Peluang Tanding Ulang Biden-Trump Kian Besar
Pemilihan presiden AS masih sembilan bulan lagi, tetapi peluang tanding ulang Biden dan Trump semakin terbuka.
LOS ANGELES, MINGGU — Para bakal calon presiden Amerika Serikat membangun momentum untuk mendulang dukungan sebanyak-banyaknya dari pemilih. Jajak pendapat terbaru menyebutkan, bakal capres dari Partai Republik, Donald Trump, unggul tipis atas lawannya dari Partai Demokrat, Joe Biden, yang merupakan petahana.
Seandainya pemilihan presiden AS diadakan hari ini, kemungkinan besar Trump yang akan menang. Majalah The Economist, Minggu (4/2/2024), menyebutkan, dalam sejumlah jajak pendapat, secara nasional Trump unggul 2-3 poin atas Biden.
Baca juga: Pilpres Amerika Serikat, Ajang Tanding Ulang Trump Vs Biden
Di enam negara bagian yang diperkirakan akan menentukan hasil pemilu, yakni Arizona, Georgia, Michigan, Nevada, Pennsylvania, dan Wisconsin, Trump memimpin dengan rata-rata 3,8 poin. Pasar taruhan jelas mencantumkan Trump sebagai favorit. Belum pernah dalam periode dua kampanye terakhir, jajak pendapat untuk Trump menunjukkan prediksi sekuat ini.
”Ini menunjukkan warga AS sudah muak dan lelah dengan kebijakan destruktif selama empat tahun terakhir yang hanya mengakibatkan rakyat menderita dan sengsara,” kata juru bicara kampanye Trump, Steven Cheung.
Pemilihan presiden AS digelar pada November 2024 atau masih sembilan bulan lagi. Biasanya, jajak pendapat sebelum pemilu tidak memberikan hasil yang dapat diprediksi dengan baik. Hasil survei nasional selama sebulan terakhir bervariasi.
Rata-rata jajak pendapat menunjukkan Trump unggul. Hanya, akurasi kebanyakan jajak pendapat berkualitas rendah sehingga hasilnya kurang bisa dipercaya. Sementara lembaga survei dengan catatan akurasi terbaik menunjukkan hasil yang lebih baik untuk Biden.
Biden (81) kini fokus pada pemilihan pendahuluan (primary election) Partai Demokrat di Negara Bagian Nevada. Sehari sebelumnya, ia menang telak di South Carolina. Biden akan kampanye dalam dua acara di kota Las Vegas.
Presiden akan mengajak para pendukungnya untuk memberikan suara pada pemilihan pendahuluan, Selasa mendatang, dan membangun momentum untuk November yang akan jadi pertandingan ulang pemilu 2020.
Nevada merupakan negara bagian yang mendukung Biden pada pilpres 2020 meski di sana ia hanya menang tipis, 33.596 suara atau kurang dari 3 persen, atas Trump yang kala itu kandidat petahana. Daerah pemilihan ini akan menjadi tantangan bagi Demokrat karena Republikan bisa mendekati kelompok masyarakat Latin dan Hispanik yang populasinya sekitar 30 persen.
Biden terakhir kali datang ke Nevada pada Desember 2023. Ketika itu dia mengalokasikan sekitar 8 miliar dollar AS dana federal untuk proyek kereta penumpang nasional. Pada Maret 2023, pemerintahan Biden juga meresmikan taman nasional baru, Avi Kwa Ame atau Spirit Mountain, yang merupakan situs suci bagi suku asli Amerika, termasuk Paiute dan Chemehuevi. Taman itu menyediakan habitat bagi spesies seperti domba gurun pasir besar dan kura-kura gurun serta hutan pohon joshua.
Juru bicara kampanye Biden, Michael Tyler, Minggu (4/2/2024), mengatakan, Biden akan mengumpulkan para pemilih di Westside yang mayoritas penduduknya berkulit hitam. Ia juga akan menghadiri penggalangan dana kampanye.
”Presiden akan mengajak para pendukungnya untuk memberikan suara pada pemilihan pendahuluan, Selasa mendatang, dan membangun momentum untuk November yang akan jadi pertandingan ulang pemilu 2020,” ujarnya.
Di Nevada, 88 persen penduduk terdaftar sebagai pemilih aktif. Sebagian besar kekuatan politik Biden berada di dua wilayah terpadat, yakni Las Vegas dan Reno.
Dalam kunjungannya ke Nevada kali ini, Biden disebut membahas perekonomian yang mampu melawan resesi, dampak keringanan pajak energi ramah lingkungan, dukungan serikat pekerja, dan investasi infrastruktur. Nevada yang terkenal dengan industri kasino dan perhotelan identik dengan hasil pemilihan pendahuluan yang sulit diprediksi.
Wilayah ini memiliki populasi kelas pekerja sementara serta komunitas Latin, China, Filipina, AS, dan kulit hitam yang besar. Ada kesenjangan yang mencolok antara perdesaan dan perkotaan. Biden akan menghadapi tantangan di Nevada karena jajak pendapat harian New York Times/Siena pada November 2023 menunjukkan tingkat dukungan untuk pemerintahannya di Nevada hanya 36 persen.
Komite Nasional Partai Demokrat baru-baru ini mengumumkan pembelian iklan senilai jutaan dollar AS di Nevada dan South Carolina. Harapannya, iklan-iklan di radio, televisi, dan platform digital bisa meningkatkan antusiasme di kalangan pemilih kulit hitam, Amerika keturunan Asia, dan Latin. Iklan-iklan itu dipublikasikan dalam bahasa Spanyol, China, dan Tagalog.
