Di tengah inflasi yang mencekik Melbourne, mahasiswa Indonesia bersiasat hemat belanja bersama dan masak sendiri.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM DARI MELBOURNE, AUSTRALIA
·3 menit baca
Nasib anak kos di mana-mana sama, harus hemat. Dari siasat berhemat bersama, para mahasiswa Indonesia bekerja sama memenuhi kebutuhan di tengah inflasi tinggi di Australia.
Siasat itu, antara lain, ditunjukkan Ferry Silitonga (34) di salah satu ruang aktivitas bersama di kampus Melbourne University, Australia. Mahasiswa Master of Social Policy Melbourne University itu mengeluarkan tumpukan paket padat berisi sayuran, daging beku, dan buah-buahan.
Ia mendapatkan semua itu secara gratis sekali sepekan. ”Ini ada program bantuan dari kampus. Akan tetapi, harus daftar dulu dan harus sesuai syarat. Misalnya, tidak bekerja dan semacamnya,” kata warga Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, itu pada Rabu (28/2/2024).
Rekan-rekannya menyambut dan tertarik melihat isi bantuan makanan tersebut. ”Wah, lumayan sekali ini, ya, ada buah segala,” kata Abid Kamalsyah, mahasiswa Indonesia yang juga sedang belajar di Melbourne University.
Ferry, Abid, dan sejumlah mahasiswa Indonesia di Melbourne University rutin berkumpul di Melbourne Connect. Ruangan itu adalah tempat aktivitas bersama di Melbourne University. Nyaman dan ada kopi gratis sepanjang hari menjadi sebagian alasan ruangan itu dipilih jadi tempat pertemuan.
Fasilitas kopi gratis penting karena secangkir kopi di Melbourne bisa mencapai 5 dollar Australia. Jika mengerjakan tugas, bisa habis beberapa cangkir sehari.
Pasar segar
Selain ruang bersama di kampus, pasar segar juga jadi ruang pertemuan. Di pasar ada aneka bahan makanan dengan harga lebih murah. Seikat seledri dibeli seharga 2 dollar Australia dan bisa dimakan bersama beberapa orang. ”Kalau satu ikat buat satu orang kan kebanyakan, jadi ya kami bagi-bagi,” ujar Ferry.
Queen Victoria atau Foodcraigs Market di batas kota menjadi pasar favorit mereka karena harganya terjangkau. Karena terbiasa ke pasar, mahasiswa Indonesia di Melbourne jadi paham cara berbelanja dengan hemat.
Selain pasar segar, mereka memantau laman supermarket untuk mengejar potongan harga. ”Setiap bulan selalu ada masa mereka diskon, diskonnya bisa sampai 50 persen,” kata Ferry.
Pada masa diskon itu, mereka antara lain membeli beras. Sebab, harga beras biasanya dipotong sampai separuh pada periode tertentu. Tentu saja mereka juga membeli aneka kebutuhan lain, seperti sabun dan pasta gigi.
Memasak dan membawa bekal dari rumah adalah pilihan dalam situasi sekarang. ”Angkatan kami 160 orang di Melbourne. Sekitar 50 persennya bawa bekal sendiri. Kadang kami makan bersama di taman,” kata mahasiswa asal Pangkal Pinang, Bangka Belitung, Eros.
Rekan sekampus Ferry dan Abid, Idha Faiza (29), menyebut bahwa biaya makan bisa ditekan sampai 90 persen kalau memasak sendiri. Harga seporsi nasi Padang di Melbourne bisa setara Rp 200.000.
Kalau masak sendiri, menurut Eros, uang sebesar itu bisa untuk makan beberapa hari. ”Harga buah nectarine itu di sini 2,5-5 dollar Australia. Jadi, 20 dollar sudah bisa bawa pulang 4 kilo. Itu, kan, bisa untuk dua pekan,” ujarnya.
Idha yang asal Gorontalo itu menyebut, hingga 75 persen dana beasiswa habis untuk sewa kamar dan transportasi. Karena itu, berbagai siasat penghematan perlu dilakukan para mahasiswa Indonesia di Melbourne. Semua dijajaki dan dilakoni demi menekan biaya.
Eros mengatakan, sewa kamarnya setahun lalu 600 dollar Australia setahun. Kini, harganya 860 dollar Australia setahun. Cerita dari mahasiswa angkatan lima tahun lalu pun serupa. ”Dulu memang uang beasiswa tak sebesar sekarang, tetapi dulu dengan uang segitu bisa dapat lebih banyak,” katanya.
Dengan kondisi semua mahal, mereka terus bersiasat. Berkumpul di ruang aktivitas bersama adalah siasat untuk tetap hemat. Belanja bersama jadi pilihan untuk hemat dan menjaga kebersamaan.