Pertemuan AS-Jepang-Filipina, Arsitektur Baru Keamanan Indo-Pasifik
Dengan bertemu Jepang-Filipina, AS berupaya ”membalik skenario” dan mengisolasi China.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·4 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr dikabarkan telah tiba di Washington DC, Amerika Serikat, untuk menghadiri pertemuan trilateral dengan Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida. Banyak kalangan menilai pertemuan itu akan menciptakan arsitektur keamanan baru di Indo-Pasifik dengan peran lebih besar bagi Jepang dan Filipina.
Kantor Berita Filipina (PNA), Kamis (11/4/2024), melaporkan, pesawat kepresidenan yang membawa Marcos dan delegasi Filipina mendarat di Pangkalan Militer Andrews di Maryland pada Rabu pukul 19.47 waktu setempat. Sama seperti Kishida yang telah bertemu dengan Biden, Marcos juga akan bertemu secara bilateral dengan Biden untuk membahas penguatan aliansi kedua negara.
The Strait Times menyebut, Filipina mengincar kesepakatan investasi hingga 100 miliar dollar AS dari pertemuan trilateral dengan AS dan Jepang. ”Kita berbicara tentang 100 miliar dollar AS dalam lima hingga 10 tahun ke depan,” kata Duta Besar Filipina untuk AS Jose Manual Romualdez, seperti dikutip dalam pernyataan Kantor Komunikasi Kepresidenan.
Pertemuan trilateral itu berlangsung seiring peningkatan tekanan dari China terhadap Filipina di Laut China Selatan. Seorang pejabat AS, dikutip kantor berita Reuters, berupaya mengisolasi Jepang dan Filipina. Dengan bertemu pemimpin kedua negara tersebut di Washington, Biden berupaya ”membalik skenario dan mengisolasi China”.
Sebelum meninggalkan Manila pada Rabu, Marcos mengatakan akan menyoroti pentingnya peningkatan kerja sama ekonomi dengan Jepang dan AS demi memajukan ketangguhan ekonomi dan keamanan. PNA menyebut, Marcos ingin mengeksplorasi cara-cara meningkatkan kerja sama, terutama di ranah infrastruktur krusial, semikonduktor, digitalisasi, keamanan siber, mineral penting, energi terbarukan, serta kerja sama maritim dan pertahanan.
Sementara Jepang dan AS mengumumkan kerja sama pertahanan terbesar yang pernah diadakan kedua negara. Beberapa proyek dibahas dalam kerangka kerja sama itu, mulai dari pengembangan rudal, produksi pesawat latih bersama, hingga misi pendaratan manusia di Bulan. ”Ini peningkatan paling signifikan dalam aliansi kami sejak disepakati,” kata Biden dalam konferensi pers bersama Kishida di Rose Garden Gedung Putih, Rabu.
Tiga jalur ini merepresentasikan keinginan yang semakin kuat di Manila dan Tokyo, bahkan Washington, untuk melangkah lebih jauh dari model tradisional.
Kerja sama juga mencakup restrukturisasi komando militer AS di Jepang. Ini bertujuan agar pasukan AS dan Jepang dapat berkoordinasi lebih gesit jika ada ancaman di kawasan. Restrukturisasi itu akan menjadi perubahan komando militer AS di Jepang yang terbesar sejak tahun 1960-an.
Kedua negara akan membentuk forum kerja sama di bidang industri pertahanan yang akan mengidentifikasi bidang pengembangan bersama seperti produksi rudal, pertahanan udara, dan pemeliharaan kapal perang AS. Direncanakan, kerja sama itu diikuti dengan pembentukan kelompok kerja untuk pelatihan pilot pesawat tempur, termasuk pelatihan dengan kecerdasan buatan dan simulator canggih.
Pengumuman kerja sama pertahanan terbesar AS-Jepang ini membawa dua musuh pada Perang Dunia II itu ke dalam kerja sama tererat sejak mereka menjadi sekutu beberapa dekade lalu. Jepang digambarkan sebagai sekutu AS paling penting di Asia dan sumber terbesar investasi asing.
AS dan sekutu-sekutunya, termasuk Jepang, terus memperkuat militer mereka guna melawan yang mereka sebut sebagai ancaman yang semakin besar dari China di Laut China Selatan dan Laut China Timur. Sejumlah analis mengatakan, meski tidak dimaksudkan untuk melawan negara tertentu, pertemuan trilateral itu digelar di tengah meningkatnya ketegangan di perairan tersebut.
Penjaga Pantai China berulang kali terlibat insiden dengan kapal-kapal penyuplai logistik ke pos terluar Filipina di wilayah perairan yang disengketakan di Laut China Selatan. Jepang juga menghadapi serangan di perairan yang disengketakan di dekat Senkaku, rangkaian pulau tak berpenghuni yang dikuasai Jepang di Laut China Timur.
Don McLain Gill, analis geopolitik yang berbasis di Filipina, kepada Deutsche Welle (DW) memaparkan, pertemuan trilateral pekan ini bisa jadi untuk membangun sistem keamanan terpisah, dengan kepemimpinan AS yang lebih kecil. Secara tradisional, Filipina dan Jepang sebagai mitra strategis beroperasi dalam kerangka AS-sentris.
”Tiga jalur ini merepresentasikan keinginan yang semakin kuat di Manila dan Tokyo, bahkan Washington, untuk melangkah lebih jauh dari model tradisional guna mengintegrasikan upaya kolaboratif berdasarkan tujuan bersama,” kata Gill.
Beberapa waktu terakhir, Jepang telah mempererat kerja sama dengan Filipina. Tokyo-Manila membahas pakta militer yang memungkinkan kedua negara saling mengerahkan pasukan militer untuk pelatihan. Pekan ini, Jepang ikut serta dalam latihan maritim bersama di Laut Filipina Barat bersama AS dan Australia.
Analis senior pada International Crisis Group Georgi Engelbrecht menggambarkan Jepang sebagai ”juara senyap” di Asia, terutama setelah pemerintahan mendiang PM Shinzo Abe meningkatkan kewaspadaan di Indo-Pasifik. Bagi dia, pertemuan trilateral AS-Jepang-Filipina tidak mengejutkan, terlebih setelah Jepang menilai Asia Tenggara bisa menjadi pendukung dalam berbagai hal.
Menurut Carlyle Thayer, profesor emeritus politik pada Universitas New South Wales, Australia, setelah pertemuan trilateral itu, AS bisa menduduki posisi pada puncak segitiga dengan Jepang dan Filipina di dasarnya. Mereka bekerja secara dekat, dengan terus berlanjutnya kerja sama keamanan ketiga negara. ”Bantuan dari Jepang bisa mengubah persamaan dalam perselisihan antara China dan Filipina,” katanya kepada DW. (AFP/Reuters)