Alexei Navalny, Harapan Reformasi Rusia Itu Telah Pergi
Simbol kebebasan dan harapan Rusia itu sudah tiada. Kremlin dituding berada di balik kematian Navalny.
Alexei Navalny (47), tokoh oposisi Rusia, jatuh pingsan dan meninggal setelah berjalan-jalan di dalam kompleks koloni penjara Arktik di kota Kharp. Di tempat itulah ia menjalani hukuman selama tiga dekade. Kabar mengagetkan itu diumumkan Lembaga Pemasyarakatan Federal Rusia, Jumat (16/2/2024).
Navalny dilaporkan merasa mual setelah berjalan-jalan dan kehilangan kesadaran. Petugas medis dari rumah sakit setempat dilaporkan tiba dalam beberapa menit. Selama setengah jam mereka berusaha menyadarkan Navalny, tetapi gagal. Penyebab kematiannya sedang diselidiki.
Baca juga: Jalan Bergelombang bagi Navalny
Navalny dipindahkan ke Arktik yang berada di wilayah Yamalo-Nenets Rusia di Siberia utara pada akhir tahun lalu. Pada Januari 2024, ia bercerita rutinitas hariannya di penjara itu, termasuk jalan-jalan dalam suhu sangat dingin.
Aktivitas itu pun hanya bisa dilakukan di halaman beton terbuka yang sempit. Sejak dipenjara pada 2021, dia menghabiskan lebih dari 300 hari di sel isolasi hanya karena dugaan pelanggaran kecil terhadap peraturan penjara.
Respons amarah, protes, dan berbagai tuduhan melayang dari komunitas internasional terhadap pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin. Kremlin dituding bertanggung jawab karena Navalny dicurigai dibunuh.
Kecurigaan itu muncul karena tiga tahun lalu Navalny pernah diracun dengan zat saraf novichok yang dikembangkan pada era Soviet. Eropa dan Amerika Serikat yakin Kremlin yang melakukannya, tetapi Kremlin berulang kali membantah tuduhan itu.
”Putin bertanggung jawab atas kematian Navalny. Di dalam penjara pun dia menyuarakan kebenaran. Navalny bisa saja hidup tenang damai di pengasingan, tetapi dia memilih pulang ke Rusia meski tahu bisa dipenjara atau dibunuh. Itu karena dia sangat percaya pada negaranya,” kata Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Gedung Putih.
Baca juga: Navalny dan Relasi Rusia-AS
Penyesalan atas kematian Navalny dan tuduhan Kremlin sebagai pihak yang bertanggung jawab datang dari para pemimpin Barat, seperti Kanselir Jerman Olaf Scholz, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, Presiden Latvia Edgars Rinkevics, Menteri Luar Negeri Perancis Stephane Sejourne, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, serta Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres. Guterres menyerukan dilakukannya penyelidikan penuh, kredibel, dan transparan terhadap kematian Navalny.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menuding para pemimpin Barat memberikan reaksi yang ”sama sekali tidak dapat diterima” dan ”histeris” terhadap kematian Navalny.
”Alexei Navalny adalah pahlawan besar perlawanan terhadap rezim Putin,” kata mantan Presiden Georgia Mikheil Saakashvili.
Saakashvili dipenjara di Georgia atas tuduhan yang menurut kelompok hak asasi manusia bermotif politik. ”Dengan kepergian Navalny, apakah saya orang berikutnya yang akan dijatuhi hukuman mati oleh Putin?” ujar Saakhashvili.
Memprotes Kremlin atas kematian Navalny, ratusan pengunjuk rasa—mayoritas imigran Rusia—turun ke jalanan di berbagai kota di seluruh Eropa, Jumat. Mereka menuding Putin berada di balik kematian itu dan mendesak agar Putin diseret ke pengadilan.
Bagi para pendukungnya, Navalny adalah simbol kebebasan dan harapan membawa Rusia menuju masa depan yang lebih baik. Dengan tewasnya Navalny, kelompok-kelompok yang menentang Putin tidak lagi memiliki tokoh. Tidak ada lagi kandidat yang jelas untuk melawan Putin dalam pemilihan presiden Rusia pada Maret 2024.
