Mengadili Israel di Pengadilan Dunia
Meski tak mengikat, pendapat Mahkamah Internasional menjadi fondasi penting dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel.
Mahkamah Internasional, yang juga disebut Pengadilan Dunia, menjadi ajang mengadili Israel dalam dengar pendapat yang digelar sepekan terakhir. Puluhan negara mendorong pengadilan tertinggi di Perserikatan Bangsa-Bangsa itu untuk menyatakan pendudukan Israel di wilayah Palestina melanggar hukum internasional. Konsekuensi hukum dari pendudukan ilegal itu adalah Israel harus hengkang dari wilayah Palestina.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah memberikan pernyataan kuat di depan panel 15 hakim Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) di Den Haag, Jumat (23/2/2024), atau hari kelima sidang.
”Okupasi Israel adalah hasil dari pemaksaan yang tak bisa dibenarkan. Pendudukan yang telah berlangsung sejak 1967 dan terus dilakukan oleh Israel ini adalah pelanggaran hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi internasional,” katanya.
Baca juga: Indonesia Ingatkan Komunitas Internasional Hentikan Israel
Persidangan ini dinilai sebagai ”pengadilan” bersejarah. Sebanyak 52 negara bersama-sama mengajukan bukti tentang konsekuensi hukum dari pendudukan Israel di wilayah Palestina. Jumlah negara yang mengajukan pendapat kali ini merupakan yang terbanyak dalam sejarah dengar pendapat yang digelar ICJ.
Lebih dari 45 negara mendukung Palestina, baik dengan menyatakan pendudukan Israel melanggar hukum maupun setidaknya mendukung solusi dua negara. Solusi dua negara ini telah lama diabaikan Israel yang terus melanggengkan pendudukan di Tepi Barat. Hingga hari kelima sidang, hanya tiga negara yang berpihak kepada Israel, yaitu Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Hongaria.
Persidangan di Mahkamah Internasional ini bermula dari permintaan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 30 Desember 2022. Mayoritas anggota Majelis Umum PBB mendukung suara untuk meminta pendapat pengadilan dunia itu mengenai konsekuensi hukum dari berlanjutnya pendudukan Israel di Palestina. Sidang akan berlangsung hingga 26 Februari 2024.
Baca juga: Membongkar Kezaliman Israel atas Palestina di Mahkamah Internasional
Dalam pernyataan yang disampaikan sendiri (sejumlah negara hanya mengirim penasihat hukum atau dubesnya di Belanda), Retno mengatakan, Israel juga telah melakukan politik apartheid. Praktik ini dilakukan dengan memberlakukan hukum militer bagi warga Palestina, tapi tidak untuk warga Yahudi.
Israel harus menarik semua pasukannya, tanpa syarat dan tanpa negosiasi. Israel harus menarik diri dari wilayah Palestina sekarang juga. (Retno Marsudi)
Pembedaan perlakuan berdasarkan kelompok masyarakat tersebut, tegas Retno, melanggar hukum internasional, bahkan termasuk kejahatan kemanusiaan.
Untuk itu, kata Retno, pengadilan harus menyatakan bahwa pendudukan Israel ilegal dan harus berakhir. Israel harus berhenti, tanpa syarat dan secepatnya menghentikan seluruh aksinya di wilayah Palestina, baik di Tepi Barat yang diduduki maupun Gaza. ”Israel harus menarik semua pasukannya, tanpa syarat dan tanpa negosiasi. Israel harus menarik diri dari wilayah Palestina sekarang juga,” kata Retno.
Rangkaian sidang itu dibuka pada 19 Februari 2024 dengan pernyataan mengharukan dari perwakilan Palestina. Menteri Luar Negeri Palestina Riyad Maliki, seperti dikutip situs ICJ, mengatakan, Israel telah melakukan apartheid. Palestina mendesak pengadilan tinggi PBB untuk menyatakan bahwa pendudukan Israel adalah ilegal serta harus segera diakhiri dan tanpa syarat agar harapan masa depan dua negara terwujud.
”Lebih dari 3,5 juta warga Palestina di Tepi Barat, termasuk di Jerusalem, menjadi sasaran penjajahan wilayah mereka dan kekerasan rasis yang memungkinkan terjadinya penjajahan,” kata Maliki dengan mata berkaca-kaca dan suara bergetar.
Barisan pendukung Palestina
Dukungan untuk Palestina itu tak hanya dari negara Islam, negara Arab, dan negara berpenduduk mayoritas Muslim, tetapi juga dari China serta negara-negara Eropa, seperti Perancis, Irlandia, Norwegia, dan Swiss. Jepang dan Rusia termasuk negara-negara yang menyatakan mendukung solusi dua negara.
”Tokyo percaya bahwa solusi dua negara untuk negara Palestina merdeka di masa depan, hidup berdampingan dengan Israel dengan damai dan bermartabat, tetap menjadi satu-satunya jalan yang layak bagi kedua bangsa,” kata Tomohiro Mikanagi, penasihat hukum pada Kementerian Luar Negeri Jepang.
Untuk pertama kalinya, Israel diadili di hadapan ICJ oleh puluhan negara yang bersama-sama menyatakan pendudukan Israel di Palestina melanggar hukum.
Pada Juni 1967, Israel menaklukkan negara-negara Arab tetangganya dalam perang enam hari dengan merebut Tepi Barat—termasuk Jerusalem Timur—dari Jordania, menguasai Dataran Tinggi Golan dari Suriah, dan merampas Jalur Gaza dan Semenanjung Sinai dari Mesir.
