Kasus Foto Putri Kate, Pelajaran Berharga ”Efek Streisand” yang Kembali Berulang
Skandal foto Kate memicu gelombang keingintahuan publik soal apa sebenarnya yang tengah disembunyikan Kerajaan Inggris.
Foto wajah-wajah semringah, dengan senyum lebar tersungging di bibir mereka, itu semula dirilis untuk meredam spekulasi soal kondisi kesehatan Putri Catherine, Princess of Wales, istri Putra Mahkota Kerajaan Inggris, Pangeran William. Namun, setelah terbongkar bahwa foto itu hasil rekayasa, berbagai rumor dan teori konspirasi mengalir deras dan sulit dibendung.
Foto itu dirilis Istana Kensington, Minggu (10/3/2024). Terlihat di foto tersebut Putri Catherine atau Putri Kate beserta tiga buah hatinya—Pangeran George, Putri Charlotte, dan Pangeran Louis—tersenyum lebar dan ceria. Ini foto pertama Putri Kate yang dirilis ke publik setelah ia menjalani operasi abdomen pada Januari 2024.
Akan tetapi, setelah diketahui ada rekayasa dalam foto tersebut, yang diakui dilakukan sendiri oleh Kate, spekulasi tentang kondisi Kate yang sebenarnya bergulir semakin liar. Sekelompok orang yang mengaku sebagai Kate Middleton Truthers (para pencari kebenaran soal Putri Catherine) menuntut tak hanya Istana Kensington, tetapi juga Istana Buckingham, untuk menjelaskan keberadaan Sang Putri.
Baca juga: Foto Rekayasa Putri Kate, Bencana Kehumasan, dan Teori Konspirasi di Inggris
Istana Kensington adalah kediaman resmi keluarga Pangeran William, Prince of Wales. Adapun Istana Buckingham adalah kediaman, sekaligus kantor, Raja atau Ratu Inggris.
Tidak lama setelah foto tersebut dirilis dan ditemukan sejumlah kejanggalan, berbagai kantor berita menarik kembali foto itu dari peredaran, Minggu malam. Alasan para editor foto mereka, foto tersebut tidak memenuhi standar editorial.
Para editor foto di kantor berita itu menjelaskan, jika dilihat dengan cermat, terlihat bagian lengan baju hangat kardigan Putri Charlotte tidak sejajar sehingga sepertinya ada bagian lengannya yang hilang. Ini membuktikan foto itu sudah diubah.
Selain itu, ada juga bagian ritsleting Kate yang tidak sejajar dan ada garis gelap di bawahnya. Rambut Charlotte pun tiba-tiba berakhir di bahunya. Hasil pemeriksaan terhadap metadata foto itu menunjukkan, foto tersebut sudah disimpan dalam perangkat lunak pengedit foto Adobe Photoshop dua kali di komputer Apple Mac.
Setelah blunder foto editan itu terbongkar, Istana Kensington menolak untuk merilis salinan foto mentah yang belum diedit. Penolakan ini membentuk rumor baru dan memicu para warganet untuk mencari cara mendapatkan informasi terbaru, terakurat, versi masing-masing tentang keberadaan Sang Putri.
Baca juga: Berbagai Spekulasi tentang ”Menghilangnya” Kate Middleton dari Publik
Muncul gelombang keingintahuan yang lebih besar dari warganet tentang apa sebenarnya yang tengah disembunyikan oleh keluarga Kerajaan Inggris. Untuk menghibur di tengah informasi simpang-siur, beberapa orang—dengan nada humor—berspekulasi: Sang Putri meninggalkan keluarganya untuk mengikuti kursus Adobe Photoshop, aplikasi pengolahan foto digital, secara intensif.
Di media sosial X juga muncul meme berjudul: ”Konspirasi Keluarga Kerajaan; Hilangnya Kate Middleton”. Di dunia maya tercipta kosakata baru: ”Katespiracy”.
