Penting bagi menlu dalam kabinet Prabowo mampu menjalankan kebijakan luar negeri bebas aktif secara cerdas dan lincah.
Oleh
MUHAMMAD SAMSUL HADI
·3 menit baca
Ada beberapa faktor yang membuat pemilu di Tanah Air, 14 Februari 2024, menarik perhatian dunia internasional. Berpenduduk terbanyak keempat dunia dan negara demokrasi terbesar ketiga dunia setelah AS dan India, Indonesia adalah salah satu penghasil utama komoditas batubara, minyak sawit, dan nikel, serta memegang peran penting dalam rantai pasok banyak perusahaan internasional.
Selain kerap dipandang sebagai pemimpin tradisional di kawasan Asia Tenggara, negeri ini juga memegang posisi strategis di tengah persaingan dua kekuatan adidaya: AS dan China. Dalam relasinya dengan dua raksasa dunia itu, Indonesia kerap dikategorikan sebagai swing state yang bergerak sesuai kepentingan nasionalnya.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Fareed Zakaria memasukkan Indonesia dalam kelompok baru kekuatan menengah yang sedang mencari strategi-strategi tersendiri di luar kepatuhan pada AS dan China (Foreign Affairs, Januari/Februari 2024). Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia juga disebut oleh para Indonesianis sering menghadirkan kasus-kasus menarik untuk dijadikan bahan studi dalam perdebatan seputar Islam dan demokrasi.
Pentingnya pemilu di Indonesia jauh melebihi batas-batas (geografisnya), tulis The New York Times, 13 Februari 2024. Tak mengherankan, media dan pengamat luar negeri memberi perhatian besar pada hajatan pemilu di negeri ini.
Seperti sudah diketahui, hasil hitung cepat berbagai lembaga memperlihatkan kemenangan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Sebagian besar media dan pengamat Barat hampir satu suara dalam melihat kemenangan itu sebagai kemunduran demokrasi.
Thomas B Pepinsky, profesor ilmu pemerintahan dan kebijakan publik serta Direktur Program Asia pada Universitas Cornell, AS, misalnya, menyebut bahwa bagi banyak pengamat yang meyakini kekalahan Prabowo pada Pemilu 2014 telah menyelamatkan demokrasi Indonesia, kemenangannya pada Pemilu 2024 menjadi pertanda kemerosotan demokrasi di negeri ini (Journal of Democracy, Februari 2024).
Meski demikian, sekalipun belum diumumkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), sejumlah pemimpin negara segera memberi selamat kepada Prabowo atas kemenangannya. Mereka, antara lain, Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese, PM Singapura Lee Hsien Loong, PM Ceko Petr Fiala, PM Malaysia Anwar Ibrahim, PM Belanda Mark Rutte, Presiden Rusia Vladimir Putin, PM Inggris Rishi Sunak, dan Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe.
Bagi banyak pengamat yang meyakini kekalahan Prabowo pada Pemilu 2014 telah menyelamatkan demokrasi Indonesia, kemenangannya pada Pemilu 2024 menjadi pertanda kemerosotan demokrasi di negeri ini. (Thomas B Pepinsky)
Hingga Minggu (18/2/2024), belum ada ucapan selamat atas kemenangan Prabowo dari Washington. Juru Bicara Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby, Kamis (15/2/2024), mengatakan, AS akan memberi selamat tepat pada waktunya. Ia juga menyebut penghitungan surat suara di KPU yang belum selesai.
Adapun Pemerintah China menyampaikan ucapan selamat melalui Dubes China untuk Indonesia Lu Kang dalam kunjungan ke kediaman Prabowo di Jakarta, Minggu (28/2/2024).
Bagi para pemimpin negara, ucapan selamat kepada kepala negara atau pemerintahan terpilih dalam pemilu di negara lain tentu bukan sekadar basa-basi diplomatik. Tidak bisa dimungkiri, ada muatan kepentingan di balik ”diplomasi ucapan selamat” itu setidaknya agar hubungan bilateral antaranegara yang akan dijalin dengan pemimpin baru bisa berjalan mulus.
Dalam surat ucapan selamat yang diunggah secara terbuka melalui akun Instagram Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, PM Inggris Rishi Sunak berterus terang menyampaikan harapan untuk meningkatkan hubungan perdagangan, sebagai bagian dari kemitraan di Indo-Pasifik, dengan pemerintahan Prabowo. PM Australia Anthony Albanese pun segera menelepon Prabowo dan menyatakan harapan terkait masa depan hubungan dengan Indonesia.
Bagi negara-negara mitra dekat AS, seperti Inggris dan Australia (ketiga negara itu tergabung dalam aliansi militer AUKUS), awalan yang baik dengan pemimpin Indonesia dipandang penting. Faktor kedekatan Indonesia dengan China, terutama dalam hubungan ekonomi, selama dua periode di bawah pemerintahan Joko Widodo, jelas menjadi perhatian London dan Canberra.
Dalam artikelnya di jurnal Foreign Affairs (12 Februari 2024), profesor riset dan peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dewi Fortuna Anwar mengingatkan, siapa pun presiden yang terpilih, hasil pemilu tahun ini tidak akan mengubah jalur kebijakan luar negeri bebas dan aktif. Doktrin ini plus prinsip tidak memihak (nonalignment) justru semakin penting di tengah munculnya kembali persaingan kekuatan besar dan ketidakpastian situasi kawasan.
Perlu dicatat pula, lanjut Dewi, prinsip tersebut bukanlah sekadar netral atau tindakan pasif, melainkan juga aktif dalam menjalankan kebijakan-kebijakan luar negeri. Tidak memihak berarti tidak masuk dalam aliansi-aliansi militer atau memilih kubu dalam persaingan kekuatan besar.
Namun, lebih dari itu, pendekatan bebas-aktif menuntut kelincahan sekaligus keberanian mengambil risiko untuk memetik manfaat dalam hubungan dengan salah satu kekuatan besar, sembari meminimalisasi risiko dengan terus mengembangkan hubungan dengan kekuatan besar lainnya.
Tak hanya penting bagi negara-negara mitra, pemahaman tersebut juga harus menjadi pegangan bagi siapa pun menteri luar negeri—pembantu presiden di garda terdepan diplomasi Indonesia—yang akan ditunjuk di bawah pemerintahan Prabowo. Jangan sampai salah arah.