Blok Politik Terbesar Uni Eropa Tolak Aturan Pemulihan Alam
Demi suara pemilu, politisi tidak mau mengesahkan aturan perlindungan lingkungan. Aturan itu memberatkan petani.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
STRASBOURG, SELASA — Rancangan Undang-Undang Pemulihan Alam Uni Eropa mendapat tantangan dari blok politik terbesar pada parlemen organisasi itu. Peraturan itu disebut akan memberatkan petani, konstituen penting pada Parlemen Eropa. Penolakan disampaikan di tengah gelombang unjuk rasa petani Uni Eropa.
Naskah RUU telah disepakati sejak November 2023. Pada Selasa (27/2/2024), Parlemen Eropa akan memberi suara pengesahan atas RUU itu. Dari 705 anggota parlemen, blok berisi 261 politisi mengumumkan penolakan pada RUU Pemulihan Alam.
Sejauh ini, penolakan telah diungkap Partai Warga Eropa (EPP) yang merupakan blok terbesar. Blok Identitas dan Demokrasi (ID), blok Reformis dan Konservatif Eropa (ECR) dengan total 84 anggota, serta sejumlah politisi dari blok lain, juga menyatakan akan menolak RUU itu.
Tidak bijaksana jika terus mendorong peraturan ini. Apalagi, sekarang mendekati pemilu.
EPP menegaskan, penolakannya sudah disampaikan berbulan-bulan. ”Kelompok EPP amat prihatin pada RUU Pemulihan Alam. Kami tidak mau ada tambahan birokrasi dan aturan ke petani. Biarkan petani bertani,” kata Wakil Ketua EPP Siegfried Mureșan.
RUU itu disebut akan menjadi bencana bagi petani Eropa. Selain lahan dibatasi, petani juga akan dibebani aneka kewajiban. Beragam kewajiban itu bisa menurunkan daya saing produk pertanian UE.
Muresan menyebut, RUU itu akan membuat petani disibukkan mengisi beragam formulir sebelum bisa menjual hasil panen. Petani dan peladang juga akan dipantau lebih ketat.
Dalam RUU dimandatkan pemulihan 20 persen lahan pada 2030. Menurut Komisi Eropa, sebesar 80 persen alam Eropa dalam kondisi buruk. Jika tidak ada perbaikan, hingga 22 persen lahan subur UE akan hilang pada 2050.
Politisi Blok Kiri dari Irlandia, Luke Flanagan, menyoroti ketiadaan rincian cara mendanai pemulihan alam pada RUU itu. Aturan itu juga tidak membahas cara ganti rugi ke petani yang dikurangi areal garapannya.
Anggota ECR dari Belanda, Bert-Jan Ruissen, menilai, RUU meminta terlalu banyak alokasi lahan. Produksi pangan dan pemenuhan kebutuhan perumahan serta industri dan transportasi bisa terganggu.
Suara petani
Sementara anggota EPP dari Perancis Anne Sander mengatakan, dukungan pada RUU itu kesalahan besar dan tidak mencerminkan fakta sekarang. Ia merujuk pada unjuk rasa para petani UE selama beberapa bulan terakhir.
Para petani mendatangi kantor pusat dan kantor perwakilan UE di sejumlah negara. Mereka menutup jalan dengan traktor dan truk. Mereka juga menumpahkan sebagian hasil panen ke kantor-kantor UE dan kantor pemerintahan negara anggota UE.
Kami tidak mau ada tambahan birokrasi dan aturan ke petani. Biarkan petani bertani.
Semua itu bagian dari protes atas beragam aturan UE yang dinilai memberatkan petani. UE dinilai menekan daya saing petani di kawasan itu lewat aneka peraturan tersebut.
Sejumlah pejabat UE menyebut, unjuk rasa itu menekan petinggi dan politisi UE. Apalagi, anggota baru Parlemen Eropa akan dipilih pada 6 Juni 2024.
Sebagian politisi khawatir kehilangan suara petani, salah satu kelompok konstituen terbesar, jika mendukung aneka aturan UE yang dinilai memberatkan petani. ”Mempertimbangkan penolakan belakangan ini, tidak bijaksana jika terus mendorong peraturan ini. Apalagi, sekarang mendekati pemilu,” demikian pernyataan tertulis ECR dan ID.
Petinggi UE dan sejumlah negara anggota UE luluh pada tuntutan itu. Indikasinya, antara lain, penundaan pemberlakuan sejumlah aturan yang diprotes petani.
Belgia melonggarkan aturan soal kandungan maksimal pupuk di perairan sekitar ladang. Komisi Eropa juga mengumumkan penundaan penerapan sejumlah aturan. Adapun Perancis dan Belanda berharap UE mendengarkan keluhan petani.
Meski demikian, para petani terus berunjuk rasa. Di tengah rangkaian unjuk rasa itu, Parlemen Eropa akan memberi suara pada RUU Pemulihan Alam. Federasi organisasi petani UE, Copa-Cogeca, menyebut RUU tidak realistis. Federasi berharap parlemen tidak mengesahkan RUU tersebut.
Asosiasi petani Irlandia, INHFA, menyatakan tidak percaya RUU Pemulihan Lahan tidak akan membebani petani. RUU itu berpeluang melemahkan dukungan pemerintah pada petani. ”Para petani di lahan gambut dan dataran rendah akan sangat terdampak,” kata Presiden IHFA Vincent Roddy.
Pupuk berlebihan
Pakar teknik biologi Belgia, Ineke Maes, menyebut pertanian Eropa menggunakan terlalu banyak pupuk kimia untuk memacu produktivitas. Persoalan semakin pelik karena luas lahan pertanian Eropa bisa mencapai belasan hektar per keluarga petani. Di Asia, luas lahan per keluarga petani rata-rata di bawah 2 hektar.
Kajian Komisi Eropa dan sejumlah kelompok lain menyebut, pertanian menjadi salah satu penyebab lingkungan hidup Eropa didominasi monokultur. Areal yang disebut hutan di Eropa kerap kali hanya berisi satu varietas tanaman. Karena itu, ada kecemasan atas keanekaragaman hayati di Eropa.
Maes menyebut, unjuk rasa petani menunjukkan sosialisasi berdasarkan kajian ilmiah tidak berguna di masyarakat. Sebab, masyarakat menilai aneka aturan itu malah menyulitkan kehidupan mereka saat ini. (AFP/REUTERS)