Jalan Salib Sepi karena Perang Tak Kunjung Berhenti
Peserta dan penonton Jalan Salib di Kota Tua Jerusalem tahun ini sepi. Pembatasan oleh Israel dan perang jadi penyebab.
JERUSALEM, MINGGU — Perang dan kekerasan tidak henti antara Palestina dan Israel membuat prosesi Jalan Salib di Kota Tua Jerusalem diikuti lebih sedikit orang. Sementara di Vatikan, ribuan orang menanti Paus Fransiskus memimpin misa Paskah.
Umat Katolik dari berbagai negara telah memadati lapangan Santo Petrus di Vatikan pada Minggu (31/3/2024) dini hari. Sementara Paus Fransiskus dijadwalkan memberi pemberkatan pada tengah hari.
Baca juga: Paus Batal Hadir di Jalan Salib karena Pertimbangan KesehatanSebelumnya, pada Sabtu, Paus memimpin misa vigili selama 2,5 jam. Selepas misa, Paus juga memberi pemberkatan kepada setidaknya 6.000 umat yang mengikuti misa di Vatikan.
Tahun ini kami tidak bahagia karena situasi perang.
Pemimpin tertinggi umat Katolik itu tidak terlihat kelelahan selepas misa. Padahal, Vatikan mendadak membatalkan kehadiran Paus dalam prosesi Jalan Salib di Roma, Italia. Pembatalan dilakukan dengan alasan kesehatan.
Vatikan menyebut, tidak ada masalah serius pada kesehatan Paus. Pembatalan itu bagian dari kehati-hatian karena Paus telah berusia 87 tahun. Di sisi lain, rangkaian Paskah berlangsung sejak Kamis sampai Minggu.
Jalan Salib
Jalan Salib atau Via Dolorosa salah satu prosesi Paskah dan digelar di berbagai negara. Proses itu digelar pada hari Jumat Agung. Di Jerusalem, Jalan Salib digelar di kawasan Kota Lama. Rutenya mengikuti lokasi yang diyakini dilewati Yesus sebelum disalibkan.
Baca juga: Digelar Bersamaan dengan Ramadhan, Paskah Jadi Momen Perekat Solidaritas
Ada 14 perhentian selama prosesi Jalan Salib saat ini. Setiap perhentian menandai peristiwa yang menimpa Yesus dalam perjalanan terakhirnya.
Jika Anda membandingkan anak-anak di sini yang memiliki air, makanan, serta keluarga, dengan apa yang terjadi di Gaza, bagaimana Anda bisa bahagia.
Perayaan Jalan Salib 2024 hanya diikuti warga Jerusalem dan sekitarnya. Tidak banyak orang asing ikut prosesi tahun ini. Padahal, biasanya prosesi itu diikuti atau disaksikan ribuan orang dari berbagai negara.
Aparat Israel memasang barikade di sepanjang rute Jalan Salib. Mereka juga mengubah rute pelancong di kawasan Muslim di Kota Tua Jerusalem. Sejak ratusan tahun lalu, Kota Tua Jerusalem terbagi menjadi kawasan Muslim, Kristen, dan Yahudi.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Jalan Salib di Kota Tua Jerusalem dipimpin orang-orang Arab yang memeluk Kristen. Mereka memanggul salib.
Baca juga: Adopsi Telur Penguin Afrika, Cara Lain Merayakan Paskah
Di belakang pemuda Arab itu, ratusan warga Kristen Palestina dan Israel mengikuti. Di kelompok ketiga antara lain ada anggota Ordo Fransiskan. Anggota ordo itu kebanyakan warga asing yang tinggal di Jerusalem.
”Kami menantikan prosesi ini setiap tahun. Namun, tentu saja, tahun ini kami tidak bahagia karena situasi perang (Hamas-Israel) yang sedang berlangsung,” kata Munira Kamar, warga Kristen Palestina.
Dampak dari perang itu jelas terlihat di titik perhentian terakhir dari prosesi. Dari 14 titik perhentian pada prosesi Jalan Salib, titik terakhir adalah di dalam Gereja Makam Suci. Tempat itu diyakini sebagai lokasi penyaliban dan pemakaman Yesus sebelum kebangkitannya pada hari Paskah.
Kami mengetahui orang-orang menderita di Gaza. Jadi, kami membawa mereka dalam doa kami dan berdoa agar perdamaian dapat kembali ke negeri ini.
Dalam kondisi normal, biasanya jalan menuju gereja itu akan dipadati kerumunan para peziarah. Mereka akan terlihat mengantre berjam-jam di halaman gereja.Tahun ini, jalan itu mudah dilewati karena tidak banyak orang. Umat Kristiani dari Tepi Barat tidak mendatangi Jerusalem karena pembatasan oleh Israel.
Sepi pelancong
Pedagang cendera mata di Kota Tua, Fayaz Dakkak, merasakan sepinya perayaan Paskah 2024. ”Membandingkan perayaan Paskah tahun lalu dengan tahun ini bagaikan siang dan malam hari,” ujarnya.
Toko keluarga Fayaz dibuka sejak 1942 dan biasanya selalu ramai selama Paskah. Tahun ini, tokonya sepi. ”Biasanya orang-orang gembira hari ini dan anak-anak bersemangat. Akan tetapi jika Anda membandingkan anak-anak di sini yang memiliki air, makanan, serta keluarga, dengan apa yang terjadi di Gaza, bagaimana Anda bisa bahagia?” ujarnya.
Para pelancong asing mengakui banyak rekannya yang takut. ”Awalnya mereka takut dengan situasi saat ini. Akan tetapi, saya katakan kepada mereka, di Jerusalem aman. Kami tidak mengalami kekerasan. Kami dekat dengan Gaza. Namun, umat Kristen bukanlah sasaran terorisme,” kata pemandu wisata di Jerusalem, Carmen Ros.
Ia membawa rombongan pelancong dari Spanyol. Tahun ini, jumlah pengguna jasanya merosot drastis.
Suster Harriet Kabaije mengatakan, dirinya selalu mendoakan orang di Gaza. Ia pindah dari Uganda ke Jerusalem beberapa pekan lalu.
Ia yakin, doa akan membantu perdamaian terwujud. ”Banyak orang mengira perang di sini adalah hal yang wajar. Akan tetapi, ketika Yesus berada di Betlehem, suasananya damai. Kami mengetahui orang-orang menderita di Gaza. Jadi, kami membawa mereka dalam doa kami dan berdoa agar perdamaian dapat kembali ke negeri ini,” ujarnya.
Sementara di Spanyol, beberapa prosesi Jumat Agung di jalanan dibatalkan. Badai membawa hujan deras. Persaudaraan di Seville terpaksa membatalkan prosesi kendaraan hias raksasa yang membawa patung Yesus Perawan. Pembatalan itu pertama kali terjadi dalam satu dekade terakhir.
Adapun di Amerika Serikat, warga mengikuti prosesi Jalan Salib di Pilsen, Chicago. Sudah 47 tahun ada proses Jalan Salib di Pilsen. (AFP/AP)