Sektor publik dan swasta di Jepang akan membangun kemitraan jangka panjang untuk rekonstruksi Ukraina pascaperang.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
TOKYO, SENIN — Jepang menjanjikan kerja sama jangka panjang untuk rekonstruksi Ukraina. Selama ini Jepang mendukung Ukraina dalam menghadapi invasi Rusia dan mengirimkan bantuan kemanusiaan dalam jumlah besar.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan, dukungan untuk rekonstruksi Ukraina itu menyangkut ”investasi di masa depan”. ”Perang di Ukraina masih berlangsung sampai saat ini dan situasinya tidak mudah. Promosi rekonstruksi ekonomi, bagaimanapun, tidak hanya investasi bagi masa depan Ukraina, tetapi juga bagi Jepang dan seluruh dunia,” katanya, Senin (19/2/2024), dalam Konferensi Jepang-Ukraina untuk Promosi Pertumbuhan EKonomi dan Rekonstruksi di Tokyo, Jepang.
Kantor berita Kyodo melaporkan, konferensi digelar seiring meningkatnya kekhawatiran bahwa dukungan negara-negara Barat bagi Ukraina akan berkurang. Sebab, Rusia dinilai berkomitmen melakukan perang irisan (attrition).
Para pejabat di Tokyo menyebut, komunitas global harus bersatu mendukung Ukraina untuk menunjukkan bahwa penggunaan kekerasan terhadap negara lain tidak akan ditoleransi. Kishida berulang kali menyatakan, ”Ukraina saat ini bisa jadi Asia Timur besok.” Jepang dengan tegas menentang invasi Rusia dan menganggapnya sebagai perubahan sepihak terhadap status quo melalui paksaan.
Selama dua tahun perang di Ukraina, Jepang memberikan bantuan hingga 12,1 miliar dollar AS. Bentuknya berupa bantuan kemanusiaan karena Konstitusi Jepang melarang pengiriman senjata bagi negara yang berperang.
Jepang beharap bisa membangun momentum untuk menggalang dukungan global bagi Ukraina di tengah perhatian dunia yang beralih ke perang di Gaza. Fokus Jepang pada rekonstruksi kontras dengan berbagai negara Barat yang memberikan bantuan militer. Kemampuan Jepang untuk bangkit dari keterpurukan pasca-Perang Dunia II serta bencana gempa dan tsunami menjadikan negara itu yakin bisa berperan besar dalam pembangunan kembali Ukraina pascaperang.
Promosi rekonstruksi ekonomi, bagaimanapun, tidak hanya investasi bagi masa depan Ukraina, tetapi juga bagi Jepang dan seluruh dunia.
Dalam konferensi tersebut, Kishida mengatakan, sektor publik dan swasta di Jepang akan membangun kemitraan jangka panjang berdasarkan inklusivitas, kemanusiaan, teknologi, dan ilmu pengetahuan. Ia menekankan pentingnya investasi di berbagai industri dalam pembangunan Ukraina di masa mendatang.
Pemerintah dan perusahaan Jepang-Ukraina menandatangani lebih dari 50 kesepakatan. Di antaranya adalah janji Jepang untuk menggelontorkan paket bantuan baru bagi Ukraina senilai 105 juta dollar AS untuk mendanai pembersihan ranjau serta proyek rekonstruksi sektor energi dan transportasi.
Menurut Kishida, kerja sama kedua negara juga mencakup pembersihan ranjau dan puing-puing bangunan, perbaikan kemanusiaan dan kelayakan hidup, pertanian, industri bioteknologi, industri digital dan informasi, dan antikorupsi. Kedua negara akan menghapuskan pajak ganda, merevisi perjanjian investasi, dan melonggarkan pembatasan perjalanan. Tujuannya agar perusahaan-perusahaan Jepang bisa turut serta dalam proyek rekonstruksi di Ukraina dan meningkatkan investasi di negara itu.
Perdana Menteri Ukraina Denys Shmyhal yang memimpin delegasi Ukraina di Tokyo mengatakan, kesepakatan yang dicapai dengan Jepang kali ini menjadi babak baru kerja sama kedua negara. ”Dengan menggabungkan kekuatan, kita bisa mengubah tantangan menjadi peluang bagi pertumbuhan dan kesejahteraan di masa depan. Pengalaman Jepang dalam rekonstruksi dan keajaiban ekonominya memberi kami inspirasi,” katanya.
Shmyhal mengatakan, rekonstruksi Ukraina jauh lebih besar dari sekarang membersihkan ranjau darat dan reruntuhan bangunan. Dia menekankan kekuatan negaranya di sektor pertanian, kekayaan sumber daya alam, dan ambisi menjadi penghubung digital di Eropa. Dia juga mendorong perusahaan otomotif Jepang untuk membuka pabrik di Ukraina.
Bank Dunia memperkirakan dana pembangunan kembali Ukraina bisa mencapai 411 miliar dollar AS. Anggaran itu kemungkinan diperoleh melalui pinjaman. (AP/AFP/Reuters)