Juragan Pupuk, Sosok Misterius dan Ditakuti
W bukan pengelola kios ataupun distributor, tetapi punya pupuk bersubsidi. Pasokannya lancar, bahkan bisa mengirim ke luar daerah.
Sepotong spanduk di gudang pupuk milik W menjadi pintu masuk untuk memahami berbagai tudingan yang dialamatkan kepadanya. Sederet gelar menghiasi nama juragan pupuk ini. Dari mafia pupuk banyak bekingan hingga tokoh dermawan. Dari ”dewa penolong” hingga garong.
Spanduk itu tersampir di sebuah ruangan dalam gudang pupuk W. Lokasinya di Desa Cibeureum, Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Seorang pria yang mengaku sebagai kerabat W mengajak kami masuk ke ruangan itu, Jumat (21/1/2022). Memasuki ruangan, pandangan kami tertuju pada spanduk salah satu organisasi masyarakat atau ormas. Foto W berpose tegap berada di sisi kanan spanduk dengan jabatan ketua PAC.
Sebelum melihat spanduk itu, kami tak bisa menggali lebih jauh tentang siapa sebenarnya juragan pupuk ini. Hanya rumor yang menyebutkan dia punya banyak bekingan. Sejumlah narasumber kami mengaku tahu sepak terjang W, tetepi tak pernah bertemu langsung. Nama lengkap W pun mereka tak tahu. Nomor telepon genggam apalagi.
Dari sepotong spanduk itu, kami berselancar di mesin pencari dan mendapat nama lengkap serta akun media sosial W. Sebuah swafoto W di akun Facebook latar belakangnya mirip dengan gudang pupuk yang kami temui.
Baca Juga: Sindikat Menguasai Pupuk Bersubsidi
Informasi di spanduk menuntun kami ke kejadian pada 2016. Saat itu, ormas pimpinan W bentrok dengan ormas lain. Sebuah portal berita nasional melaporkan dua anggota Brimob Polda Jawa Barat bonyok setelah melerai dua ormas yang sedang bertikai di Desa Cibeureum itu. Tak hanya memukul, dua senjata laras panjang milik aparat turut dirampas salah satu ormas.
Dari sini kami mengerti mengapa tak ada yang berani mengusik bisnis W. Di Kertasari, bisnisnya menjadi rahasia umum. Baik kelompok tani, penyuluh pertanian lapangan (PPL), maupun distributor resmi sudah mengetahui sepak terjangnya. Namun, tak ada yang berani bertindak, atau paling tidak mempertanyakan kegiatan yang terindikasi ilegal itu.
Ada beberapa pertimbangan mereka tidak berani mempersoalkan sepak terjang W itu. Selain relasi sosialnya bagus, dia juga dikenal sebagai orang dengan kedermawanan tinggi. Ia pun dekat dengan sejumlah ormas di wilayah itu.
”W ini tak bisa ditembus, malah menantang. Sudah beberapa kali ditertibkan aparat. Sama saja malah dilindungi saja. Sopirnya pernah ditangkap polisi. Malah polisinya menyatakan, bilang atuh kalau (pupuk) ini punya bos,” ujar PPL di sana yang tak ingin identitasnya disebut.
Baca Juga: Penyalur Jual Bebas Pupuk Bersubsidi
Sebagai orang yang dituding menggelapkan pupuk bersubsidi, tidak terlihat upaya menyembunyikan bisnisnya itu. Dari Jalan Raya Cibeureum, rumah berkelir biru milik W begitu mencolok lantaran halaman belakang rumahnya yang hampir seluas lapangan sepak bola.
Ada tiga truk terparkir di halaman belakang. Di sudut kiri dan kanan halaman, ratusan karung pupuk urea dan NPK bersubsidi memenuhi ruangan. Demikian suasana di kediamannya siang itu.
Menyaru sebagai pembeli pupuk bersubsidi untuk keperluan perkebunan di Indramayu, Jawa Barat, kami langsung masuk ke belakang rumah. Sebuah kamera closed circuit television (CCTV) mengintai di sisi kiri menjelang masuk halaman belakang. Sebanyak tiga perempuan langsung berkumpul di teras belakang rumah ketika kami menanyakan keberadaan W. Kebetulan, si juragan sedang tidak di rumah waktu itu.
Salah satu dari perempuan di rumah itu langsung menelepon Mang Iwong, karyawan kios W. Kemudian dari seberang telepon, Mang Iwong bertanya maksud kedatangan kami. Tanpa basa-basi, kami menyatakan keinginan untuk membeli pupuk. Dia bilang akan melaporkan ke W terlebih dahulu.
Baca Juga: Pupuk Bersubsidi Diincar sejak Perencanaan
Sulit untuk memalingkan mata dari tumpukan berkarung-karung pupuk subsidi di gudang itu. Kami berbincang kecil membahas sosok W yang tersohor. Sembari ngobrol, kami berdiri di depan tumpukan pupuk. Kamera gawai pun merekam pemandangan ganjil itu.
Mengapa ganjil? Sebab menurut keterangan PT Pupuk Indonesia, W tidak tercatat sebagai distributor ataupun pemilik kios resmi. Informasi ini pun dibenarkan PPL Kertasari, Iman. Bagaimana bisa orang yang bukan distributor ataupun pemilik kios resmi memiliki dan menjual pupuk bersubsidi sebanyak itu? Selagi pertanyaan itu masih bergentayangan di kepala kami, seorang karyawan lain datang menghampiri. Dia mengaku sebagai kerabat W. Orang inilah yang menuntun kami ke balai dan menemukan W dalam sepotong spanduk.
