Pelaku masih aktif mencari korban berikutnya meski dilaporkan ke kepolisian. Bahkan, ketika perbuatannya diviralkan di media sosial, pelaku masih terus memperdaya korban lain.
Oleh
INSAN ALFAJRI, DHANANG DAVID ARITONANG, IRENE SARWINDANINGRUM, ANDY RIZA HIDAYAT
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Lambatnya proses hukum membuat para pelaku penipuan berkedok cinta di media sosial dan aplikasi kencan bebas berkeliaran. Pelaku yang sudah dilaporkan ke kepolisian kembali beraksi mencari korban baru. Ia kembali memperdaya korban dengan karangan cerita fiktif untuk mengeksploitasi korban.
Investigasi Kompas menemukan, penipu berkedok cinta bisa kembali beraksi berkali-kali meski telah dilaporkan para korbannya ke polisi. Terduga penipu berkedok cinta seperti Faris Ahmad Faza (31) dan Mohammad Iqbal Pangestu (29) tetap leluasa beraksi meski korban telah melapor ke polisi. Para penipu ini kembali mengeksploitasi korban baru di tempat yang berbeda.
Faza dilaporkan korbannya dalam dua kasus penipuan di Polsek Purwokerto Timur, Jawa Tengah, pada 30 dan 31 Oktober 2021 oleh dua korban berbeda. Di Purwokerto, Faza menggunakan dua nama berbeda untuk menipu korbannya. Dia menggunakan nama Areza dan Fafa.
Saat melapor, kedua korban itu tidak tahu nama yang selama ini mereka kenal ternyata nama palsu. ”Saudara Areza bilang meminjam uang ke saya karena usahanya sedang kolaps,” cerita korban IT (31) kepada polisi.
Merespons laporan itu, Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Purwokerto Timur Inspektur Satu Imam Santosa sedang mencari orang yang dilaporkan tersebut. Polisi tengah mendalami keterangan sesuai laporan yang diterima dari korban. ”Laporan ini sedang kami proses. Jejak-jejaknya pun kami telusuri,” kata Imam saat ditemui di kantornya, Maret 2022.
Setelah dilaporkan ke polisi, Faza masih bebas berkeliaran. Ia kembali mengeksploitasi korban baru di Jawa Timur. Maret 2022, dua korban terbarunya melapor ke Polres Kediri dan Polres Tulungagung. Mereka mengaku menjadi korban penipuan Faza pada Februari 2022 atau empat bulan setelah dua laporan pertama di Purwokerto.
Sepanjang 2021 hingga awal 2022, sembilan perempuan menjadi korban penipuan berkedok cinta Faza dengan nilai kerugian berkisar Rp 350 juta. Empat dari sembilan korban itu sudah melapor ke polisi. Namun, hingga sekarang, pria yang menggaet sebagian besar korban lewat aplikasi Tinder itu masih bebas.
Berulah setelah viral
Ulah yang sama dilakukan Iqbal. Tidak hanya dilaporkan, setelah diviralkan di media sosial, lelaki asal Tangerang, Banten, ini kembali mengeksploitasi korban baru. Korban baru Iqbal adalah AM, perempuan di Jakarta Utara. AM dieksploitasi selama menjalin hubungan dengan Iqbal selama 11-21 Maret. Iqbal seperti tidak takut dikejar aparat atau dipergoki korban sebelumnya.
AM bahkan ditinggal begitu saja di Yogyakarta pada 21 Maret dengan uang dan pakaian seadanya. Selama berhubungan, ia kehilangan Rp 13 juta dan barang-barang berharga. Atas kerugian ini, AM melaporkan Iqbal ke Polres Kota Bekasi, 22 Maret lalu. Laporan ini merupakan laporan polisi kedua Iqbal dalam dua bulan.
Sebelum AM, 2 Februari lalu, WT (25) melaporkan dugaan penipuan di Polres Kota Semarang. Baik AM maupun WT sudah mendapat surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) dari polisi. Namun, belum ada kabar lanjutan mengenai penanganan kasus ini.
”Mengapa sampai ada korban baru setelah ada laporan polisi sebelumnya? Pelaku seperti tidak takut. Dia masih bebas mencari korban baru,” ujar WT mencemaskan korban berikutnya.
Terkait laporan WT, Kompas sempat mendatangi Markas Polres Kota Semarang, Kamis (24/3/2022), dan bertemu dengan Inspektur Dua Nunuk Suprihatin, penerima laporan WT.
Nunuk tidak bersedia memberi komentar karena harus seizin Kepala Satuan Reskrim Polres Kota Semarang. Namun, pesan pendek melalui aplikasi Whatsapp untuk permintaan wawancara dengan Kepala Satreskrim Polres Kota Semarang Ajun Komisaris Besar Donny Lumbantoruan tidak direspons meski pesan tersebut telah bertanda centang biru.
