Hamas meminta pasukan Israel angkat kaki dari Gaza saat jeda tempur. Israel berkeras tetap bertahan di Gaza.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
GAZA, MINGGU — Di tengah kecaman dan mengerasnya sikap dunia internasional akibat pembantaian Al-Nabusi, Israel dikabarkan menerima kerangka proposal jeda pertempuran. Proposal itu, antara lain, mencakup penghentian pertempuran selama enam pekan, pengiriman bantuan kemanusiaan, dan pembebasan sandera Israel yang masih ditahan Hamas. Meski masih ada sejumlah perbedaan, kini bola ada di tangan Hamas.
Menurut rencana, perundingan lanjutan untuk membahas kerangka jeda pertempuran berlangsung di Kairo, Mesir, Minggu (3/3/2024). Mediator internasional dan perwakilan Hamas diperkirakan tiba Minggu pagi waktu setempat.
Menurut sumber yang mengetahui jalannnya proses perundingan, Israel disebut tidak akan mengirimkan delegasinya ke Kairo sampai mereka menerima daftar lengkap nama-nama warganya yang masih hidup dari Hamas. ”Israel lebih kurang menerima usulan tersebut. Saat ini, keputusan di tangan Hamas dan kami terus mendorong sekeras mungkin agar terjadi kesepakatan,” kata sumber dengan syarat anonim.
Mediator internasional dari sejumlah negara, seperti Jordania, Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat, bekerja selama beminggu-minggu untuk membuka peluang terjadinya jeda pertempuran antara Hamas dan Israel. Mereka berupaya agar kesepakatan ini terjadi sebelum dimulainya bulan suci Ramadhan. Saat Ramadhan, potensi kekerasan diperkirakan meningkat dan krisis kemanusiaan yang dialami warga Palestina di Gaza memburuk.
Menurut sumber itu, masih ada perbedaan pandangan dalam perundingan. Sumber di kalangan pejabat dan diplomat Mesir mengatakan, Hamas masih berpandangan gencatan sencata sementara harus menjadi awal bagi proses penghentian total peperangan dan harus ditegaskan sejak awal. Tidak ada yang bisa memberikan jaminan soal ini.
Akan tetapi, sejumlah sumber di Mesir menyebut, Hamas mendapat jaminan bahwa ketentuan gencatan senjata atau penghentian perang perlahan akan dilaksanakan pada tahapan kedua atau ketiga perjanjian jeda pertempuran. Sumber juga menyebut, jeda pertempuran awal selama enam pekan sebagai fase pertama telah disepakati.
Seorang pejabat Palestina yang mengetahui jalannnya negosiasi mengatakan, ketidaksepakatan masih terjadi dalam hal penghentian perang dan penarikan pasukan Israel dari wilayah Gaza. Israel berkeras akan mempertahankan kehadiran di Gaza pada tahap pertama jeda pertempuran. Sementara Hamas berkeras bahwa sejak awal, pasukan Israel harus meninggakan Gaza. ”Kesenjangan belum bisa dijembatani,” katanya.
Seorang pejabat senior Pemerintah AS, Sabtu (2/3/2024), mengatakan, kerangka untuk jeda tempur enam pekan sudah ada dan sudah disepakati Israel. ”Jalan menuju gencatan senjata saat ini sangatlah mudah. Ada kesepakatan yang perlu didiskusikan. Ada kerangka kesepakatan. Israel kurang lebih telah menerimanya. Tanggung jawab saat ini ada pada Hamas,” kata pejabat itu kepada wartawan.
Menurut perkiraan, masih ada 130 orang yang disandera Hamas. Pada 1 Maret, juru bicara Brigade Qassam, Abu Obeida, menyebut, tujuh sandera kembali tewas akibat gempuran militer Israel di sejumlah wilayah yang dikuasai Hamas. Secara total, Obeida mengatakan, sebanyak 70 sandera Israel tewas sejak awal perang.
Selain jeda pertempuran dan pembebasan sandera, kesepakatan juga mencakup komitmen untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Warga di Gaza kini mengalami kekurangan makanan dan obat-obatan dan lebih dari satu juta orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka.
Bantuan kemanusiaan untuk warga Gaza melalui jalur darat terhenti. Pengiriman melalui udara menjadi alternatif. Pada Sabtu, militer AS dan Jordania menjatuhkan sekitar 38.000 paket bantuan makanan di sepanjang pantai Kota Gaza menggunakan pesawat kargo C-130.
Juru bicara Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, mengatakan, militer AS dan sejumlah negara lain akan terus mengirimkan bantuan kemanusian melalui jalur udara karena jalur darat tidak memungkinkan.
Pembagian bantuan kemanusiaan di Gaza diwarnai insiden berdarah. Pada 29 Februari 2024, tentara Israel menembaki warga yang tengah berkerumun untuk mengantre pembagian bantuan kemanusiaan. Menurut Kementerian Kesehatan di Gaza, setidaknya 118 orang dilaporkan tewas dan lebih dari 750 orang terluka.
Merespons insiden itu, layanan diplomatik Uni Eropa mendesak dibukanya penyelidikan internasional. Menurut mereka, ratusan orang menjadi korban penembakan tentara Israel. Banyak korban yang ditembak dari belakang.