Pembatasan Israel di kompleks Masjid Al-Aqsa sering menjadi sumber gesekan Israel dan Palestina.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·4 menit baca
JERUSALEM, SELASA — Israel berencana membatasi ibadah selama Ramadhan di Masjid Al-Aqsa, Jerusalem. Rencana itu memicu kecaman dari Hamas dan Dewan Fatwa Tertinggi Palestina.
Rencana pembatasan ini diumumkan Kantor Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu pada Senin (19/2/2024). Menurut pernyataan kantor PM, Israel akan mengizinkan ibadah, tetapi pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan keamanan. Belum ada rincian lebih lanjut tentang pembatasan tersebut.
”Perdana menteri membuat keputusan yang berimbang untuk memungkinkan kebebasan beribadah sesuai kebutuhan keamanan yang ditentukan para profesional,” kata Kantor PM Israel saat ditanya mengenai kemungkinan pemblokadean akses ke masjid tersebut.
Masjid Al-Aqsa merupakan salah satu situs paling suci bagi umat Islam. Terletak di puncak bukit di Kota Tua Jerusalem, kompleks masjid ini berdekatan dengan situs suci umat Yahudi, Bukit Bait Suci (Temple Mount).
Di masa lalu, pembatasan Israel di kompleks Masjid Al-Aqsa sering menjadi sumber gesekan Israel dan Palestina. Gesekan meningkat, terutama selama hari-hari suci keagamaan, termasuk Ramadhan. Bulan Ramadhan tahun ini diperkirakan dimulai pada 10 Maret 2024.
Pada tahun-tahun sebelumnya, pembatasan Israel diterapkan dengan melarang jemaah berusia muda menjalankan shalat di sana. Alasannya, untuk mencegah kekerasan.
Semua orang yang dapat mencapai Masjid Al-Aqsa pergilah ke sana dan melindunginya.
Netanyahu berada di bawah tekanan dari kubu sayap kanan dalam koalisinya yang menginginkan pembatasan yang lebih ketat. Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir mengatakan, momen Ramadhan berpotensi digunakan oleh para pembenci Israel. Menurut dia, mereka akan memprovokasi tindak kekerasan guna menunjukkan dukungan terhadap Hamas.
Ben-Gvir, yang memimpin partai garis keras di pemerintahan Netanyahu, mengganggap potensi ini ancaman keamanan bagi Israel. ”Masuknya puluhan ribu pembenci Israel dalam perayaan kemenangan di Temple Mount merupakan ancaman keamanan bagi Israel,” katanya.
Menanggapi rencana pembatasan itu, Dewan Fatwa Tertinggi, majelis tertinggi Islam di Palestina, menyerukan agar setiap orang Palestina justru mendatangi Masjid Al-Aqsa untuk melindunginya. ”Semua orang yang dapat mencapai Masjid Al-Aqsa pergilah ke sana dan melindunginya,” demikian seruan tersebut.
Hamas mengecam rencana pembatasan tersebut dan mendesak warga Palestina untuk melakukan mobilisasi melawan pembatasan. Dalam pernyataannya, Hamas menggambarkan pembatasan ibadah di Masjid Al-Aqsa sebagai kelanjutan dari kriminalitas zionis terhadap rakyat Palestina.
Hamas meminta warga Palestina di Israel, Jerusalem, dan wilayah pendudukan Tepi Barat untuk menolak pembatasan di Al-Aqsa. ”Warga Palestina harus menolak keputusan kriminal itu, melawan arogansi dan kekurangajaran pendudukan, dan melakukan mobilisasi untuk bertahan di Masjid Al-Aqsa,” katanya.
Pada April 2023, polisi Israel bentrok dengan warga Palestina di Masjid Al-Aqsa selama Ramadhan. Sebelumnya, pada 2021 dan 2022, kerusuhan dengan kekerasan juga pecah di lokasi tersebut karena aturan pembatasan oleh Israel.
Gaza
Pertempuran terus berkobar di Gaza setelah Israel memperingatkan bahwa pasukannya akan terus menyerang selama Ramadhan apabila Hamas tidak membebaskan semua sandera sebelum bulan suci itu. Ancaman serangan ini termasuk ke wilayah Rafah paling selatan.
Sepanjang Senin, serangan dan pertempuran di Gaza menewaskan lebih dari 100 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Dengan korban tambahan ini, korban tewas selama serangan Israel ke Gaza terus meningkat hingga setidaknya mencapai 29.092 warga Gaza. Titik pertempuran paling mematikan terjadi di Khan Younis yang berlokasi di utara Rafah.
Anggota kabinet perang Israel, Benny Gantz, memperingatkan bahwa tentara Israel siap untuk merangsek lebih dalam ke Rafah selama Ramadhan. ”Jika pada bulan Ramadhan para sandera tidak ada di rumah, pertempuran akan berlanjut di mana-mana, termasuk wilayah Rafah,” kata Gantz, Minggu.
Dia menambahkan, Hamas punya pilihan untuk menyerah atau membebaskan semua sandera. ”Mereka bisa menyerah, melepaskan sandera, dan warga Gaza bisa merayakan Ramadhan,” ancamnya.
Gantz mengatakan, Israel akan mengizinkan evakuasi warga sipil dari Rafah. Namun, sejauh ini Israel belum menentukan ke mana warga Palestina bisa pergi. Sebagian besar wilayah Gaza hancur selama perang yang telah berlangsung lebih dari empat bulan.
Krisis kemanusiaan mendera pengungsian di Rafah akibat minimnya pasokan makanan, air, obat-obatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Pengungsi Palestina terpaksa mulai menggunakan pakan ternak menjadi tepung untuk bahan makanan. ”Anak-anak saya kelaparan, mereka bangun sambil menangis karena lapar,” kata salah satu pengungsi di Rafah.
Pada Senin, sejumlah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa memperingatkan bahwa makanan dan air bersih sudah sangat langka di Gaza. Satu dari enam anak di Gaza utara yang berusia di bawah dua tahun mengalami kekurangan gizi akut karena kondisi tersebut. Setidaknya 90 persen anak balita di Gaza sakit. (Reuters/AFP/AP)