”Efek Streisand”
Beberapa pengamat menyebut situasi saat ini dengan sebutan ”efek Streisand” edisi Kerajaan Inggris. Istilah itu merujuk pada kasus aktris dan penyanyi AS, Barbra Streisand, tahun 2003 saat ia berupaya mencegah publikasi foto kediamannya di tepi sebuah tebing bukit di Malibu, California, AS, yang semula dimaksudnya untuk mendokumentasikan erosi di kawasan pantai California.
Kala itu, semakin coba ditutup-tutupi oleh Streisand, publik semakin penasaran dan ingin menguliti lebih jauh tentang kehidupan dan kediaman Streisand.
Kini, hal itu terjadi pada Kate dan Kerajaan Inggris. Semakin besar upaya Kerajaan Inggris menutup-nutupi kejadian sebenarnya yang menimpa Kate, justru semakin tinggi pula rasa penasaran publik dan keinginan mereka untuk membongkar lebih jauh apa yang sebenarnya terjadi pada Kate. Warga biasa yang semula menghindari gosip-gosip semacam itu kini pun menjadi terpikat.
”Pesan moral dari kasus pengeditan foto kerajaan itu sederhana. Ceritakan saja semuanya,” tulis kolumnis surat kabar Inggris, The Guardian, Simon Jenkins, Senin (11/3/2023).
Dia mengatakan, setelah skandal foto Kate terungkap, tak ada gunanya saat ini menutupi kehidupan pribadi keluarga kerajaan. ”Dalam situasi sekarang ini, menjaga privasi tidak akan ada gunanya. Hal itu justru melahirkan rumor, gosip, dan fabrikasi,” tulis Jenkins.
Setelah skandal foto Kate terungkap, tak ada gunanya saat ini menutupi kehidupan pribadi keluarga Kerajaan Inggris.
Tak hanya menyoroti teka-teki seputar Kate, analisis warganet sekarang melebar juga pada foto latar belakang pohon di dalam foto tersebut. Apakah foto pohon yang rindang itu benar-benar demikian adanya? Keraguan ini muncul karena tampak mencurigakan bahwa pohon tumbuh seperti itu pada musim yang tengah berjalan di Inggris saat ini.
”Masyarakat kini merasakan disorientasi tingkat rendah, kecurigaan, dan ketidakpercayaan,” kata penulis Amerika Serikat, Charlie Warzel, di Atlantic Monthly.
Foto lama dievaluasi
Hasil pengolahan foto yang buruk yang dilakukan oleh keluarga kerajaan membuat sejumlah media, seperti CNN, mencoba mengevaluasi semua foto keluarga kerajaan yang pernah disebarluaskan oleh Istana Kensington. Situasi ini telah mendorong keluarnya seruan baru agar keluarga kerajaan transparan dalam setiap kegiatannya.
”Jika para bangsawan benar-benar ingin memberikan contoh nilai-nilai penting bagi bangsanya, mereka harus mulai dengan merombak pendekatan mereka terhadap media demi mendukung transparansi (dan) kejujuran yang cermat,” unggah Catherine Mayer, penulis buku Charles: The Heart of a King, di media sosial X miliknya.
”Mereka harus menentang disinformasi, bukan berkontribusi terhadapnya.”
Simon Lewis, mantan Kepala Komunikasi Istana, seperti dikutip laman BBC, mengatakan, insiden ini tidak akan lenyap dengan mudah. ”Saya selalu berpikir, krisis kerajaan seperti gelombang besar yang menerjang—mereka datang menimpa Anda, Anda bangkit, Anda mengguncang diri Anda sendiri, dan kemudian Anda bertanya-tanya apakah gelombang lain akan datang,” kata Lewis.
Baca juga: Temukan Unsur Rekayasa, Kantor Berita Beramai-ramai Tarik Foto Putri Wales
”Menurut saya, karena ini sangat global, saya tidak akan terkejut jika ada gelombang lain yang datang,” lanjut Lewis
Manipulasi digital
Berkembangnya berbagai aplikasi pengolahan digital foto dan film membuat pengolahan foto digital sekarang ini menjadi sangat mudah. Olah digital kini tidak hanya sebatas memotong, mempertajam, mengurangi efek cahaya, dan sejenisnya yang dulu hanya bisa dilakukan di ruang gelap. Saat ini, bentuk hidung, mata, dagu, bibir atau seluruh tubuh bisa diubah dengan sekali ketuk di gawai pintar yang Anda pegang.
