Indonesia perlu mencermati setiap perkembangan karena (konflik terbuka) bisa sewaktu-waktu muncul lagi.
Oleh
FRANSISCA ROMANA
·3 menit baca
Ketegangan antara Iran dan Israel dikhawatirkan memicu krisis bagi kawasan maupun global, apalagi jika berlangsung terbuka dan berkepanjangan. Pemerintah Indonesia diharapkan menyiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasi dampak buruk krisis, terutama bagi rakyat di dalam negeri.
Iran menyerang Israel dengan 300 pesawat nirawak (drone) dan rudal pada 13 April 2024. Ini serangan langsung pertama Iran ke teritori Israel, yang disebut sebagai balasan atas serangan Israel terhadap fasilitas diplomatik Iran di Damaskus, Suriah, pada 1 April 2024. Israel menyatakan berhasil mencegat serangan tersebut dan hanya mengalami kerusakan ringan.
Namun, dunia kini mengkhawatirkan kelanjutan konflik Iran dan Israel setelah serangan tersebut. Jika tidak ditangani dengan baik, bukan tidak mungkin konflik dan kekerasan bereskalasi dan menyeret banyak negara dalam perang.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, serangan Iran terukur dan langsung berakhir. ”Namun, Iran menyatakan, jika ada serangan balasan (dari Israel), Iran akan menyerang secara lebih besar dan masif,” katanya dalam acara bincang-bincang Satu Meja The Forum bertajuk ”Israel-Iran Adu Kekuatan, Indonesia Terancam?”, Rabu (17/4/2024) di Jakarta.
Dalam acara yang dipandu wartawan senior Budiman Tanuredjo itu, hadir pula Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Siti Ruhaini Dzuhayatin, ekonom senior Indef Didik J Rachbini, dan Duta Besar RI untuk Iran Ronny Prasetyo Yuliantoro.
Hingga beberapa hari setelah serangan pada 13 April, Iran dan Israel masih sama-sama saling melontarkan ancaman. Namun, menurut Ronny, situasi di Teheran masih normal dan hidup berjalan seperti biasa. Pasar, sekolah, dan perkantoran tetap berjalan seperti biasa. Jalanan utama di Teheran juga tetap macet.
Perdagangan internasional tentu akan terganggu. Ada pelaku usaha yang akan terdampak.
”Sejak serangan 13 April tidak ada peringatan dari Pemerintah Iran kepada masyarakat soal kesiagaan. Khusus untuk warga negara Indonesia di Iran, sejak 1 April kami sudah berkomunikasi untuk kesiapan WNI, dengan status siaga 2,” ujarnya.
Ruhaini mengatakan, perlindungan WNI menjadi prioritas jika terjadi konflik. Selain itu, Indonesia terus mengupayakan agar terjadi deeskalasi konflik Iran-Israel. ”Kita tidak punya beban untuk berbicara dengan negara-negara. Ini jadi modalitas untuk meneruskan upaya diplomasi,” katanya.
Menurut Didik, jika sampai pecah perang, apalagi mengarah menjadi perang dunia ketiga, semua akan habis. Dampak paling krusial adalah pada perekonomian Indonesia. ”Perdagangan internasional tentu akan terganggu. Ada pelaku usaha yang akan terdampak. Maka, sekarang saatnya menyelamatkan daya beli masyarakat,” katanya.
Hikmahanto membenarkan, pelambatan perekonomian dunia akibat potensi konflik terbuka Iran-Israel harus diantisipasi. Saat ini nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sudah lebih dari Rp 16.000. Harga minyak dunia juga merambat naik dan dikhawatirkan bisa melebihi 100 dollar AS per barel.
Melihat konflik tersebut, para pengusaha juga bersikap melihat dan menunggu saja. Ini akan berdampak terhadap investasi dan penyerapan tenaga kerja.
Potensi perang pecah, menurut Hikmahanto, tetap ada sehingga negara-negara perlu mendeteksi dan menurunkan ketegangan. ”Indonesia perlu mencermati setiap perkembangan karena (konflik terbuka) bisa sewaktu-waktu muncul lagi. Misalnya jika Israel terus menyerang Gaza. Atau jika dalam pemilihan presiden AS, yang terpilih adalah Donald Trump. Kita tidak bisa menafikan perang sewaktu-waktu muncul,” paparnya.
Secara diplomasi, lanjut Hikmahanto, kehadiran Indonesia diperlukan karena tidak memihak. Indonesia juga bisa terus menyerukan kepada negara-negara lain agar menyadari bahwa yang paling terdampak perang adalah negara-negara berkembang.
Yang terpenting saat ini, dalam pandangan Hikmahanto, memperkuat perekonomian di dalam negeri. Senada dengan hal itu, Didik menyebut, Indonesia perlu melihat ke negara dan kawasan terdekat dalam menguatkan perekonomian, seperti ASEAN, Asia Timur (China, Jepang, Korea Selatan), juga India.