Keluarga Politisi di Jalur Distribusi Pupuk Bersubsidi
Rantai distribusi memainkan peran kunci dalam pengadaan pupuk bersubsidi. Tidak mengherankan jika tokoh masyarakat yang punya kerabat politisi mengincar posisi distributor dan pengecer pupuk.
Oleh
ANDY RIZA HIDAYAT, DHANANG DAVID, IRENE SARWINDANINGRUM, INSAN ALFAJRI, RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
Rantai distribusi memainkan peran kunci dalam pengadaan pupuk bersubsidi. Tidak mengherankan jika tokoh masyarakat yang punya kerabat politisi mengincar posisi distributor dan pengecer pupuk. Potensi suara pemilih di lahan pertanian cukup menggiurkan.
Betapa tidak, data Badan Pusat Statistik tahun 2021, secara nasional, 29,59 persen tenaga kerja bekerja di sektor pertanian, atau 38,77 juta jiwa. Rantai distribusi pupuk subsidi pun bisa menjadi pijakan menarik simpati dari warga.
PT Mega Utama Sakti di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, misalnya. Perusahaan ini merupakan salah satu distributor pupuk subsidi di Kabupaten Indramayu. Pemiliknya Dwi Hapsari, istri dari Syamsul Bachri, anggota DPRD Jawa Barat dari Fraksi PDI-Perjuangan dengan daerah pemilihan Kabupaten Indramayu.
Akhir Desember 2021, tampilan kompleks PT Mega Utama Sakti di Jalan Raya Lohbener-Jatibarang, Kabupaten Indramayu, mirip kantor partai. Gerbangnya warna merah, begitu pun bangunan, serba merah. Di samping gerbang, terpampang spanduk partai dan dilengkapi lambangnya.
Bahkan, Supendi, petugas keamanan yang bertugas Minggu (26/12/2021), merupakan kader partai. Supendi merupakan bendahara PAC PDI-P Lohbener, Indramayu. Dia sudah menjadi kader partai itu sejak 1999. Ia juga kerap turun menggalang suara saat pemilu tiba.
Syamsul Bachri mengakui sempat menjabat komisaris utama PT Mega Utama Sakti. Namun, dia melepas jabatan itu sejak menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Barat.
Ia mengaku tak ingin ada konflik kepentingan. Ia tak memungkiri, secara tidak langsung, posisinya sebagai distributor pupuk turut andil dalam menambah dukungan. "Karena saya juga ketua partai, ya, jadi diberikan dukungan. Kan ketika suaminya menjadi calon, istrinya kan juga membantu. Kebetulan istri saya bergerak dan sering berhubungan dengan kelompok tani," ujar pria yang pernah menjabat sebagai Ketua DPC PDI-P Kabupaten Indramayu itu, Jumat (14/1).
Di Sumatera Selatan, Rudi Apriadi, pemilik PT Rudi Apriadi, yang sudah bergerak di distribusi pupuk sejak 2003 di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, kemudian bergabung ke Partai Amanat Nasional (PAN). Ia sempat menjabat sebagai Ketua DPC PAN Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan periode 2010-2015 dan duduk di kursi DPRD Provinsi Sumatera Selatan dari Fraksi PAN periode 2014-2019.
Kendati tak menampik posisi distributor pupuk bisa jadi instrumen menarik simpati pemilih, Rudi mengaku tak pernah memanfaatkan posisi itu untuk perjalanan politiknya secara langsung. "Saya tidak pernah memanfaatkan pengecer atau jaringan distributor pupuk untuk menjadi tim sukses. Bahkan, pasang spanduk di kantor pun tak pernah," ujarnya.
Di sisi lain, distributor yang terjun ke politik juga membawa dampak negatif. Hubungan Rudi dengan pengecer sempat terganggu. Sejumlah pengecernya ternyata terjun ke politik di tingkat lokal. Ada pengecer yang aktif sebagai pengurus partai lain, simpatisan partai lain, atau pengecer punya kerabat yang mencalonkan diri dari partai lain.
Kejadian tak enak juga dialami Muhammad Anwar, pendiri CV Fimaco, yang mendistribusikan pupuk subsidi di Tuban, Jawa Timur. Anwar pernah mencalonkan diri sebagai wakil bupati Tuban dari Partai Kebangkitan Bangsa, tetapi tidak terpilih. Saat ini, anaknya, Muhammad Ilmi Zada, menjadi anggota DPRD Tuban dari Fraksi Demokrat.
Dia sering dituduh memanfaatkan relasi politik untuk mengamankan posisinya sebagai distributor. "Dulu saya sering diserang dengan pernyataan soal politik itu, tetapi tidak ada bukti sedikit pun saya menggunakan relasi politik supaya bisa terus jadi distributor," ujarnya.
Orang yang sama
Ombudsman RI (ORI) menyoroti penunjukan distributor pupuk bersubsidi yang belum transparan. Catatan ORI dan hasil pelacakan Kompas, sebagian besar distributor pupuk subsidi adalah orang yang sama selama bertahun-tahun.
Anggota ORI, Yeka Hendra Fatika, menyebutkan, saat ini sekitar 30 persen distributor berkecimpung di politik atau mempunyai kaitan erat dengan tokoh politik ataupun partai.
Padahal, keuntungan usaha hanya Rp 50 per kilogram (kg) di tingkat distributor dan Rp 75 per kg di tingkat pengecer. Di luar keuntungan itu, distributor wajib melakukan pembinaan, pengawasan ke pengecer, dan penyaluran pupuk di area kerjanya.
Dari aturan, seorang distributor pupuk subsidi harus memiliki modal yang kuat. Pasal 4 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15 Tahun 2003 menyebutkan, distributor harus memiliki armada transportasi, pergudangan, dan jaringan pengecer setidaknya dua pengecer di tiap kecamatan atau desa di area kerjanya.
SVP Public Service Obligation Management PT Pupuk Indonesia Eric J Rachman mengakui ada saja pihak yang mendaftar dengan mencatut nama-nama penting dari panggung politik lokal bahkan nasional, maupun pejabat daerah. Hal ini menjadi tantangan PT Pupuk Indonesia dalam menunjuk distributor secara profesional, tanpa melihat afiliasi politiknya.