Orang sering membuang barang yang rusak. Namun, Lah memilih memperbaikinya, salah satunya payung rusak.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·2 menit baca
Banyak orang beranggapan, begitu suatu barang rusak sebaiknya dibuang saja dan ganti dengan yang baru. Namun, hal itu tidak berlaku untuk Marija Lah. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk membuktikan anggapan itu salah.
”Semuanya bisa diperbaiki! Saya yakin saya bisa memperbaiki 98 persen dari semua payung yang saya dapatkan,” ujar perempuan berusia 56 tahun itu tertawa, sambil melambai-lambaikan contoh payung berusia 50 tahun untuk menunjukkan kualitasnya. Lah memang dikenal sebagai tukangreparasi payung terakhir di Eropa, tepatnya di Ljubljana, Slovenia.
Menurut Lah, di dunia mode sekarang sedang ada tren hal baru. ”Memakai barang yang diperbaiki lagi sedang tren sekarang,” kata Lah kepada AFP, Minggu (21/4/2024), di tokonya yang penuh dengan payung, mesin jahit tua, dan ribuan suku cadang, termasuk tulang rusuk, topi, dan kabel yang ditumpuk di rak.
Lah tak menyangka ia akan menjadi tukang reparasi payung. Awalnya, Lah yang bekerja sebagai guru taman kanak-kanak diminta ayahnya untuk magang di tokonya karena ayahnya menderita katarak stadium lanjut.
Dengan enggan, Lah menyetujui permintaan ayahnya itu. Ia mulai bekerja di toko yang didirikan ayahnya hampir 60 tahun lalu di Jalan Ljubljana itu pada 1991. Tak dinyana, ia menjalani pekerjaan itu hingga 14 tahun lamanya. Setelah ayahnya meninggal, banyak pelanggan memintanya melanjutkan toko ayahnya itu.
Lah menyemangati dirinya. ”Saya berkata kepada diri sendiri, ’Marija, kamu tidak bisa begitu saja membuang pengetahuan yang tidak dimiliki orang lain di Ljubljana!’”kenangnya.
Lah menjelaskan, untuk membuat atau memperbaiki payung perlu menguasai keterampilan menjahit dan mekanik halus. Bisa jadi beberapa payung hanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk diperbaiki, misalnya menjahit rusuk ke kanopi. Yang lain, dengan mekanisme rumit atau komponen plastik, tukang reparasi memerlukan waktu berminggu-minggu untuk membongkar dan memasang kembali payung.
Apalagi dengan adanya produksi massal payung oleh ribuan pabrik berbeda untuk memenuhi permintaan model terbaru, hal itu juga mempersulit perbaikan. ”Anda harus belajar terus-menerus,” kata Lah.
Berkat ketekunan dan kesetiaan Lah, di saat sebagian besar tukang reparasi payung di seluruh dunia menutup tokonya gara-gara orang memilih membuang payung yang rusak, Lah justru kebanjiran order mereparasi. Tepatnya ketika orang-orang mulai memikirkan aspek lingkungan akibat pembuangan sampah.
Para pelanggannya datang dari seluruh Slovenia. ”Saya suka memperbaiki payung saya,” kata Danica Tercon, seorang pensiunan berusia awal 70-an dari Ljubljana, kepada AFP.
”Mereka yang membuang payung lama mereka tidak menyadari apa yang kita lakukan terhadap planet kita,” ujar Tercon.
Pelanggan lainnya, Katja Buda, yang membawa payung neneknya untuk diperbaiki, menggambarkan Lah sebagai ”penyelamat”. Barang-barang yang rusak menjadi ”pulih” lagi di tangan Lah.
”Kami memilih membuang barang-barang lama yang kualitasnya jauh lebih baik daripada memperbaikinya,” kata Buda, seorang filolog berusia akhir 30-an itu.
Buda menyesalkan jumlah tukang reparasi yang makin berkurang jumlahnya. Adapun Lah juga tak yakin anak-anaknya akan meneruskan usaha dan keterampilannya itu. ”Itu terserah mereka. Saya tidak bermaksud memaksa mereka,” katanya. (AFP)