Membongkar Kezaliman Israel atas Palestina di Mahkamah Internasional
Sidang Mahkamah Internasional sepekan ke depan akan makin menekan Israel. Indonesia berada di garda depan gerakan ini.
Sebanyak 52 negara dan tiga organisasi dijadwalkan memberi pendapat lisan dalam sidang yang digelar Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) soal legalitas pendudukan Israel di Palestina sepekan ke depan. Kendati tak mengikat, keputusan sidang ICJ ini diharapkan semakin memberi tekanan terhadap Israel.
ICJ menggelar sidang dengar pendapat secara lisan selama enam hari berturut-turut sejak Senin (19/1/2024) di Istana Perdamaian, markas ICJ, di Den Haag, Belanda. ICJ, salah satu organ utama Perserikatan Bangsa-Bangsa, kerap juga disebut sebagai ”pengadilan dunia”.
Indonesia menjadi salah satu negara yang memberi pendapat pada hari pertama. Persiapan Kementerian Luar Negeri RI untuk momen tersebut telah dilakukan sejak lama, termasuk meminta masukan dari 50 pakar hukum internasional di Tanah Air pada pertengahan Januari 2024.
Sidang ICJ di Den Haag itu merupakan kelanjutan dari proses permintaan pendapat hukum dari Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kepada ICJ pada Desember 2022.
Baca juga: Warga Jalur Gaza Terpenjara di Neraka Dunia
Sebagian besar anggota Majelis Umum PBB saat itu sepakat untuk meminta pendapat ICJ soal legalitas pendudukan Israel di Tepi Barat yang sudah berlangsung hampir 60 tahun. ”Mahkamah Internasional untuk pertama kalinya akan mempertimbangkan secara luas konsekuensi hukum dari pendudukan Israel selama sekitar enam dekade dan penganiayaan terhadap rakyat Palestina,” kata Clive Baldwin, penasihat hukum senior di Human Rights Watch, Jumat (16/2/2024), seperti dikutip situs organisasi itu.
Menurut Clive, negara-negara yang mengajukan argumen mereka ke pengadilan harus memanfaatkan sidang penting ini untuk menyoroti pelanggaran berat yang dilakukan pemerintah Israel terhadap warga Palestina, termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan akibat apartheid dan penganiayaan.
Majelis Umum PBB telah meminta nasihat hukum dari ICJ mengenai konsekuensi hukum dari kebijakan dan tindakan Israel di wilayah pendudukan Palestina, termasuk Jerusalem Timur. Setelah disepakati anggota sidang pada Desember 2022, permintaan itu diajukan ke ICJ pada 17 Januari 2023.
ICJ telah mengundang negara-negara anggota PBB untuk memberikan masukan pandangan hukum. Proses selanjutnya adalah pembahasan atas masukan-masukan tersebut oleh 15 panel hakim dalam sidang ICJ. Produk akhir persidangan nanti bukanlah keputusan hukum seperti kasus pengaduan genosida Israel yang diajukan Afrika Selatan, melainkan berupa pendapat hukum untuk Majelis Umum PBB soal posisi legal Israel di Tepi Barat.
Produk akhir persidangan nanti bukanlah keputusan hukum seperti kasus pengaduan genosida Israel yang diajukan Afrika Selatan, melainkan berupa pendapat hukum untuk Majelis Umum PBB soal posisi legal Israel di Tepi Barat.
Persidangan sepekan ke depan tersebut terpisah dari kasus tuduhan genosida Israel yang diajukan Afrika Selatan. Pada Januari 2024, ICJ mengeluarkan putusan bahwa Israel harus melakukan apa saja dalam jangkauan kewenangannya guna mencegah genosida dan mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza.
Namun, ICJ tak mengabulkan tuntutan Afsel agar ICJ mengeluarkan perintah kepada Israel untuk melakukan gencatan senjata dan menghentikan serangan ke Gaza. Pada Jumat (16/2/2024), ICJ kembali menolak tuntutan Afsel agar pengadilan dunia itu menjatuhkan putusan tambahan kepada Israel.
Persidangan ICJ berlangsung di tengah gempuran Israel di Jalur Gaza, yang telah memasuki bulan kelima, menyusul serangan kelompok Hamas ke Israel selatan, 7 Oktober 2023. Kementerian Palestina di Gaza menyebut, per Minggu (18/2/2024) pagi, sedikitnya 28.858 warga Palestina di Gaza tewas akibat serangan membabi buta Israel. Saat ini Israel bersikeras akan melancarkan serangan darat ke Rafah, wilayah perbatasan antara Gaza dan Mesir, meski ditentang oleh komunitas internasional.