Kata kerabat W itu, harga sekarung pupuk untuk dikirim ke luar daerah ditentukan oleh besaran uang jalan serta ongkos. Untuk pengiriman ke Indramayu, dia memperkirakan harga sekarung urea sekitar Rp 200.000. Sebagai informasi, harga resmi sekarung pupuk urea bersubsidi Rp 112.500.
Tak lama berselang, gawai orang itu berdering. Di seberang telepon, W mulai menginterogasi dengan menanyakan KTP dan SIM. Dalam wawancara selama 7 menit itu, jawaban W berubah-ubah. Awalnya, dia hanya bersedia menjual pupuk di tempat dengan syarat kami menunjukkan KTP. Mau dibawa ke mana terserah. Yang pasti, dia tidak bertanggung jawab jika pupuk diangkut ke luar Kertasari. Namun, di akhir percakapan, setelah kami mengaku dari Indramayu dan butuh pupuk untuk perkebunan Porang, W menjawab tidak berani menjual pupuk untuk perkebunan. ”Aduh! Saya tidak berani, euy (kalau untuk perkebunan). Kalau untuk padi atau sawah berani saya,” ujarnya.
Dia pun menanyakan kenapa tidak membeli pupuk dari distributor di Indramayu saja. Dia menyebut nama distributor pupuk di Indramayu yang juga anggota DPRD Jawa Barat, Syamsul Bachri (PT Mega Utama Sakti). Si juragan ini ternyata kenal dengan distributor pupuk yang kantornya berjarak 147 kilometer dari Cibeureum.
Dewa penolong
Bagi warga Cibeureum, terutama petani, bisnis W justru membantu. Tak ada petani yang mengeluh kekurangan pupuk meski sejumlah kios resmi memutuskan tidak menebus pupuk subsidi dari distributor awal tahun ini. Sebab, mereka bisa membeli ke W dengan harga relatif sama atau malah lebih rendah dari kios resmi. Dayat, petani Kecamatan Kertasari membenarkan harga pupuk yang dijual W lebih murah ketimbang di kios resmi. W bisa menjual NPK Rp 145.000 per karung saat di kios resmi mematok harga Rp 160.000. Kendati demikian, Dayat tak menyarankan anggotanya membeli pupuk di sana. ”Kami tidak beli di situ, lebih baik berurusan lewat jalur resmi saja,” ujarnya.
Untuk menelusuri asal pupuk bersubsidi di kios W, Kompas menghubungi Mang Iwong, anak buahnya, melalui telepon. Belum sempat kami bertanya asal muasal pupuk subsidi itu, Mang Iwong buru-buru menyatakan bahwa dia bernama Ridwan. Ia pun mengaku sebagai petani, bukan karyawan atau anak buah W. Padahal, nomor Mang Iwong didapat dari dua orang berbeda di gudang W. Dua aplikasi pelacak nomor telepon genggam juga mengonfirmasi bahwa pemilik nomor itu bernama Iwong.
Bermula di Indramayu
Nama W muncul saat penelusuran distribusi pupuk bersubsidi di Indramayu pada akhir 2021. Namanya disebut oleh salah seorang PPL di Indramayu, Nandar, bukan nama sebenarnya. Dia melihat langsung pupuk subsidi kiriman dari Bandung mengalir ke dua kecamatan di Indramayu. Selama 2020-2021, Nandar memergoki pupuk bersubsidi dikirim ke dua kecamatan di Indramayu dengan menggunakan truk bernomor polisi D. Temuan pertama saat musim tanam rendeng 2020. Ketika itu, dia secara tak sengaja melihat truk menurunkan pupuk bersubsidi saat dirinya hendak pergi ke sawah. Merasa ada yang janggal, dia bertanya ke sopir dari mana asal pupuk itu. Melalui sambungan telepon, Nandar berbicara dengan orang yang mengaku sebagai W. Adapun jenis pupuk yang dibongkar saat itu adalah SP36 bersubsidi. ”Setelah saya tanya ke teman-teman di Bandung, ternyata dia (W) bos besar,” ujarnya.
Berselang beberapa bulan setelah kejadian itu, Nandar kembali menemukan truk bernomor polisi D sedang membongkar pupuk urea bersubsidi di kecamatan lain. Pupuk itu tidak dibongkar di kios, tetapi langsung dikasih ke salah seorang cukong pupuk untuk ditawarkan kepada petani-petani bersawah luas. ”Waktu itu kembali saya tanya, ternyata dari Haji W lagi,” ujarnya.
Di Indramayu, peredaran pupuk bersubsidi di luar jalur resmi memang sering terjadi. Celakanya lagi, pupuk yang merupakan instrumen untuk melindungi petani kecil itu dijual dengan harga selangit. PPL Kecamatan Lelea, Pipin, misalnya, sering menerima laporan dari ketua kelompok tani tentang peredaran pupuk bersubsidi berharga mahal. Petani di Lelea sering ditawari pupuk bersubsidi, tetapi harganya mencapai Rp 200.000 per karung atau hampir 100 persen lebih tinggi dari harga standar. ”Kok, bisa, ya. Pupuk bersubsidi itu, kan, untuk membantu petani kecil,” ujarnya.
Merespons maraknya peredaran pupuk bersubsidi di jalur ilegal, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Barat Komisaris Besar Ibrahim Tompo berjanji akan menyelidiki lebih lanjut. ”Informasi ini akan kami telusuri untuk menentukan ada atau tidak unsur pidananya. Namun, tentunya ini akan butuh waktu,” katanya.