Amnesty International: Anak-anak Gaza Korban Pembunuhan Ilegal Israel
Israel tidak hanya sibuk menyerbu Gaza. Aparat dan warga Israel juga meningkatkan serangan ke Tepi Barat.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
LONDON, SELASA — Amnesty International menyebut aparat Israel melakukan pembunuhan tanpa dasar hukum di Tepi Barat, Palestina. Sebagian korban pembunuhan itu masih anak-anak.
Tudingan itu dicantumkan dalam laporan yang diterbitkan pada Senin (5/2/2024). Laporan tersebut disusun berdasarkan verifikasi belasan video, berbagai foto, serta wawancara para saksi mata.
Direktur Riset, Advokasi, dan Kebijakan Global Amnesty International Erika Guevara-Rosas mengatakan, Israel rutin mengebom dan menyerbu Tepi Barat dan Gaza. ”Aparat keamanan Israel melancarkan serangan mematikan yang tidak sah terhadap warga Palestina di Tepi Barat. Mereka melakukan pembunuhan di luar hukum. Ini pelanggaran terang-terangan terhadap hak asasi manusia,” ujarnya di London, Inggris.
Jaksa Mahkamah Kriminal Internasional harus turun tangan dan menanganinya sebagai kemungkinan kejahatan perang.
Salinan laporan itu telah dikirimkan ke Israel. Meski demikian, Israel tidak kunjung memberi tanggapan sampai saat ini.
Dalam laporan AI disebutkan, Israel tidak hanya sibuk menyerbu Gaza. Aparat dan warga Israel juga meningkatkan serangan ke Tepi Barat sejak Oktober 2023. AI, antara lain, fokus pada tiga kasus di bulan Oktober dan satu lagi di November 2023.
Dalam empat peristiwa itu, 20 warga Palestina di Tepi Barat tewas. Dari semua korban, tujuh korban masih anak-anak. Korban, antara lain, tewas akibat serbuan Israel di tempat penampungan pengungsi Nour Shams pada 19 Oktober 2023.
Selama 30 jam, aparat Israel menggeledah 40 rumah. Dalam periode itu, enam anak dan tujuh orang dewasa warga Palestina terbunuh. Israel juga menangkap 15 warga dalam peristiwa.
Korbannya, antara lain, Taha Mahamid (15) yang tewas ditembak di depan rumahnya. Ia ditembak kala mengintip aparat Israel mendekati rumahnya. Mahamid sama sekali tidak bersenjata saat ditembak.
”Mereka tidak memberinya kesempatan. Dalam sekejap, adikku tewas. Tiga peluru ditembakkan tanpa ampun. Peluru pertama mengenai kakinya. Yang kedua di perutnya. Ketiga, di matanya,” kata Fatima, saudara perempuan korban.
Ayahnya, Ibrahim Mahamid, juga ditembak aparat Israel. Tembakan dilepaskan kala Ibrahim mencoba memindahkan tubuh Taha. Sampai sekarang, Ibrahim masih dirawat karena luka tembak itu.
”Dia mengangkat tangannya, menunjukkan kepada mereka bahwa dia tidak membawa apa-apa. Dia hanya ingin mengambil putranya. Mereka menembaknya dengan satu peluru dan ayah saya terjatuh di sebelah Taha,” kata Fatima.
Aparat Israel juga menembaki warga yang menyambut orang-orang yang dibebaskan dari penjara Israel. Orang-orang yang sedang bergembira itu ditembak dengan senapan dan pesawat nirawak. Aparat Israel juga merintangi petugas tanggap darurat yang mencoba menolong korban.
Salah satu korban penembakan bernama Yassin Al-Asmar. Ia tertembak di dada. Karena telat ditolong, ia tewas dalam perjalanan ke rumah sakit.
Guevara-Rosas menyatakan, beberapa peristiwa itu diduga kuat bentuk pembunuhan di luar hukum (unlawfull killing) oleh aparat keamanan Israel. Keluarga korban tidak bisa menuntut para pelaku di pengadilan. Sebab, para pelaku dilindungi Israel. ”Jaksa Mahkamah Kriminal Internasional harus turun tangan dan menanganinya sebagai kemungkinan kejahatan perang,” kata Guevara-Rosas.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Perancis Stephane Sejourne mendesak Israel untuk menghentikan kekerasan terhadap warga Palestina, termasuk di wilayah Tepi Barat. ”Dalam situasi apa pun tidak boleh ada pengusiran secara paksa terhadap warga Palestina, baik di Gaza maupun Tepi Barat,” katanya seusai bertemu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Senin.
Dalam pernyataan pada Selasa (6/2/2024), Tim Pemantau Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyinggung soal perintah Israel kepada warga Gaza. Israel meminta 77 persen warga Gaza meninggalkan kediamannya. (AFP/REUTERS)