Dua isu utama
Sidang ICJ akan diawali pernyataan hukum dari perwakilan Palestina. Selanjutnya, setiap perwakilan negara akan memperoleh waktu 30 menit untuk memaparkan pandangannya.
Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi dijadwalkan menyampaikan pandangan Indonesia, Senin (19/2/2024). Beberapa negara Arab akan berpartisipasi, termasuk Qatar, Arab Saudi, Mesir, Aljazair, Uni Emirat Arab, Jordania, Libya, Kuwait, dan Lebanon. Amerika Serikat, Rusia, China, dan Afsel juga akan memberikan pendapat.
Baca juga: Panggung Mantan Terjajah dan Penjajah di Sidang Genosida Lawan Israel
Adapun tiga organisasi yang turut serta memberikan pandangan adalah Liga Arab, Uni Afrika (AU), dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Di luar mereka, Inggris dan Hongaria juga menyatakan ingin berpartisipasi. Bersama AS, berdasarkan keterangan tertulis yang telah mereka sampaikan, negara-negara ini diprediksi akan membela Israel. Israel telah mengajukan pernyataan tertulis ke pengadilan, tetapi belum meminta untuk berpartisipasi dalam persidangan.
AS, Inggris, dan Hongaria diprediksi akan membela Israel di sidang ICJ.
Ada dua isu utama yang dimintakan pendapat ke ICJ. Isu pertama berkaitan dengan konsekuensi hukum yang timbul dari pelanggaran yang terus dilakukan Israel terhadap hak rakyat Palestina dalam pendudukan di Tepi Barat.
Pelanggaran ini termasuk kebijakan diskriminatif serta pelanggaran atas hak-hak warga Palestina untuk menentukan nasib sendiri akibat pendudukan berkepanjangan dan pencaplokan atas wilayah pendudukan Palestina sejak 1967. Hal itu berkaitan dengan tindakan-tindakan yang ditujukan untuk mengubah komposisi demografis, karakter, dan status kota suci Jerusalem demi keuntungan Israel.
Pada Juni 1967, Israel menaklukkan negara-negara Arab tetangganya dalam perang enam hari dengan merebut Tepi Barat—termasuk Jerusalem Timur—dari Jordania, menguasai Dataran Tinggi Golan dari Suriah, dan merampas Jalur Gaza dan Semenanjung Sinai dari Mesir. Setelah itu, Israel mulai membangun permukiman seluas 70.000 kilometer persegi.
PBB kemudian menyatakan pendudukan wilayah Palestina sebagai hal yang ilegal. Mesir mendapatkan kembali Sinai melalui perjanjian damai dengan Israel tahun 1979.
Menurut data PBB, yang dikutip kantor berita Reuters, Juli 2023, sekitar 700.000 pemukim (settler) Yahudi menduduki 279 area permukiman di Tepi Barat dan Jerusalem Timur. Angka ini meningkat pesat dari 520.000 pemukim pada 2012. Lebih dari 3 juta warga Palestina tinggal di area yang sama, menjadi korban—menurut kelompok-kelompok pegiat HAM—berbagai tindakan seperti apartheid.
Isu kedua berkaitan dengan bagaimana kebijakan dan praktik-praktik Pemerintah Israel memengaruhi status hukum pendudukan dan konsekuensi hukum yang timbul bagi semua negara dan PBB dari status tersebut.
Jauh sebelum perang Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, Israel telah membuat kehidupan rakyat Palestina menderita dalam pengekangan hak, blokade wilayah, dan penindasan. Dari wilayah-wilayah yang diduduki dalam perang tahun 1967, Israel menarik diri dari Gaza pada tahun 2005,
Bersama dengan negara tetangganya, Mesir, Israel masih mengontrol perbatasan Gaza. Adapun di Tepi Barat, Pemerintah Israel telah menduduki wilayah Palestina yang disebut Area C. Wilayah ini mencakup sekitar 60 persen Tepi Barat yang diduduki, termasuk Jerusalem Timur.
Selain itu, pembangunan permukiman Yahudi di wilayah itu semakin intensif dan pengepungan Jalur Gaza terus berlanjut. Akibatnya, bahkan sebelum perang Gaza pada 7 Oktober 2023, sekitar 2 juta orang yang tinggal di Gaza ibarat dikerangkeng dalam penjara besar karena semua pintu masuk ke wilayah itu dijaga militer Israel.
ICJ akan menangani dan memutuskan perkara tersebut dalam prioritas utama. Diperkirakan, saran atau nasihat bakal mereka keluarkan pada akhir tahun 2024.
