Mahkamah Internasional Tolak Sebagian Besar Gugatan Ukraina Lawan Rusia
ICJ hanya memutuskan Rusia melanggar perjanjian antiterorisme dan antidiskriminasi. Namun, bagi Kyiv itu tetap penting.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·3 menit baca
DEN HAAG, KAMIS — Para hakim di Mahkamah Internasional menolak sebagian besar gugatan Ukraina melawan Rusia. Mahkamah itu hanya meloloskan dua gugatan, tetapi tak memerintahkan Rusia memberikan kompensasi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi.
Keputusan-keputusan itu ditetapkan para hakim di pengadilan tinggi PBB, Rabu (31/1/2024) waktu setempat atau Kamis (1/2/2024) dini hari waktu Indonesia. Mahkamah Internasional (ICJ) menolak gugatan Kyiv bahwa Moskwa bertanggung jawab atas penembakan terhadap pesawat Malaysia Airlines penerbangan MH17 di Ukraina timur pada 2014. ICJ juga menolak gugatan Ukraina bahwa Rusia melakukan diskriminasi serta berupaya menghapus budaya Tartar dan Ukraina.
ICJ hanya meloloskan gugatan Ukraina bahwa Rusia melanggar unsur-unsur perjanjian antiterorisme PBB. Dalam putusan yang sama, para hakim ICJ memutuskan Rusia telah melanggar perjanjian antidiskriminasi karena gagal mendukung pendidikan bahasa Ukraina di Crimea setelah menganeksasi semenanjung tersebut pada 2014.
Keputusan tersebut dianggap kemunduran upaya hukum bagi Kyiv. Meski demikian, duta besar keliling pada Kementerian Luar Negeri Ukraina, Anton Korynevych, menyatakan, keputusan tersebut penting bagi Kyiv karena setidaknya ada ketetapan bahwa Rusia melanggar hukum internasional. ”Ini pertama kalinya Rusia secara resmi dan sah disebut sebagai pelanggar hukum internasional,” katanya.
Pada 2017, Ukraina juga menggugat Rusia di ICJ. Gugatan itu berisi tuduhan bahwa Rusia melanggar perjanjian antiterorisme dengan mendanai kelompok separatis pro-Rusia di Ukraina.
Hakim ICJ memutuskan Moskwa melanggar perjanjian antiterorisme PBB. Namun, pelanggaran ini sebatas karena Rusia tidak menyelidiki tuduhan menyusul temuan adanya sejumlah dana yang dikirim dari Rusia ke Ukraina untuk mendanai kegiatan kelompok separatis itu.
Ini pertama kalinya Rusia secara resmi dan sah disebut sebagai pelanggar hukum internasional.
Panel yang beranggotakan 16 hakim itu hanya memerintahkan Rusia untuk menyelidiki tuduhan pendanaan terorisme. Adapun permintaan reparasi dari Kyiv ditolak.
ICJ menyebutkan, pelanggaran pendanaan terorisme hanya berlaku pada dukungan moneter dan keuangan. Pelanggaran itu tak berlaku untuk pasokan senjata atau pelatihan, seperti yang dituduhkan oleh Ukraina.
Sebelumnya, Ukraina menuding Rusia memasok sistem rudal yang menembak jatuh pesawat MH17. Namun, Ukraina tidak menuduh adanya dukungan finansial dari Rusia untuk kasus ini.
Kyiv menuduh Rusia memperlengkapi dan mendanai pasukan pro-Rusia, termasuk pemberontak yang menembak jatuh MH17 pada Juli 2014 yang menewaskan 298 penumpang dan awak pesawat. Kasus itu telah bergulir di ICJ selama hampir tujuh tahun.
Dalam sidang di Den Haag pada Juni 2023, Rusia menolak tuduhan Ukraina bahwa mereka mendanai dan mengendalikan separatis pro-Rusia di Ukraina timur tersebut. Rusia menyebut tuduhan itu fiktif dan kebohongan besar.
Pada November 2022, sebuah pengadilan di Belanda menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada dua warga Rusia dan seorang warga Ukraina secara in absensia (tak hadir di pengadilan) karena peran mereka dalam jatuhnya pesawat itu.
Sementara itu, untuk gugatan diskriminasi, Ukraina mengatakan, Rusia berusaha menghapus budaya etnis Tatar dan Ukraina di Crimea. Pengadilan menolak semua klaim yang terkait dengan Tatar. Namun, pengadilan menyatakan, Moskwa tidak berbuat cukup untuk mendukung pendidikan bahasa Ukraina.
Keputusan pengadilan bersifat final dan tanpa banding, tetapi tidak ada cara untuk menegakkan keputusannya. Selanjutnya, pada Jumat (2/22024), ICJ akan memutuskan kasus lain terkait tuduhan Ukraina bahwa Rusia menerapkan Konvensi Genosida 1948 untuk membenarkan invasi mereka pada 24 Februari 2022.
Saat ini, selain gugatan Ukraina terhadap Rusia, ICJ masih mempunyai 20 kasus yang tertunda, seperti tertera di situs resmi ICJ. Sebagian besar kasus telah bergulir selama bertahun-tahun.
Salah satu kasus terbaru adalah gugatan Afrika Selatan soal dugaan genosida yang dilakukan militer Israel di Gaza yang baru diajukan beberapa pekan lalu. Seperti kasus Ukraina, kasus-kasus di ICJ umumnya membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga akhirnya dicapai keputusan. (REUTERS/AFP)