Baca juga: Mengamati Pemilihan Presiden AS 2024
Pada 2022, Demokrat berhasil mempertahankan kursi di Senat, tetapi kehilangan jabatan gubernur di Nevada. Enam anggota DPR yang dipilih di seluruh negara bagian terbagi rata antara Demokrat dan Republik.
Kemenangan tipis Senator Catherine Cortez Masto membantu Demokrat mempertahankan kendali Senat selama sisa masa jabatan Biden saat ini. Nevada memiliki sekitar 705.000 anggota Demokrat yang terdaftar, 646.000 anggota Republik, dan sekitar 768.000 orang ”nonpartisan”.
Republikan juga akan mengadakan pemilihan pendahuluan di Nevada pada 6 Februari. Namun, Trump dikabarkan tidak akan ikut serta dalam pemungutan suara karena dia memilih untuk berpartisipasi dalam kaukus yang akan digelar pada 8 Februari.
Sebelum Nevada, Biden menang telak dalam pemilihan pendahuluan di South Carolina karena menghadapi lawan yang tidak terlalu diunggulkan, yakni anggota DPR dari Minnesota, Dean Phillips, dan Marianne Williamson, penulis buku Self-help. Meski demikian, kemenangan ini membantu Biden menghilangkan keraguan para pemilih, termasuk dari partainya sendiri, terkait usia dan agenda ekonominya.
Biden yang tak banyak mendapatkan perlawanan dari dalam partai berjanji akan membuat Trump kalah lagi. ”Anda-lah alasan saya menjadi presiden. Anda juga yang akan membuat Trump kalah dan alasan kami menang lagi,” kata Biden kepada para pendukung di negara bagian yang seperempat penduduknya berkulit hitam itu.
Baca juga: Pemilu 2024 di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global
Analis kebijakan pada kelompok advokasi Independen Women’s Voice, Carrie Sheffield, menilai kemenangan Biden di South Carolina tidak menjamin dia kemudian unggul di pemilihan presiden. Apalagi, ini baru pemilihan pendahuluan dan status Biden merupakan presiden petahana.
Pada kenyataannya, kata Sheffield, Biden adalah presiden AS yang paling tidak populer sejak Perang Dunia II. Peringkat persetujuannya hanya 33 persen. ”Dia juga kalah di negara-negara bagian yang menjadi medan pertempuran utama yang dia menangi tahun 2020. Saya khawatir Biden akan bisa dikalahkan siapa pun dari Republik, Trump atau Nikki Haley,” kata Sheffield kepada harian Al Jazeera.
Akurasi survei
Kepercayaan masyarakat AS terhadap jajak pendapat melemah setelah industri ini meremehkan dukungan terhadap Trump pada 2016 dan 2020. Jajak pendapat sebelum pemilu sela 2018 dan 2022 masih terhitung akurat.
Untuk memperkirakan akurasi lembaga survei secara andal, dibutuhkan survei dalam jumlah besar di banyak pemilu. Akurasi diukur berdasarkan besarnya kesalahan historis yang mereka lakukan dan apakah mereka secara konsisten melebih-lebihkan dukungan terhadap partai tertentu.
Organisasi jurnalisme data, FiveThirtyEight, baru-baru ini memperbarui peringkatnya terhadap lembaga survei di AS. Organisasi ini menilai lembaga-lembaga survei berdasarkan kombinasi catatan dan transparansi metodologi mereka.
FiveThirtyEight menilai, besarnya keunggulan Trump sangat bervariasi berdasarkan kualitas lembaga jajak pendapatnya. Pada awal siklus pemilu, lembaga-lembaga survei dengan tingkat kualitas tertinggi hanya melakukan pemungutan suara secara sporadis.
Ada satu pengecualian, yakni survei mingguan yang dilakukan YouGov, lembaga jajak pendapat daring untuk The Economist. Namun, secara total, 13 jajak pendapat telah dilakukan pada 2024 oleh perusahaan-perusahaan dalam kelompok tersebut.
Sebaliknya, sebagian besar jajak pendapat yang dirilis pada Januari 2024 berasal dari lembaga jajak pendapat ”kelas menengah”, yakni perusahaan-perusahaan dengan catatan yang baik, tetapi tidak luar biasa. Jajak pendapat pada tingkatan ”baik” dan ”layak” menunjukkan Trump masing-masing unggul 2,4 poin dan 1,7 poin. Sementara itu, lembaga survei dengan catatan buruk atau tidak ada hasil yang dipublikasikan sebelumnya menunjukkan Trump memiliki selisih rata-rata atas Biden sekitar 6 poin.
Baca juga: Amerika Tidak Lagi Sama
Jajak pendapat nasional mencerminkan suasana umum dan sesuai dengan suara terbanyak. Namun, berkat sistem lembaga pemilihan atau electoral-college, memenangi suara terbanyak bukanlah jaminan kemenangan dalam pemilu.
Pada 2000 dan 2016, misalnya, calon dari Republikan memenangi kursi kepresidenan meski kalah dalam perolehan suara terbanyak. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, electoral college biasanya menguntungkan kandidat Republikan.
Jika Trump memenangi suara populer dengan selisih 6 poin, ia hampir pasti akan memenangi setidaknya 358 suara electoral-college. Ini menjadikan kemenangan Republikan terbesar sejak George HW Bush mendapat 426 suara pada 1988.
Hal itu juga akan berdampak pada negara-negara bagian yang dengan mudah dimenangi Biden pada 2020, seperti Maine, Minnesota, New Hampshire, New Mexico, dan Virginia. (REUTERS/AFP/AP)