Cengkeraman Junta Myanmar Kian Rapuh di Perbatasan
Hilangnya kontrol junta Myanmar terhadap wilayah perbatasan membuat kemampuan mereka mempertahankan kekuasaan diragukan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
MAE SOT, SENIN — Kelompok perlawanan bersenjata di Myanmar, Senin (15/4/2024), mengklaim berhasil membendung upaya junta militer untuk masuk kembali ke Myawaddy, kota perbatasan dengan Thailand. Kekalahan pasukan junta di beberapa wilayah membuat desakan untuk berunding semakin menguat.
Myawaddy jatuh ke tangan kelompok perlawanan Persatuan Nasional Karen (KNU) pada 12 April. Selama beberapa hari terakhir, junta berupaya merebut kembali kontrol atas kota perbatasan itu dengan mengirimkan pasukan tambahan.
Myawaddy adalah kota di perbatasan Myanmar dengan Thailand yang menjadi nadi perdagangan. Dalam satu tahun terakhir nilai komoditas yang melintas lewat Myawaddy mencapai 1 miliar dollar AS.
Juru bicara KNU, Saw Taw Nee, mengatakan, mereka berhasil menghalangi dan mencegat pasukan junta yang berupaya masuk lagi ke Myawaddy. Dia mengklaim KNU berhasil memukul mundur pasukan tambahan junta ke wilayah Kawkareik, 40 kilometer dari Myawaddy.
”Tidak mudah masuk ke sini (Myawaddy). Mereka mengalami banyak kesulitan,” kata Saw.
Menurut dia, pertempuran di Kawkareik membuat lebih kurang 100 prajurit junta terluka dan tewas. ”Kami juga tahu mereka kehilangan satu kendaraan lapis baja dan sebuah truk militer,” ujarnya.
Klaim dari KNU tersebut belum terkonfirmasi. Upaya kantor berita Reuters untuk mengonfirmasi hal itu kepada juru bicara junta belum membuahkan hasil.
Krisis Myanmar terjadi setelah junta merebut kekuasaan lewat kudeta pada 1 Februari 2021. Sejumlah anggota pemerintahan yang terpilih dalam pemilu 2020, termasuk pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), Aung San Suu Kyi, dilengserkan dan dijebloskan ke penjara.
Para anggota parlemen yang terpilih dalam pemilu terakhir kemudian membentuk Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) sebagai tandingan. Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) yang merupakan sayap militer NUG kemudian membentuk aliansi dengan kelompok perlawanan berbasis etnik, yakni KNU, Front Nasional China (CNF), dan Partai Progresif Nasional Karenni (KNPP).
”Jatuhnya Myawaddy adalah satu contoh kian melemahnya pasukan junta,” ujar Juru Bicara NUG Kyaw Zaw, seperti dikutip Financial Times.
Pada Oktober 2023, Aliansi Tiga Bersaudara, yang dibentuk Tentara Nasional Demokrasi Myanmar (MNDAA), Tentara Arakan, dan Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang, melancarkan serangan di perbatasan Myanmar dengan China. Keberhasilan mereka menginspirasi kelompok perlawanan lain untuk melakukan serangan di wilayah perbatasan Myanmar dengan India, Bangladesh, dan Thailand.
Serangan kelompok perlawanan yang semakin intensif di perbatasan membuat wilayah kontrol junta kian menyempit dan terpusat di wilayah tengah yang mencakup kota-kota besar, seperti Naypyidaw, Yangon, dan Mandalay. Namun, pada awal April, Naypyidaw yang merupakan pusat kekuasaan junta pun tidak mampu mencegah serangan pesawat nirawak NUG.
”Kami akan terus melancarkan serangan terhadap pasukan junta dan markas militer mereka sampai diktator militer itu lengser dari kekuasaan,” ucap Kyaw menambahkan.
Melemahnya cengkeraman junta terhadap sejumlah wilayah perbatasan membuat negara-negara tetangga Myanmar meragukan kemampuan mereka mengendalikan situasi. Hal ini salah satunya terlihat dalam komentar Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin.
”Rezim yang sekarang mulai kehilangan kekuatan. Meskipun menelan sejumlah kekalahan, mereka masih memiliki kekuatan dan senjata. Mungkin sekarang adalah saat yang tepat untuk menjalin komunikasi dan membuat kesepakatan,” tutur Srettha saat diwawancara Reuters pada 7 April.
Adapun Saw menilai junta harus menerima kenyataan bahwa kekalahan mereka belakangan ini adalah tanda bahwa kekuasaan harus segera dikembalikan ke tangan rakyat. ”Saya mohon jangan mengulur waktu lagi. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk mendengar suara rakyat,” ujarnya. (REUTERS)