Baca juga: Mahkamah Internasional Sulit Perintahkan Israel Berhenti Serang Gaza
Perancis, yang pada awal perang Israel-Hamas di Gaza pada Oktober 2023, membela tindakan Israel sebagai pemenuhan hak membela diri, berbalik mengecam Israel dalam kasus pendudukan ini. Perancis menilai Israel telah melanggar hukum internasional. Bahkan, Perancis menuntut Israel memberikan kompensasi atas semua penderitaan warga Palestina karena tindakan melawan hukum itu.
Perwakilan Perancis Diego Colas mengatakan, Perancis mengecam kebijakan permukiman ilegal yang dilakukan Israel, yang mencakup penggusuran keluarga Palestina dan penghancuran properti.
”Perang di Gaza sama sekali bukan merupakan alasan untuk terus menerapkan tindakan sepihak yang melemahkan prospek solusi dua negara, satu-satunya solusi yang dapat menjamin perdamaian yang adil dan abadi,” kata Colas pada hari ketiga sidang tersebut.
Menurut Perancis, semua kerusakan yang terjadi pada penduduk Palestina sebagai akibat dari kebijakan dan praktik Israel yang ilegal menurut hukum internasional harus menjadi obyek ganti rugi dan, jika tidak, diberikan kompensasi.
Dari sudut pandang ekonomi, kata Colas, seperti yang diminta PBB, semua negara harus memisahkan wilayah Israel dan wilayah yang diduduki sejak tahun 1967 dan membedakan produk berdasarkan asal-usulnya.
China yang memberikan pendapat pada hari kedua sidang menyatakan, keadilan bagi warga Palestina tidak boleh diabaikan. ”Keadilan telah lama tertunda, tetapi hal ini tidak boleh disangkal,” kata Ma Xinmin, penasihat hukum pada Kementerian Luar Negeri China.
Pembela Israel
Namun, ada tiga negara yang berdiri sebagai pembela Israel, yakni AS, Inggris, dan Hongaria. Ketiga negara itu sama-sama berpendapat bahwa ICJ sebaiknya tidak memberikan pendapat ke Majelis Umum PBB dengan alasan hal ini bisa mengganggu proses damai.
Penasihat hukum Departemen Luar Negeri AS, Richard Visek, mengatakan, pengadilan seharusnya tidak memutuskan bahwa Israel secara hukum berkewajiban untuk segera menarik diri dari wilayah pendudukan tanpa syarat. Ia mendasarkan argumentasinya pada serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 yang ia sebut sebagai ancaman keamanan.
”Setiap gerakan menuju penarikan Israel dari Tepi Barat dan Gaza memerlukan pertimbangan akan kebutuhan keamanan Israel yang sangat nyata,” kata Visek.
Baca juga: AS Terus Lumpuhkan PBB soal Gaza
Narasi keamanan dan hak membela diri ini memang selalu digunakan AS saat membela tindakan militer Israel terhadap Palestina.
Sementara itu, Israel memilih tidak hadir dalam sidang itu dan hanya mengirim surat setebal lima halaman ke pengadilan. Isinya menyatakan, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke ICJ bersifat prasangka dan gagal mengakui hak dan kewajiban Israel untuk melindungi warga negaranya.
Dampak pengadilan
Setelah mendengarkan masukan dari berbagai pihak, para hakim ICJ direncanakan memberikan pendapat ke Majelis Umum PBB dalam enam bulan ke depan. Pendapat ICJ ini bukan produk hukum yang mengikat. Meski demikian, pendapat atau fatwa hukum yang dikeluarkan ICJ nanti dinilai mempunyai nilai otoritatif dan dampak kuat.
Baca juga: PBB Minta Fatwa Tentang Konsekuensi Hukum Pendudukan Israel atas Palestina
Pakar hukum internasional Damos Dumoli Agusman mengatakan, sekalipun tidak mengikat, pendapat ICJ ini memiliki nilai otoritatif. Jika pendapat ICJ menyatakan pendudukan Israel itu ilegal, hal tersebut menjadi sabda hukum terhadap suatu fakta hukum.
Meski tidak mengikat, pendapat ICJ ini memiliki nilai otoritatif. Jika pendapat ICJ menyatakan pendudukan Israel itu ilegal, hal tersebut menjadi sabda hukum terhadap suatu fakta hukum. (Damos Dumoli Agusman)
Akibatnya, negara-negara di seluruh dunia mempunyai kewajiban moral untuk mengikutinya. Negara yang mendukung pendudukan Israel bisa dianggap pelaku pelanggaran hukum internasional.
”Tidak mungkin negara lain, siapa pun itu, mengatakan sebaliknya, misalnya mengklaim bisa menganggap pendudukan itu tetap legal,” kata Damos saat dihubungi, Sabtu (24/2/2024).
Dampak lain, kata Damos, adalah terhadap PBB. Tidak mungkin PBB mengeluarkan resolusi yang mengakui Israel dan menolak hak Palestina ketika ICJ telah menyatakan pendudukan Israel ilegal.
Dampak yang paling penting, lanjut Damos, adalah proses damai Palestina-Israel harus berdasarkan determinasi legal ini. Artinya, baik Palestina maupun Israel tidak mungkin menghasilkan suatu kesepakatan yang menyimpang dari pendapat ICJ tersebut.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, sidang dengar pendapat ini juga diharapkan dapat menggugah kesadaran publik untuk memberi sanksi terhadap Israel. Termasuk menggugah publik, baik dalam negeri Israel maupun publik negara-negara pendukung Israel, untuk menekan Pemerintah Israel agar mengubah kebijakan.
Hikmahanto menilai, tekanan publik tersebut sebagai kekuatan yang sangat kokoh. Hal seperti ini telah dilakukan sebelumnya dalam bentuk, misalnya, boikot produk-produk yang berafiliasi dengan Israel yang telah menyebabkan kerugian besar pada sejumlah perusahaan tahun ini. (AP/REUTERS)