanya, hanya perban bersih,” kata TR (33) yang kehilangan Rp 40 juta.
TR bersama delapan korban lain diminta Faza membuka pinjaman online (pinjol) saat tabungan mereka sudah terkuras.
Untuk judi
Ironisnya, dana korban diduga keras mengalir ke platform judi daring. Kenalan Faza di Kediri, bernama samaran Diki, menyebut Faza bermain di situs jasabet.com dengan rekening deposit atas nama Dwi Priyanto di Bank Central Asia.
INSAN ALFAJRI
Tangkapan layar bukti penelusuran Faris Ahmad Faza bermain judi. Rekening atas nama Dwi Priyanto itu diaku kepada korban sebagai mitra usaha, ternyata itu rekening deposit situs judi.
Rekening ini terdapat di daftar transfer rekening LL (25), korban di Kediri. LL mengirim uang ke rekening itu 27 kali per Februari 2022 dengan total Rp 64 juta atas perintah Faza. Katanya, Dwi rekan bisnisnya.
Kami melacak rekening itu di situs judi 9-10 April 2022 dengan menyamar sebagai penjudi. Admin situs jasabet.com mengakui, rekening itu pernah digunakan sebagai rekening deposit.
Untuk mengonfirmasi ke terduga pelaku, kami mendatangi alamat kartu tanda penduduk Faza di Semarang, Selasa (22/3/2022). Rumah itu dihuni pasangan Dani dan Erna yang mengenal keluarga Faza sebagai penghuni rumah itu enam tahun silam.
Nama dan foto Faza juga tak dikenal pengelola di Apartemen Malioboro City, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kepada korban, tempat ini sering disebut Faza sebagai tempat tinggalnya. ”Alamatnya salah, bukan seperti itu urutannya,” kata Valdo, pengelola apartemen.
KOMPAS/ANDY RIZA HIDAYAT
Sebuah rumah di wilayah Kasongan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta pernah menjadi tempat kos Faris Ahmad Faza (31). Faza tidak lagi menempati rumah ini.
Sebagaimana Faza, Emirat Moniharapon (29) juga menampilkan kesan saleh di hadapan korban. Di akun Instagram-nya, Emiratmo89, bertebaran petuah-petuah bijak. Saat kami menemuinya di Makassar, Emirat terlihat tegap, kekar, dan bersih, sebagaimana foto di Instagram.
RK (43), pengusaha perhiasan, yang menjalin hubungan jarak jauh dengan Emirat termakan rayuan gombal lewat pesan singkat. Emirat berkali-kali menyatakan cintanya kepada ibu satu anak ini. RK membalas ungkapan cinta itu.
Emirat ingin meningkatkan hubungan mereka lebih dari sekadar sepasang kekasih. Menariknya, setiap pesan gombal Emirat terselip permintaan uang dengan berbagai macam dalih. ”Oya sayang, uang (yang) sayang kirim kemarin sudah habis. Jadinya sayang mau kirim berapa, jangan pas-pasan ya,” pesan Emirat kepada RK suatu hari.
Permainan psikologi
Sementara itu, Mohammad Iqbal Pangestu (29) memainkan psikologi korban untuk memikatnya. Dia mendekati korban secara agresif sebelum menjadikannya pasangan. Iqbal seakan tidak memberi kesempatan kepada korban untuk berpikir lebih dahulu.
Dengan modus ini, WT (25), perempuan di Semarang, terpikat. Dia mengenal Iqbal di aplikasi Line, 16 Januari pagi. Malamnya, Iqbal menyatakan serius dan mengajak WT ke orangtuanya di Cilacap, Jawa Tengah, untuk minta restu.
Restu ini kemudian dijadikan alat eksploitasi pada WT. Hanya dua pekan berhubungan, Iqbal menguras harta WT sebanyak Rp 40 juta. Setelah itu, pria asal Tangerang ini menghilang. ”Tanggal 30 Januari pagi, dia tidak bisa dihubungi,” ujar WT.
DHANANG DAVID
Wilayah rumah Iqbal, salah satu pelaku penipuan berkedok cinta, di Kabupaten Tangerang, Banten. AJ (53), ayah Iqbal tinggal di daerah ini. ia mengurung diri karena menanggung malu.
Kami berusaha melacak jejak Iqbal di Kabupaten Tangerang, Banten, lewat alamat yang diberikan kepada WT. Dari sini terungkap cerita fiktifnya. Dia bukan keluarga kaya dan juga bukan pengusaha seperti yang diaku kepada korban. ”(Dia) tidak tamat sekolah,” ujar ayah Iqbal, Aj.
Pihak keluarga mengklaim tidak tahu keberadaan Iqbal kini. Pelacakan berlanjut ke salah satu apartemen di Bekasi, Jawa Barat. Di apartemen itu, Iqbal pernah menginap bersama AM (26), korban setelah WT, asal Jakarta Utara.
Kami memeriksa daftar penyewa di malam AM bertemu Iqbal. Ternyata, unit yang ditempati Iqbal pada malam itu disewa dengan menggunakan identitas orang lain.
Tidak saja rugi secara finansial, korban juga merasa tertipu karena pelaku menampilkan citra palsu. Citra ini yang kemudian membuat korban tertarik menjalin hubungan, sebagaimana diakui sejumlah perempuan yang mengaku sebagai korban Leonardus Wahyu Dewala (32).
Di aplikasi kencan, dia menyaru sebagai lulusan luar negeri. SF (27), salah satu korbannya, sering menerima pesan suara dalam bahasa Inggris dari Dewala. Kepada SF, Dewala bilang bisa membaca karakter orang dari melihat alisnya. ”Dia mengutip teori-teori asing, yang jujur saya belum pernah dengar,” ujar SF, kagum kepada Dewala saat itu.
IRENE SARWINDANINGRUM
Media sosial menjadi tempat korban penipu berkedok cinta mencari keadilan. Sejumlah unggahan soal penipu berkedok cinta semakin marak di berbagai media sosial.
Memuji alis diduga kuat menjadi jurus bujuk rayu andalan Dewala. Sangat mungkin nama akun Instagram @aliskamugemash yang berisi testimoni puluhan korban Dewala terinspirasi dari rayuan ini. Ketika kami temui di rumahnya di Magelang, Jawa Tengah, Dewala menyebut alis sebagai salah satu bentuk alami di tubuh manusia. Dia tidak menjelaskan detail maksud kalimat itu.
Aspek psikologis korban sering kali menjadi sasaran pelaku. ”Para korban ini tidak bodoh, tetapi memiliki hati mudah luluh jika sudah dapat perhatian dari seseorang. Perhatian dari orang ini bisa memengaruhi psikologis mereka yang membuat korban seakan bertindak di luar nalar,” kata Diah Esfandari, Ketua Komunitas Waspada Scammer Cinta.