Draf Resolusi Gencatan Senjata di Gaza Kembali Diajukan, Akankah Diveto AS Lagi?
Sudah tiga kali AS memveto rancangan resolusi yang mendesak gencatan senjata di Gaza.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
NEW YORK, SABTU — Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan kembali menggelar sidang pemungutan suara atas rancangan resolusi yang mendesak gencatan senjata demi kemanusiaan di Gaza selama bulan Ramadhan. Pemungutan suara ini bakal digelar di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Senin (25/3/2024).
Rancangan resolusi itu diusulkan 10 negara anggota DK PBB dan didukung oleh Rusia dan China. Draf resolusi terbaru ini diajukan pada Jumat (22/3/2024), tidak lama setelah rancangan resolusi terkait perang Gaza usulan AS diveto oleh Rusia dan China.
Menjadi pertanyaan apakah AS akan membalas dengan memveto rancangan resolusi yang didukung Rusia dan China tersebut. Sebelumnya, AS memveto tiga usulan resolusi yang mendesak gencatan senjata di Gaza. Yang terbaru, AS memveto resolusi yang didorong Arab. Padahal, usulan itu didukung 13 anggota DK PBB dan satu anggota abstain pada pemungutan suara pada 20 Februari 2024.
Sebanyak 22 negara anggota Liga Arab di PBB, Jumat (22/3/2024) malam waktu setempat atau Sabtu pagi waktu Indonesia, mengeluarkan pernyataan berisi imbauan agar seluruh anggota Dewan Keamanan (DK PBB) mendukung rancangan resolusi terbaru itu. Gencatan senjata sementara di Gaza semula ditargetkan bisa berlaku sebelum bulan Ramadhan tiba.
”Rencana gencatan senjata itu sudah lama berlalu,” demikian pernyataan Kelompok Arab tersebut. Bulan Ramadhan dimulai pada 10 atau 11 Maret dan berakhir pada 9 atau 10 April mendatang.
”Kami berdiri bersama atas dasar kesatuan dan urgensi untuk mendukung resolusi tersebut demi menghentikan pertumpahan darah, menyelamatkan nyawa manusia, dan mencegah penderitaan serta kehancuran lebih parah,” lanjut pernyataan itu.
Pemungutan suara semula dijadwalkan berlangsung pada Sabtu (23/3/2024), tetapi diundur menjadi Senin mendatang untuk memberi kesempatan negosiasi mengenai teks dan susunan kata dalam rancangan resolusi.
Banyak negara anggota PBB berharap Dewan Keamanan, badan paling berkuasa di PBB, yang salah satu tugasnya menjaga perdamaian dan keamanan internasional, bakal mendesak penghentian perang di Gaza. Perang antara kelompok Hamas dan Israel ini bermula pada 7 Oktober 2023 setelah Hamas menyerang Israel. Serangan ini menyebabkan sekitar 1.200 orang tewas dan 250 warga Israel jadi sandera di Gaza.
Israel kemudian menyerbu Gaza sebagai balasan. Menurut Kementerian Kesehatan di Gaza, serangan Israel telah mengakibatkan lebih dari 32.000 warga Palestina terbunuh. Dua per tiga dari total korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.
Perang Israel-Hamas juga memicu krisis kemanusiaan. Sejumlah lembaga internasional menyatakan, di Gaza bagian utara, bencana kelaparan telah terjadi di depan mata. Perang juga bisa membuat setengah dari total 2,3 juta warga Gaza dilanda kelaparan.
Baru dua resolusi
Sejak itu, DK PBB telah mengadopsi dua resolusi yang mengangkat situasi kemanusiaan yang memburuk di Gaza. Namun, tak satu pun dari dua resolusi itu menuntut adanya gencatan senjata di Gaza.
Tuntutan terhadap gencatan senjata di Gaza kembali diangkat dalam rancangan resolusi terbaru. Isinya adalah mendesak gencatan senjata secepatnya pada Ramadhan sebagai langkah awal menuju gencatan senjata permanen dan berkelanjutan. Selain itu, resolusi tersebut juga mendesak pembebasan tanpa syarat terhadap semua sandera dan menekankan perlunya melindungi warga sipil serta mengirimkan bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield menyatakan bahwa resolusi yang didukung Rusia dan China itu tidak mendukung diplomasi yang sensitif di kawasan. Bahkan, kemungkinan terburuknya Hamas akan mendapat alasan untuk meninggalkan meja perundingan.
”Kita tidak boleh mendukung sebuah resolusi yang akan membahayakan negosiasi lain yang tengah berlangsung,” kata Thomas-Greenfield di hadapan DK PBB seusai pemungutan suara pada Jumat terhadap resolusi gencatan senjata yang diusulkan AS.
Ia memperingatkan, apabila negosiasi yang tengah diupayakan AS, Qatar, dan Mesir tidak didukung DK PBB, forum tersebut sekali lagi akan menemui jalan buntu. Thomas-Greenfield berharap hal itu tidak terjadi.
Pada Jumat (22/3/2024), Rusia dan China memveto usulan AS tentang resolusi gencatan senjata di Gaza. Kedua negara menyebut resolusi yang diusulkan AS itu membingungkan dan tidak langsung mendesak agar perang segera dihentikan, seperti yang ingin diperjuangkan negara-negara lain.
Tudingan Rusia-China
Sebelum pemungutan suara, Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia menyatakan, Moskwa mendukung gencatan senjata secepatnya di Gaza. Namun, ia mengkritik penggunaan bahasa yang berbelit dalam resolusi yang diusulkan AS. Ia menilai dokumen yang dirancang AS mengandung permainan kata filosofis yang tidak layak dipakai dalam resolusi PBB.
Nebenzia menuding Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Thomas-Greenfield telah sengaja menyesatkan komunitas internasional. Ia menyebut usulan resolusi AS sekadar retorika belaka.
”Usulan resolusi AS itu sangat politis, tujuan utamanya adalah menggunakan istilah gencatan senjata untuk mengelabui voter (di DK PBB). Padahal, sebenarnya, mereka ingin melindungi impunitas Israel, yang kejahatannya bahkan sama sekali tidak dibahas dalam dokumen tersebut,” ujar Nebenzia.
Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun mengatakan, usulan resolusi AS menerapkan sejumlah syarat dan jauh dari harapan anggota DK PBB dan komunitas internasional pada umumnya. ”Kalau AS memang serius memperjuangkan gencatan senjata, seharusnya mereka tidak akan berulang kali memveto usulan resolusi DK PBB,” ucapnya.
Sebelumnya, AS memveto tiga usulan resolusi yang mendesak gencatan senjata di Gaza. Yang terbaru, AS memveto resolusi yang didorong Arab. Padahal, usulan itu didukung 13 anggota DK PBB dan satu anggota abstain pada pemungutan suara pada 20 Februari 2024.
Adapun Rusia dan China juga memveto resolusi yang didukung AS pada akhir Oktober 2023. Resolusi itu bertujuan meminta pemberlakuan jeda tempur untuk mengirim bantuan dan melindungi warga sipil serta menghalangi Hamas mendapat senjata. Rusia dan China menyatakan, resolusi yang diusulkan AS itu tidak mencerminkan keinginan dunia untuk mendesak segera dilaksanakannya gencatan senjata.