Pendapat menggelegar
Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, Indonesia harus memanfaatkan waktu selama 30 menit itu dengan pernyataan yang menggelegar. Pendapat itu harus bergaung lebih luas dari ruang sidang di Istana Perdamaian di Den Haag.
Tujuannya adalah untuk meyakinkan para hakim dan publik dunia akan kelaliman Israel di Tepi Barat. ”Indonesia harus membuat pernyataan yang bisa menggugah dunia, menggugah Israel dan negara-negara pendukungnya, serta menjadi tekanan untuk Israel,” kata Hikmahanto, salah satu pakar hukum internasional yang dimintai pendapat oleh Kementerian Luar Negeri.
Dalam rapat Majelis Umum PBB, 30 Agustus 2023, Wakil Tetap Palestina Riyad Mansour mengatakan, dengar pendapat di ICJ ini akan menyoroti kelumpuhan komunitas internasional dalam meminta pertanggungjawaban Israel atas kesewenang-wenangannya di Palestina.
Termasuk, kata Mansour, Dewan Keamanan PBB yang selalu menegaskan prinsip Piagam PBB yang di antaranya antipenjajahan, tetapi tak banyak berbuat untuk membebaskan Palestina. ”Rakyat Palestina tidak akan pernah menyerah, tidak akan pernah mengibarkan bendera putih,” katanya.
Baca juga: PBB Kembali Desak Israel Hentikan Pembangunan Permukiman Yahudi
Ini adalah kedua kalinya Majelis Umum PBB meminta pendapat ICJ terkait wilayah Palestina yang diduduki. Pada Juli 2004, ICJ memutuskan bahwa tembok pemisah Israel di Tepi Barat melanggar hukum internasional dan harus dibongkar. Pendapat ini diabaikan. Tembok itu tak pernah dibongkar.
Penegasan Indonesia
Dalam sidang ICJ tahun 2004 itu, Indonesia juga memberikan pendapat soal tembok pembatas. Untuk sidang tahun ini, meskipun hanya diberi waktu 30 menit, kesempatan itu tak akan disia-siakan Indonesia untuk mendukung kemerdekaan Palestina melalui penegakan hukum internasional.
”Merespons permintaan tersebut, sejak awal Indonesia sudah memutuskan akan berpartisipasi aktif membantu memberikan masukan pandangan hukum kepada ICJ,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam diskusi menjaring masukan pakar, seperti dilansir Kemenlu RI, 16 Januari 2024.
”Berbagai kebijakan Israel, seperti aneksasi wilayah Palestina, pemukiman di Tepi Barat, serta mengubah status Kota Jerusalem, tidak sah menurut hukum internasional. Tindakan tidak sah Israel harus dihentikan dan perlu akuntabilitas atas pelanggaran hukum yang terjadi,” kata Retno.
”Negara-negara harus menghentikan dukungan kepada Israel. Masyarakat internasional, termasuk PBB, juga tidak boleh mengakui legalitas tindakan Israel tersebut,” lanjutnya.
Tampilnya Indonesia di depan Mahkamah Internasional akan melengkapi berbagai langkah diplomasi Indonesia dalam mendukung perjuangan Palestina. Sebelumnya, Indonesia tidak bisa secara resmi ikut menggugat Israel, seperti yang dilakukan Afsel, dalam kasus dakwaan genosida. Hal ini karena Indonesia belum menandatangani konvensi antigenosida tersebut.
Beragam upaya diplomasi lain dilalukan. Menlu Retno berbicara dua kali dalam sidang Dewan Keamanan PBB dan Majelis Umum PBB serta di forum-forum internasional lain, seperti ASEAN, WHO, Dewan HAM, dan Global Refugee Forum.
Pejabat senior pada Kementerian Luar Negeri Palestina, Omar Awadallah, berharap pemberian pendapat lisan di ICJ itu dapat membantu terwujudnya solusi bagi dua negara. ”Kami menggunakan platform badan peradilan terbesar itu untuk mewujudkan tujuan kami,” kata Awadallah.
Menurut Clive Baldwin, meski pandangan dan saran ICJ tidak mengikat (non-binding)secara hukum, pandangan dan saran mereka mengusung otoritas moral dan legal yang besar dan pada akhirnya keputusan ICJ bisa ditorehkan pada hukum internasional.
”(Persidangan itu) Juga menggarisbawahi pelanggaran serius otoritas Israel yang dilakukan terhadap warga Palestina, termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan melalui kebijakan apartheid dan persekusi,” ujarnya.
(AFP/Reuters)