Di dalam penjara pun dia menyuarakan kebenaran. Navalny bisa saja hidup tenang damai di pengasingan, tetapi dia memilih pulang ke Rusia meski tahu bisa dipenjara atau dibunuh.
Para pendukung Navalny menggambarkan dia sebagai Nelson Mandela versi Rusia yang suatu hari nanti akan dibebaskan dari penjara untuk memimpin Rusia. Dia dikagumi banyak kalangan oposisi Rusia karena secara sukarela kembali ke Rusia pada 2021 dari Jerman. Di negara itu, dia menjalani perawatan karena tes laboratorium menunjukkan adanya upaya untuk meracuni dia dengan agen saraf novichok di Siberia.
Putin membantah mencoba membunuh Navalny. Kalaupun benar-benar ingin melenyapkan Navalny, kata Putin, sudah pasti dia akan menyelesaikannya sampai tuntas.
Baca juga: Dari Tahanan, Tokoh Oposisi Navalny Serukan agar Rakyat Rusia Turun ke Jalan
Soal penyebab kematian Navalny, istrinya, Yulia, mengaku belum bisa memastikan karena Putin dan pemerintahannya terus-menerus berbohong. ”Jika informasi itu benar, Kremlin harus bertanggung jawab,” ujarnya ketika berada di Munich, Jerman. Navalny meninggalkan Yulia dan dua anak mereka, yakni Darya dan Zakhar.
Kritis
Putra seorang perwira militer, Alexei Anatolievich Navalny lahir pada 4 Juni 1976 di Butyn, sekitar 40 kilometer dari Moskwa. Ia dibesarkan di Obninsk, sekitar 100 kilometer dari Moskwa. Dia memiliki gelar sarjana hukum dari Universitas Persahabatan Rakyat pada 1998 dan mendapat beasiswa di Universitas Yale pada 2010.
Karena pernah kuliah di AS itulah, para kritikus pro-Kremlin menuduh dia menjadi agen intelijen asing. Paham dunia internet dan kerap mengenakan celana jins santai, Navalny kontras dengan citra konservatif Putin.
Navalny sempat menjadi pengacara, tetapi lalu berhenti. Ia menjadi terkenal karena tulisan-tulisan di blognya yang mengungkapkan korupsi besar-besaran di kalangan elite Rusia. Dia juga menggambarkan Rusia sebagai negara yang diperintah oleh penjahat dan pencuri.
Dia berpartisipasi dalam pawai nasionalis Rusia pada tahun 2000-an. Navalny mengecam para pejabat yang berada di lingkaran terdekat Putin dan mengungkap kemewahan gaya hidup para pejabat senior. Ia menggunakan internet, bahkan pesawat tak berawak, untuk menunjukkan properti milik mereka yang besar dan mewah.
Ketika demonstrasi menentang Putin berkobar pada Desember 2011, setelah pemilu diwarnai tuduhan kecurangan, Navalny menjadi salah satu pemimpin protes pertama yang ditangkap. Ia menjadi terkenal di komunitas internasional karena pidatonya yang berapi-api.
Baca juga: AS dan Uni Eropa Jatuhkan Sanksi bagi Rusia Terkait Peracunan Navalny
Navalny sudah lama meramalkan Rusia akan menghadapi gejolak politik yang dahsyat, termasuk revolusi. Sebab, menurut dia, Putin telah membangun sistem pemerintahan pribadi yang rapuh dan korup. Kremlin menampik tuduhan Navalny soal korupsi besar-besaran dan kekayaan pribadi Putin.
Gerakan Navalny yang anggotanya berjumlah sekitar 700.000 orang kemudian dilarang. Sebagian besar sekutunya sudah meninggalkan Rusia dan kini tinggal di negara lain di Eropa. Navalny memanfaatkan kanal Youtube untuk mengajak para pemilih muda agar selalu percaya pada masa depan Rusia yang indah.
