Nilai geostrategis dan geopolitik ASEAN membuat China senantiasa menjaga hubungan baik dengan kawasan tersebut.
Oleh
IWAN SANTOSA
·3 menit baca
Dalam ribuan tahun sejarah China, wilayah selatan atau Asia Tenggara yang dikenal sebagai Nan Yang adalah bagian tidak terpisahkan dari hubungan ekonomi, sosial, dan budaya dengan China. Nan Yang bak rumah kedua dalam tradisi Tionghoa karena hubungan akrab antara kedua wilayah.
Wilayah Asia Tenggara adalah jalur sutra maritim untuk China. Jalur ini penting karena menghubungkan Eropa-Timur Tengah-India-China sejak zaman Dinasti Han pada abad-abad awal Masehi. Pada zaman modern, pasokan minyak dan gas untuk China dari Timur Tengah juga melalui jalur utama Selat Malaka dan Laut China Selatan.
Meskipun China membuka jalur di Laut Arktik dan Asia Tengah, ASEAN tetap menjadi tetangga dan jalur utama ekonomi China. Nilai geostrategis dan geopolitik ASEAN membuat China senantiasa menjaga hubungan baik dengan kawasan tersebut.
Duta Besar China untuk ASEAN Hou Yanqi saat peresmian Tahun Pertukaran Antarwarga China-ASEAN 2024 pada 7 Februari 2024 di Jakarta mengatakan, Presiden Xi Jinping telah membuat kebijakan agar hubungan dengan ASEAN terus terjaga. Hubungan tersebut melibatkan 2 miliar manusia.
Salah satu wujud kebijakan tersebut adalah semakin banyaknya pertukaran pemimpin muda ASEAN dan China. Itu terus dilakukan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi kawasan dalam semangat perdamaian.
”Dasar dari hubungan kita adalah budaya Asia yang mengedepankan perdamaian, kerja sama, inklusivitas, dan integrasi untuk memperkuat kerja sama strategis menyeluruh antara ASEAN dan China. Keduanya memiliki masa depan bersama,” kata Hou.
Untuk mendorong kerja sama antarwarga itu, Hou mengatakan akan digelar rangkaian kegiatan, antara lain dalam bidang pemberdayaan perempuan dan kaum muda, pendidikan, budaya, pariwisata, olahraga, teknologi, media, dan pemerintahan daerah. Selain itu, China juga akan mengadakan Forum Antarwarga dan peringatan 5 tahun Beasiswa Kaum Muda ASEAN-China di Jakarta dengan menggandeng Sekretariat ASEAN.
Program pertukaran pelajar dan beasiswa ASEAN-China selama ini lebih fokus pada bahasa dan budaya. Padahal, China memiliki keunggulan manufaktur dan teknologi.
Tahun Pertukaran Antarwarga kali ini bertepatan dengan Tahun Baru Imlek dengan zodiak naga. Menurut Hou, naga itu melambangkan kehormatan dan rezeki. Itu juga berarti adanya rasa saling menghormati eksistensi dalam keberagaman budaya di kawasan. ”Hubungan ini adalah upaya bersama membangun keamanan, keselamatan, kesejahteraan, dan rumah bersama yang bersahabat,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn yang hadir dalam acara itu menyampaikan penghargaan atas upaya serius membangun kebersamaan dan pertumbuhan serta keakraban antara warga ASEAN dan China. Sejumlah perwakilan dari negara-negara ASEAN seperti Laos, Thailand, Filipina, Myanmar, dan Indonesia juga hadir dan menyatakan apresiasi mereka.
Saat ini Laos memegang keketuaan bergilir ASEAN. China memiliki proyek jalur kereta api yang menghubungkan Laos dan China, tepatnya di Yunnan. Selain itu, ada pula rencana proyek jalur kereta api dari Nongkhai di Thailand ke Laos sehingga tersambung dengan jalur Laos-Yunnan.
Sekretaris Satu Kedutaan Besar Thailand untuk ASEAN Natcha Chirapant mengatakan, salah satu langkah nyata memperkuat hubungan antarwarga adalah fasilitas bebas visa bagi wisatawan China yang berkunjung ke Thailand. Sementara Direktur Kerja Sama Sosial Budaya ASEAN Kementerian Luar Negeri Indonesia Yuliana Bahar mengatakan, ASEAN dan China perlu memanfaatkan Tahun Hubungan Antarwarga ASEAN-China secara khusus untuk meningkatkan kerja sama dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, pendidikan, dan matematika.
”Program pertukaran pelajar dan beasiswa ASEAN-China selama ini lebih fokus pada bahasa dan budaya. Padahal, China memiliki keunggulan manufaktur dan teknologi. Sementara ASEAN memiliki potensi besar menjadi pusat pertumbuhan kawasan, termasuk di bidang teknologi,” kata Yuliana.
Di samping itu, perlu pula dijajaki kerja sama antar-universitas di ASEAN dengan korporasi di China yang maju dalam bidang teknologi dan otomotif, terutama di sektor kendaraan listrik.
Menurut Rektor Universitas NU Yogyakarta Widya Priyahita di sela seminar di pusat studi Indonesia di Wuhan, China, akhir November 2023, kepentingan dagang menjadi panduan politik luar negeri China. ”Bagaimana hubungan ekonomi bisa berlanjut dengan stabil selalu menjadi dasar kebijakan mereka,” katanya.