Hamas Setujui Gencatan Senjata, Israel Umumkan Serangan ke Rafah
Tank-tank Israel terlihat memasuki Rafah, Gaza selatan, beberapa jam setelah Hamas mengumumkan setuju gencatan senjata.
JERUSALEM, SELASA — Kelompok Hamas menginginkan gencatan senjata di Jalur Gaza, sementara Israel ingin terus menggempur wilayah itu. Militer Israel memulai serbuan darat ke Rafah, Jalur Gaza selatan, meski digelar dalam skala terbatas, Senin (6/5/2024). Pada hari yang sama, kelompok Hamas mengumumkan menerima proposal gencatan senjata yang ditawarkan Qatar dan Mesir.
Keputusan kabinet Israel menyetujui serangan ke Rafah diumumkan beberapa jam setelah Hamas mengumumkan menerima proposal gencatan senjata tersebut. Israel menyatakan, tawaran gencatan senjata tersebut belum memenuhi tuntutan utamanya.
Rafah telah menjadi target serangan udara Israel dalam beberapa bulan terakhir. Dengan dalih untuk melumpuhkan kelompok Hamas, yang tokoh-tokoh dan pemimpinnya diperkirakan berlindung di Rafah, Israel sejak lama merancang serangan darat besar-besaran ke wilayah selatan Gaza itu.
Seorang pejabat keamanan Palestina dan Mesir, yang dikutip kantor berita Associated Press (AP), Selasa (7/5/2024), mengungkapkan, tank-tank Israel telah memasuki Rafah hingga mencapai 200 meter dari pintu perbatasan dengan Mesir. Pejabat Mesir itu menyebutkan, operasi serangan darat Israel tersebut terlihat dalam skala terbatas.
Ia dan televisi Al-Aqsa yang dikelola Hamas mengatakan, pejabat Israel telah memberi tahu Mesir bahwa tentara Israel akan ditarik dari Rafah setelah menuntaskan operasi mereka. Militer Israel menolak memberikan komentar tentang hal tersebut.
Baca juga: Netanyahu Tolak Akhiri Perang Gaza, Perundingan Hamas-Israel Kembali Gagal
Pejabat Mesir itu mengamati situasi di Rafah dari wilayahnya di area perbatasan Mesir-Gaza. Adapun pejabat Palestina menolak disebut identitasnya karena tidak berwenang memberikan keterangan kepada pers. AP menyatakan tidak bisa memverifikasi secara independen mengenai skala serangan darat Israel yang berlangsung di Rafah.
Sebelumnya, pada hari Senin, Kabinet Perang Israel memutuskan untuk melancarkan operasi militer di Rafah setelah Hamas mengumumkan menerima proposal gencatan senjata yang diajukan Qatar dan Mesir. Tanpa memberikan rincian, militer Israel mengatakan sedang melancarkan ”serangan menarget sasaran tertentu” terhadap Hamas di Rafah.
Terkait hal itu, Israel telah mengultimatum pada setidaknya 100.000 pengungsi Palestina di Gaza kembali mengungsi dari Rafah, terutama di antara Rafah dan Al-Bayuk. Dalam pengumuman, Senin (6/5/2024) dini hari, militer Israel (IDF) menyebut, akan berbahaya bagi warga sipil jika tetap berada di lokasi yang diperintahkan dikosongkan.
Juru bicara IDF, Nadav Shoshani, mengatakan, ada 100.000 orang terdampak perintah itu. Mereka diminta ke Al-Mawasi dan sebagian Khan Younis. Israel mengklaim telah menyiapkan tenda di kedua wilayah.
Baca juga: Semakin Dekat Serbu Rafah, Israel Minta 100.000 Pengungsi Palestina Pindah
Kementerian Kesehatan di Gaza menyebutkan, hingga Senin (6/5/2024), lebih dari 34.600 warga Palestina di Gaza tewas akibat gempuran Israel. Perang di Gaza meletus sejak 7 Oktober 2023 setelah Hamas menyerang Israel. Sekitar 1.200 orang Israel tewas dalam serangan itu dan sekitar 250 orang lainnya disandera dan ditahan di Gaza. Israel memperkirakan, sekitar 133 orang dan para sandera itu masih hidup dalam tawanan di Gaza.