Para pendukung Navalny mengatakan berencana merumuskan pelantar kebijakan dan membentuk sekelompok orang yang siap memerintah ketika era Putin berakhir. Dia mendesak para pendukungnya hadir memberikan suara dalam pemilu untuk menyatakan penolakan mereka terhadap Putin yang diperkirakan akan menang. Navalny pernah diserang secara fisik beberapa kali di Rusia oleh aktivis pro-Kremlin dan hampir menjadi buta dalam sebuah serangan.
Baca juga: Berani Lawan Kremlin? Bisa ”Dibuang” ke Kutub Utara
Sebelum dipenjara pada 2021, Navalny mengatakan, dirinya dan keluarganya diikuti ke mana pun oleh badan intelijen Rusia. ”Kami tahu ada aparat keamanan yang selalu mengikuti. Ada mobil yang terus-menerus lewat. Saya sudah tidak memperhatikannya, tetapi Yulia sangat terganggu dengan itu,” kata Navalny kepada kantor berita Reuters pada 2017.
Para pejabat Rusia menyebut Navalny sebagai ekstremis boneka Badan Intelijen Pusat AS (CIA) yang menabur benih revolusi untuk melemahkan Rusia dan menjadikannya negara klien Barat. Navalny ditahan berkali-kali karena mengorganisasi demonstrasi publik. Ia juga diadili berulang kali atas tuduhan korupsi, penggelapan, dan penipuan. Navalny menganggap semua tuduhan dan hukuman itu bermotif politis.
Pada Agustus 2023, Navalny dijatuhi hukuman tambahan 19 tahun penjara, selain 11,5 tahun penjara yang sudah dijalani dalam kasus pidana. Kasus itu, menurut dia, dirancang untuk membuat rakyat Rusia tunduk secara politik.
Dia dituding mencoba mengobarkan revolusi. ”Saya paham betul, seperti tahanan politik lainnya, saya menjalani hukuman seumur hidup,” kata Navalny pada waktu itu.
Jangan menyerah. Jangan menyerah, jangan menyerah. Kejahatan bisa menang jika orang baik tidak melakukan apa-apa.
Navalny bolak-balik keluar masuk penjara. Pada 2013, dia dijatuhi hukuman lima tahun penjara atas tuduhan korupsi sebelum dibebaskan keesokan harinya. Pada tahun yang sama, dia mencalonkan diri sebagai wali kota Moskwa.
Namun, dia hanya mengantongi 27 persen suara dan kalah dari kandidat yang didukung Kremlin. Dia membuat takut kelompok-kelompok liberal di oposisi Rusia yang terpecah karena melihat dia sebagai tokoh populis dan nasionalis.
Navalny pernah menyerukan tindakan keras terhadap imigrasi ilegal dan menganjurkan visa bagi warga Asia Tengah. Karena gemar menyebut Putin sebagai ”orang tua di bunkernya” selama pandemi Covid-19, dia mempromosikan investigasi canggih di Youtube mengenai apa yang ia katakan sebagai korupsi besar-besaran di kalangan pejabat. Strategi itu diharapkan akan mengikis dukungan masyarakat terhadap Putin.
Dalam unggahan terakhir di kanal Telegram yang dikelola Navalny melalui pengacara dan timnya di pengasingan, ia mengunggah ucapan selamat Hari Valentine untuk Yulia. Dalam film dokumenter berjudul Navalny yang difilmkan sebelum kembali ke Rusia, ia ditanya pesan apa yang ingin disampaikan kepada rakyat Rusia jika dia mati atau dibunuh.
”Jangan menyerah. Jangan menyerah, jangan menyerah. Kejahatan bisa menang jika orang baik tidak melakukan apa-apa,” kata Navalny.
Baca juga: Oposisi Tuding Badan Intelijen Rusia Meracuni Navalny
Film itu kemudian memenangi Academy Award untuk film dokumenter terbaik pada 2023. ”Suami saya dipenjara hanya karena mengatakan yang sebenarnya. Suami saya dipenjara hanya karena membela demokrasi. Alexei, aku memimpikan hari di mana kamu akan bebas dan negara kita akan bebas,” ujar Yulia penuh harap pada waktu itu. Kini, harapan itu sirna. (REUTERS/AFP/AP)