Sosok religius
Tim investigasi menelusuri empat pelaku yang dituduh melakukan eksploitasi materi dan nonmateri. Dari empat pelaku, tiga orang telah dilaporkan ke polisi oleh tujuh korban di tempat dan waktu yang berbeda.
Salah satu laporan polisi yang paling lama didalami adalah kasus dugaan penipuan yang menimpa RK (43), perempuan asal Bekasi, Jawa Barat. Ibu satu anak ini melaporkan dugaan penipuan atas nama Emirat Moniharapon (29) ke Polda Metro Jaya. RK merasa dieksploitasi Emirat melalui hubungan jarak jauh dengan kerugian total Rp 180 juta.
Emirat menampilkan sosok religius di hadapan RK. Masuk lewat pendekatan agama ini membuat RK terpikat dan menuruti keinginan Emirat. Berkali-kali Emirat, lulusan sekolah pelayaran di Makassar, Sulawesi Selatan, itu meminta uang kepada RK untuk berbagai keperluan.
Adapun laporan RK ke Polda Metro Jaya pertama dibuat pada tahun 2018. Selanjutnya laporan itu diperbarui pada 2019 karena pergantian saksi. RK berkali-kali mempertanyakan perkembangan kasus yang dia laporkan. Dengan berbagai macam penjelasan, hingga kini belum ada kabar terbaru mengenai laporan tersebut.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Auliansyah Lubis dan Kepala Bidang Humas Komisaris Besar Endra Zulpan sempat dikonfirmasi soal laporan RK. Namun, pertanyaan yang disampaikan melalui aplikasi Whatsapp belum direspons. Kompas juga tidak dapat menghubungi keduanya pada pertengahan April melalui telepon seluler.
Dari cerita RK, tim investigasi kemudian melacak keberadaan Emirat di Makassar, Selasa (5/4). Pelacakan ini tidak sulit. Tim bisa mendatangi rumahnya dan bertemu keluarganya. Setelah itu, Emirat mengajak untuk berbincang di sebuah tempat di pinggir Kota Makassar. Kepada Kompas, Emirat menyatakan siap mengikuti proses hukum jika ada pihak yang merasa dirugikan atas perbuatannya. Dia menyangkal semua tuduhan RK.
”Terima tidak terima, tetap harus jalani. Memang takdirnya seperti ini,” kata Emirat menanggapi tuduhan RK.
Sebelumnya, Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menyampaikan rekomendasi ke Kepolisian RI saat peringatan Hari Perempuan Internasional, 8 Maret lalu. Salah satu butir rekomendasi tersebut adalah memastikan tidak terjadinya penundaan berlarut dalam penyelidikan atau penyidikan kasus-kasus kekerasan berbasis jender terhadap perempuan. Butir-butir rekomendasi selengkapnya dapat dilihat di laman komnasperempuan.go.id.
”Selain pendekatan hukum pidana, dibutuhkan juga konteks pencegahan dan pemulihan. Komnas Perempuan mendorong penghapusan jejak digital karena bisa saja pelaku menggunakan foto korban sebagai ancaman atau diperjualbelikan,” tutur Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, Sabtu (17/4).
Belum diatur
Komunitas Waspada Scammer Cinta (WSC) menangani lebih kurang 306 aduan penipuan berkedok cinta sejak tahun 2020. Dari jumlah ini, hanya sekitar 15 aduan yang dilaporkan ke polisi. Dari jumlah itu, tak ada yang lanjut ke pengadilan. Hanya satu korban yang uangnya kembali. Proses hukum yang begitu panjang, melelahkan, dan kerap membuat korban malu turut menjadi faktor penghambat. ”Laporan mandek di kepolisian. Ada juga yang ditarik,” ucap Nur Laela Indriani, Wakil Ketua WSC.
Menurut Indriani, Indonesia belum punya hukum yang mendefinisikan penipuan berkedok cinta secara khusus sehingga hanya unsur dalam penipuan itu yang bisa dijerat hukum, seperti pemerasan, penyebaran pornografi, dan pelecehan seksual.
Padahal, para pelaku sudah pandai menghindari unsur pidana tersebut. Mereka lebih banyak menggunakan manipulasi tanpa paksaan atau pelecehan seksual secara langsung. Sementara itu, Singapura dan Australia sudah menyediakan kanal pengaduan ataupun panduan bagi warganya terkait penipuan berkedok cinta.
Indriani menuturkan, disahkannya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) merupakan terobosan baru yang berpeluang untuk bisa menjerat pelaku penipuan berkedok cinta yang sekarang merajalela. UU TPKS memuat lebih banyak unsur yang bisa dijerat hukum. Sayangnya UU itu tetap belum mengatur penipuan berkedok cinta secara khusus.
Masih panjang jalan untuk menghentikan pelaku penipuan berkedok cinta. Sementara pelaku-pelaku baru terus bermunculan. Dua bulan terakhir, setidaknya empat pelaku baru dilaporkan di media sosial Twitter.