Seperti iklan Facetune, aplikasi olah digital di ponsel pintar. ”Menutupi noda dan menampilkan diri Anda yang sebenarnya,” demikian bunyi iklannya.
Lain lagi iklan situs web aplikasi Fotor, ”Hapus dan ubah latar belakang secara instan”, ”Penghapus obyek AI (kecerdasan buatan) kami siap membantu Anda menyingkirkan obyek yang tidak diinginkan”.
Para pewarta foto dan kantor media masih mengikuti standar dan kode etik dalam pengolahan foto digital. Organisasi seperti ini masih mengutamakan keaslian gambar dan menolak foto yang telah diolah. Kalaupun ada olah digital, hal itu tidak mengubah substansi foto yang ditampilkan.
Akan tetapi, dengan kemajuan teknologi olah foto digital yang semakin cepat, manipulasi foto digital telah berada di jalur utama pengolahan foto atau video digital. Contohnya, saat muncul foto Paus Fransiskus memakai jaket puffer putih panjang yang terinspirasi dari Balenciaga, pada Maret 2023, di foto itu tubuh Paus Fransiskus digambarkan memiliki tubuh yang tegap dan berotot, layaknya bintang film laga.
Banyak orang ingin memercayai kondisi itu pada diri Paus Fransiskus. Pada era sekarang, di situlah bahayanya jika terlalu mudah percaya pada selembar foto. Hal ini diingatkan oleh Ken Light, profesor jurnalisme foto pada Graduate School of Journalism di University of California, Berkeley (UC Berkeley), AS.
Pada era sekarang ini, berbahaya jika terlalu mudah percaya pada hanya selembar foto.
Pada era saat ini, demikian Light mengingatkan, sesuatu yang Anda lihat tidak berarti Anda bisa percaya sepenuhnya. ”Peran fotografi, selain menjadi saksi dan merekam peristiwa, tetapi juga untuk (merekam) sejarah. Saya rasa, di antara kita tidak ada yang tahu ke mana arah saat ini,” ujarnya.
Dia menambahkan, maraknya manipulasi visual menimbulkan keraguan apakah visual yang ditampilkan itu nyata atau tidak. ”(Manipulasi digital) sangat merusak tatanan budaya saat ini dan juga di masa depan,” ujar Light.
Fred Ritchin, dekan emeritus sekolah di International Center of Photography dan mantan editor foto pada The New York Times Magazine, setuju. ”'Kamera tidak pernah berbohong' adalah ide abad ke-20. (Tetapi), ini bukan ide abad ke-21,” katanya. ”Semua itu adalah mitologi tempat kita bersembunyi dan belum pernah benar-benar kita hadapi.”
Lihat juga: Episode 4: Foto Jurnalistik Versi Arbain
Masyarakat sudah lama mengetahui bahwa banyak foto yang beredar luas di masyarakat adalah hasil olahan atau manipulasi digital. Hal ini terjadi pada model sampul majalah terkait fashion atau sosialita. Dampaknya adalah pada standar kecantikan yang dibuat dan dimanipulasi lewat foto-foto olahan itu akan berdampak pada perempuan muda terkait standar kecantikan, misalnya mengenai warna kulit, bentuk tubuh, dan sebagainya.
Hany Farid, profesor forensik digital dan analisis gambar pada UC Berkeley, mengatakan, masyarakat perlu berhati-hati dalam menganalisis olah digital foto. Perlu saksama, berhati-hati, dan lebih bijak dalam melihat sebuah foto.
Jadi, jika dulu untuk membuktikan apakah sebuah peristiwa telah terjadi atau tidak adalah dengan ungkapan ”Ada foto, atau (jika tidak ada) hal itu tidak terjadi”, kini dengan adanya manipulasi atau olah digital, ungkapan itu pun sudah tidak berlaku mutlak. Sekarang ungkapan itu mungkin lebih tepat menjadi: ”(Ada) foto, dan (mungkin) belum sepenuhnya kenyataannya seperti itu.” (AP/AFP)