Ultimatum bagi 100.000 warga
Pada hari Senin, Hamas mengumumkan menerima proposal gencatan senjata yang diajukan Qatar dan Mesir. Keputusan itu disampaikan beberapa jam setelah Israel mengultimatum pada sekitar 100.000 warga Gaza agar mengungsi dari sejumlah lokasi yang ditarget militer Israel di Rafah.
Perkembangan situasi di Gaza yang berubah cepat ini berlangsung di tengah gagalnya perundingan terakhir di Kairo. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah menolak tekanan internasional untuk mengurungkan rencana serangan besar ke Rafah.
Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat menentang rencana tersebut. Badan-badan kemanusiaan internasional memperingatkan, serangan ke Rafah bakal menjadi petaka baru bagi sekitar 1,4 juta warga Gaza yang berlindung dan mengungsi di wilayah selatan Gaza itu.
Merespons proposal gencatan senjata dari Qatar dan Mesir, melalui pernyataan tertulis, Hamas mengungkapkan, Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh telah memberi tahu juru runding dari Qatar dan Mesir bahwa mereka menerima proposal gencatan senjata tersebut.
Tiga tahap
Proposal yang diajukan Mesir dan Qatar menyebutkan, gencatan senjata antara Hamas dan Mesir dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama berlangsung selama 42 hari. Pada tahap ini, sebagian pasukan Israel ditarik dari Jalur Gaza. Adapun Hamas membebaskan sekitar 33 sandera yang ditawan di Gaza, termasuk perempuan—sipil maupun militer, anak-anak, para lanjut usia, dan sandera yang sakit.
Masih pada tahap pertama itu, para tahanan Palestina di penjara-penjara Israel dibebaskan: 30 tahanan Palestina ditukar dengan seorang sandera sipil Israel, sementara 50 tahanan Palestina ditukar dengan seorang sandera perempuan tentara. Selain itu, warga Palestina yang mengungsi diperbolehkan kembali ke rumah masing-masing.
Untuk tahap kedua, para pihak akan kembali bernegosiasi mengenai kesepakatan pelaksanaannya. Para sandera yang tersisa, sipil pria ataupun tentara, akan dibebaskan. Pasukan Israel juga ditarik dari seluruh wilayah Gaza. Pada fase kedua ini diciptakan ”situasi tenang yang berkelanjutan”.
Adapun fase ketiga atau terakhir, pertukaran jenazah sandera yang meninggal selama dalam tawanan di Gaza dan dimulainya rencana pembangunan kembali Jalur Gaza yang diperkirakan akan memakan waktu tiga hingga lima tahun di bawah supervisi sejumlah negara dan organisasi, termasuk Mesir, Qatar, dan PBB.
Respons Israel
Kantor Perdana Menteri Israel mengatakan, proposal gencatan senjata itu tidak memenuhi tuntutan Israel. Meski demikian, Tel Aviv mengatakan akan mengirim delegasi ke Kairo untuk berunding dengan para negosiator guna mencapai kesepakatan.
”Kami memeriksa semua jawaban dan respons dengan cara paling serius dan melakukan semua kemungkinan terkait negosiasi dan pemulangan para sandera,” kata Laksamana Muda Daniel Hagari, jubir militer Israel. ”Dalam waktu yang sama, kami masih melancarkan operasi di Jalur Gaza dan akan terus melakukan hal itu.”
Seorang pejabat Israel, yang tidak mau disebutkan namanya, menyebutkan, proposal yang diterima oleh Hamas itu merupakan versi yang diperhalus dari proposal Mesir sebelumnya dan berisi elemen-elemen yang tidak dapat diterima Israel.
Terkait situasi terbaru di Gaza, jubir Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan, Washington akan membahas respons Hamas dengan para sekutu. Ia menyatakan, kesepakatan pasti akan bisa dicapai.
Di Doha, Qatar, Kementerian Luar Negeri Qatar menyatakan, delegasinya akan bertolak ke Kairo, Mesir, Selasa ini, guna memulai kembali negosiasi tidak langsung antara Hamas dan Israel. (AP/REUTERS)